Liana duduk termenung di meja makan, sesekali ia melirik Ivana yang menyantap makanannya dengan santai. Sementara dirinya sama sekali tak menyentuh sendoknya. Ia juga sering melirik jam di dinding, ia tahu Nicky tidak akan pulang untuk makan malam, tapi ia ingin tetap menunggu. Setidaknya ia ingin sebuah penjelasan dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah jadi aneh, meski itu sering terjadi.
"Tak usah menunggu Nicky, dia pasti makan malam di luar!" seru Ivana membuatnya sedikit tersentak, "bukankah sering begitu?"
Liana tak menyahut, hanya menatapnya saja. Ivana menyunggingkan senyum yang membuat perut Liana bergolak, rasanya ingin memuntahkan sesuatu tapi tak ada yang bisa ia muntahkan karena siang tadipun ia hanya menelan sedikit makanan selesai menyuapi Nino.
"Atau mungkin....dia sedang menghabiskan waktu dengan seseorang di luar sana!" goda Ivana membuat mata Liana bertambah lebar, "kau pasti sudah tahu siapa Nicky kan, di luar sana banyak sekali wanita cantik yang mengantri bisa menghabiskan waktu bersamanya, tidak peduli dia sudah menikah atau belum. Dan yang pasti....semuanya highclass dan elegan!"
Liana masih diam.
"Dulu saat bersamaku saja, aku harus selalu memikirkan cara agar dia selalu kembali padaku. Dan kurasa...., kau juga harus begitu. Jika ingin Nicky betah bersamamu, kau harus selalu bisa membuatnya senang. Terutama.....saat melayaninya di dalam kamar!"
Liana makin terpaku mendengar ocehan Ivana, ia tak ingin percaya. Tapi apa yang di katakan Ivana itu benar, bahkan kakek Willy pernah berkata kalau dulu Nicky tak pernah lama menjalin hubungan dengan wanita. Jika bosan ya ganti baru! Dan Ivanalah yang bisa di katakan lama, meski itupun tidak sampai satu tahun. Tapi itu dulu kan? Setahunya selama ini Nicky cukup sabar menghadapi dirinya yang baru bisa menjadi istri seutuhnya beberapa hari terkahir.
Liana memejamkan mata sejenak, ia menepis semua hal itu. Ia yakin sekarang Nicky tidak seperti itu, bahkan sejak berpisah dengan Ivana dua tahun lalu Nicky tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun.
"Aku percaya dengan suamiku, mungkin saat ini Nicky hanya sedang sibuk!" sahutnya. Ivana malah melebarkan senyum, bahkan ada tawa yang keluar dari mulutnya, "aku tidak tahu apakah kau bodoh, atau...hanya pura-pura bodoh. Ku rasa kau sudah cukup mengenal Nicky, dengar Liana!" Ivana menatapnya tajam, "secepatnya, Nicky akan sadar....bahwa bukan kau yang seharusnya mendampinginya. Dan seharusnya, kau juga sadar diri. Kau, tidak pantas menjadi istrinya!" cibir Ivana lalu berdiri dan meninggalkan meja makan.
Liana menggerutu, ia mengepalkan tinjunya. Ia memang menyadari dirinya tak secantik Ivana, atau semua istri-istri dari teman bisnis suaminya yang pernah ia lihat di pesta malam itu. Ia tak seelegan mereka, seglamor mereka, seanggun mereka, apalagi dirinya pincang sekarang. Tapi ia sangat mencintai Nicky, ia bahkan jatuh cinta pada pria itu sejak pertama kali bertemu. Dan ia makin jatuh cinta padanya mengetahui kesabarannya saat menghadapi traumanya, perhatian-perhatian kecil yang terkadang tertutup oleh sikap dinginnya, dan kelembutannya saat bercumbu mesra, seolah takut untuk menyakiti dirinya. Semua itu....membuatnya jatuh cinta tak hanya satu kali, tapi bertubi-tubi.
Perlahan bulir-bulir bening jatuh melewati pipinya satu persatu, hubungan mereka memang tak pernah mulus sejak awal. Bahkan pernikahan inipun terjadi bukan karena mereka memang saling mencintai, tapi karena apa yang terjadi pada dirinya, karena keinginan kakek, dan mungkin.....