Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #32; Kenapa Lucas?

8 September 2015   14:05 Diperbarui: 8 September 2015   14:27 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ridwan duduk menatap tubuh Nadine yang masih belum menampakan kemajuan, entah sampai kapan Nadine akan tergeletak di sana. Tapi kata dokter jika kondisi fisiknya sudah tidak bermasalah maka Nadine boleh di bawa pulang dan di rawat di rumah saja.

Tapi dalam keadaan seperti itu ia jadi ingat dengan Alisa, bagaimana keadaannya sekarang? Bukankah di dalam penjara itu cukup brutal, apalagi sebagai napi kasus pembunuhan! Ingin sekali rasanya ia pergi dan menjenguk Alisa tapi ia tak punya nyali untuk datang ke sana. Apalagi setelah apa yang di lakukannya di pengadilan, mana mungkin ia bisa bertatap muka dengan wanita itu.

Ridwan berdiri dan berjalan ke jendela, ada rasa sakit yang sepertinya melubangi dadanya. Rasanya sesak sekali ia menghela nafas, mengenang masa-masa yang telah lalu, saat dirinya bersama Alisa setelah lama tak bertemu, melihat Alisa tertawa bersama Nadine, tiba-tiba sebuah perih mendarat di ulu hatinya. Merobek dan mencabik-cabik hingga berhamburan, jujur....hingga dalam keadaan seperti ini pun ia tak akan sanggup jika di suruh memilih antara kedua wanita itu. Tapi keadaan harus membuatnya menjauhkan Alisa dari dirinya, walau ia tak mampu mengingkari ia masih sangat menginginkan wanita itu lebih dari apapun.

Matanya mulai memanas hingga menciptakan butiran embun di bola matanya, semakin banyak hingga tak mampu lagi tertampung dan tumpah membanjiri pipinya. Ia memejamkan mata dengan harapan bisa meredam perasaan itu, tetapi wajah Alisa malah muncul di benaknya, tersenyum, dan....mata sembabnya. Mata sembabnya saat terakhir kali mereka bertatapan di kantor polisi sebelum Alisa ikut ke rumah sakit untuk menjadi donor ginjal Nadine. Mata itu....penuh dengan pengharapan, permohonan, tapi ia tak menghiraukan kilatan yang tersirat di mata indah itu. Ia meletakan salah satu tangannya di bingkai jendela, satu tangannya lagi menyeka wajahnya yang basah. Tapi tiba-tiba bahunya justru berguncnag hebat, isakan terdengar dari tenggorokannya yang tertahan. Ia menangis seperti anak kecil di sana.

Sementara jemari Nadine kembali tergerak, tapi hanya ranjang yang di baringinya yang menjadi saksi. Dewi memasuki ruangan itu, ia menghentikan langkah di ikuti Ratna saat melihat putranya berdiri di jendela seraya menangis dan menyebut nama Alisa, meminta maaf pada wanita itu.

* * *

Alisa berjalan ke ruang tempat semua orang mengunjungi para napi, langkahnya sedikit tertahan ketika melihat siapa yang duduk di sana. Tapi akhirnya ia menghampiri meja itu dan duduk berhadapan di sekat oleh meja. Mata Lucas tak lepas dari wajah Alisa yang kini di tambahi beberapa lebam di beberapa sisi. Hatinya cukup teriris melihat keadaan wanita itu, mata mereka beradu cukup lama.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Lucas,

"Cukup baik!"

"Maaf ya, aku gagal!"

"Tak perlu minta maaf, kamu bahkan sudah melakukan banyak hal untukku. Dan ku rasa...itu sudah setimpal!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun