Seketika aku menolehnya, aku tahu itu. Tapi ku pikir dia nggak bakal punya nyali buat menyatakan hal itu, tapi ternyata di luar dugaan.
"Lo gak usah ngaco deh!"
"Gw gak cuman suka sama lo, tapi gw sayang sama lo, gw cinta sama lo, lo satu-satunya orang yang bisa ngertiin gw, lo yang bisa mengisi hari-hari gw dengan warna-warna yang indah, meski itu harus di belakang papa!" akunya.
"Vil!"
"Lo mau kan jadi pacar gw, Vio?"
Kutatap tepat dimatanya, dalam hati aku bersorak tapi lagi-lagi aku harus kembali pada kenyataan yang ada. Aku harus tetap profesional, aku tidak boleh melanggar aturan.
"Kita pulang sekarang!"
Aku tak memberi jawaban dari pernytaannya, jika ku tolak mentah-mentah nanti dia malah patah hati, kalau ku jawab iya, aku akan mempertaruhkan integritasku.
Aku langsung masuk ke kamar sesampainya di rumah besar itu, dan kulihat dia juga memasuki kamarnya. Malam ini si Evil tak punya jadwal les apapun, jadi kami di rumah saja. Biasanya sih main ps bareng atau nonton film baru, tapi sejak pernyataannya tadi kurasa aku harus mulai sedikit menjaga jarak.
Ku tatap layar monitor di atas mejaku, ku rasakan pintu kamarku terbuka, memang tak pernah di kunci agar gampang kalau terjadi sesuatu. Pintu tertutup rapat kembali, bayangan mendekatiku, aku tahu siapa dia, dia langsung saja duduk di ranjangku. Ku rasakan matanya sedang menatapku tajam, aku yang hanya mengenakan baju santai. Ku pura-pura acuh saja.
"Jadi....lo gak suka sama gw lebih dari teman ya, atau....selama ini hubungan kita cuma lo anggap sebagai bisnis saja. Lo deket sama gw karena lo di bayar buat itu, iya?" kesalnya. Aku tak menyahut.