"Buru-buru bu, takut telat!"
"Memangnya kau mau kemana?"
"Ke rumah neng Ruby, Bu,"
Ibuku melotot dan memucat. Ekspresinya aneh sekali, harusnya ibu senang aku bisa pergi kesana. Kalau benar neng Ruby memberiku sinyal hijau, kan Ibu bakal punya menantu cantik.
Ibuku masih membatu saat aku pergi dengan sepeda bututku, baru setelah aku jauh kudengar suara ibu sayup memanggil namaku. Seperti melarangku untuk pergi.
Memasuki rumah Ruby bulu kudukku seakan berdiri semua. Rumah itu dulu milik pak Kades yang sekarang sudah pindah ke rumah barunya. Seingatku, dulu biasa-biasa saja memasukinya. Apa karena pajangan aneh yang ada di dalam rumah ini sekarang menjadikannya seram? Masa bodoh!
Malam ini Ruby cantik sekali, dia memakai gaun hitam hingga menutupi kakinya. Rambutnya panjangnya dibiarkan terurai, tapi rambutnya terasa aneh, kenapa sekarang berwarna merah? Ah, mungkin disemir kali! Dia menyambutku dengan senyumannya yang menggoda.
* * *
Aku bingung saat pulang ke rumah, aku tahu aku pergi cukup lama. Tapi, kenapa rumahku ramai sekali. Kuterobos keramaian, memasuki rumah. Kulihat ibuku seperti baru bangun dari pingsan. Ada bu RT yang sedang memberinya minum, detik berikutnya ibu kembali meraung-raung. Aku menghampirinya dan bertanya,
"Bu, ada apa? Kenapa ibu menangis?" tanyaku. Tapi ibu seolah tak mendengar suaraku, masih saja menangis sejadi-jadinya. Lalu beberapa orang datang masuki rumah dengan menggotong seseorang. Ibuku berhambur dan memeluk tubuh yang baru saja diletakkan di atas dipan.
"Bejo..., Le...., Bejo...," cuma itu yang ibu ucap sambil memelukki tubuh itu. Aku pun mendekat karena penasaran. Tubuhku kaku seketika melihat tubuh pucat yang dipeluk ibu.