Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #28 ; Bukan Aku!

8 Agustus 2015   16:39 Diperbarui: 8 Agustus 2015   16:43 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ridwan melihat tangan Alisa berlumur darah, dan tubuh Nadine tergeletak di sisinya dengan keadaan yang mengenaskan. Wajahnya penuh luka, bahkan darah mengalir dari kepalanya, selain itu perutnya juga berlumur darah. Tak jauh dari tubuhnya sebilah pisau tergeletak, berwarna merah oleh darah.

"Nadine!"

Ridwan menghampiri Nadine, "astaugfirullah haladzim, Nadine!" panik Ridwan, ia memungut kepala Nadine, saat itu Nadine masih sadar. Mulutnya membuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tak ada suara yang terdengar dan akhirnya tubuh Nadine terkulai.

"Nadine, Nadine....!"

Ridwan menoleh Alisa yang masih berdiri, "apa yang kamu lakukan Alisa?" tanyanya, "Wan..., aku....!"

"Kamu tega berbuat seperti ini sama Nadine?"

"Tidak, aku.....!"

"Simpan pembelaanmu di pengadilan!" potong Ridwan seraya mengangkat tubuh Nadine, ia masih merasakan nafas wanita itu meski sangat lemah. Alisa terpaku mendengar kalimat Ridwan, "Wan....!" desisnya,

"Jangan melarikan diri!" potongnya lagi lalu membawa Nadine keluar dari sana.

Airmata Alisa yang sudah mengalir, kini bertambah deras. "Wan, aku cuma mau bilang....bukan aku yang melukai Nadine. Bukan aku!"

Ridwan segera membawa Nadine ke rumah sakit terdekat, sementara tak berapa lama polisi datang ke rumah Alisa, menggelandangnya ke kantor polisi. Saat di bekuk Alisa sedang terduduk di dekat simpahan darah Nadine, ia sadar akan sesuatu, ia yang mencabut pisau itu dari tubuh Nadine. Sudah tentu sidik jarinya akan berada di gagang pisau itu, tetapi Cheryl juga memegangnya, pasti sidik jarinya juga ada di sana kan?

Nadine sedang di tangani di ICU ketika keluarganya datang, sementara Cheryl memasuki apartemennya dengan tergesa, ia segera melepas sarung tangan silicon yang di kenakannya di kedua tangannya. Membuangnya ke tong sampah, ia memungut segelas air dan menenggaknya hingga kosong. Tetapi ia masih gemetaran, masih belum tenang, maka iapun berhambus ke kamarnya. Membuka laci dan memungut sebuah plastik bening kecil. Menuang isinya di tangan, memungut dua butir dan menelannya. Menikmati reaksi yang ia rasakan seraya memejamkan mata dan memegang pinggiran meja kencang.

Perlahan ia mulai tenang, membiarkan tubuhnya terduduk ke lantai.

"Ridwan, bagaimana keadaan Nadine?"

"Aku masih belum tahu tante!"

"Bagaimana ini bisa terjadi?" tangis Ratna, "kan ibu sudah bilang, Alisa itu berbahaya. Kamu tidak seharusnya membiarkan Nadine dekat sama dia!" sela Dewi. Kali ini Ridwan terdiam, sesungguhnya ia masih tak percaya dengan apa yang di temukannya. Tapi jika di ingat Alisa memang mengancam Nadine, dan bagaimanapun di rumah itu memang hanya ada Alisa dan Nadine.

"Kalau terjadi sesuatu dengan Nadine, Alisa harus mempertanggungjawabkannya!"

* * *

Alisa memegang jeruji besi yang mengurungnya, setelah di lakukan pemeriksaan ternyata di rumah itu hanya ada sidik jarinya dan Nadine saja. Tidak ada sidik jari orang lain, bahkan Cheryl. Bagaimana bisa, padahal sudah jelas Cheryl menyentuh banyak barang saat terjadi perkelahian, bahkan Cheryl memegang pisau itu, karena Cheryl yang menusuk Nadine. Tapi kenapa hanya ada sidik jarinya di pisau itu? Lalu apa yang akan ia lakukan, apa yang akan di katakannya nanti. Meskipun ia memohon tidak akan ada yang percaya kalau bukam dirinya yang melakukannya, tidak akan ada yang percaya kalau Cheryl juga ada di sana. Kecuali....

Kecuali Nadine selamat dan mengatakan yang sesungguhnya, tetapi Nadine menerima tusukan itu untuk menyelamatkannya. Seharusnya dirinya yang tertusuk, dirinya yang meregang nyawa.

Jika sampai Nadine tidak selamat, maka iapun tidak akan bisa memaafkan dirinya.

Dokter keluar dari ruang ICU, semua orang menghampirinya.

"Dokter, bagaimana keadaan Nadine?" tanya Ridwan, semuanya menunggu penjelasan dokter.

"Saudari Nadine kehilangan banyak darah, keadaannya sangat kritis. Dia juga mengalami beberapa cedera di kepalanya, dan....!"

"Dan apa dok?" tanya Pasha,

"Pisau yang menusuknya melukai salah satu ginjalnya, cukup parah, kami terpaksa harus mengangkat ginjal yang rusak itu tetapi...." dokter kembali diam, semua menunggu. "saudari Nadine membutuhkan donor ginjal yang cocok untuk bisa bertahan hidup, dan untuk mendapatkan donor ginjal dalam waktu dekat sangatlah sulit. Tapi kami akan mengusahakan, secepat mungkin!"

"Berapa lama Nadine bisa bertahan jika belum mendapatkan donor ginjal?" tanya Ridwan, "Mungkin....tidak sampai 12 jam dari sekarang, untungnya persediaan darah di sini memadai sehingga bisa melakukan tranfusi dengan cepat!"

"Lakukan apapun agar putri kami selamat, dok!" pinta Ratna dengan airmata. "Dok, apa golongan darah Nadine?" tanya Ridwan lagi,

"A plus!"

Ridwan sedikit membalikan tubuhnya, Nadine tidak akan bertahan hingga 12 jam jika tak segera mendapatkan ginjal yang cocok untuknya, sementara golongan darahnya AB, pasti tidak akan cocok kan? Dan Ridwan ingat sesuatu, seseorang....

* * *

Lucas sedang berbicara dengan teman kerjanya di kantor, "kamu nggak jadi ngambil kasus itu?" tanya Ferdi, Lucas mendesah, "aku lagi memikirkan sesuatu, dan...aku lagi nggak siap keluar kota!"  

"Sebenarnya ada kasus masuk semalam, tapi di Tangerang. Seorang nenek-nenek!" seru Ferdi, Lucas terdiam, lalu telinganya menangkap berita tv yang sedari tadi mereka acuhkan. Ia seperti mendengar nama yang ia kenal, makanya ia menoleh dan membesarkan volume tvnya. Menyimak dengan baik berita pembunuhan itu,

"A.P!" desisnya, ia melihat dengan jelas wajah wanita yang di borgol saat di bawa ke dalam mobil polisi, "itu kan Alisa, ini tidak mungkin!" lanjutnya tak percaya.

"Kamu kenal dia?"

"Dia alasanku terjun ke sini!"

"Jadi dia...."

"Iya, tapi....aku tidak percaya dengan berita ini. Dia tidak mungkin melakukannya!"

"Sepertinya...dia akan menjadi calon klienmu!"

Lucas langsung menyambar jasnya dan berdiri, "aku pergi!" katanya setengah berlari.

* * * * *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun