Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Last Hunter #Part 1

16 Juni 2015   22:18 Diperbarui: 21 September 2018   20:47 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa Aku?

 

Aku masih terpaku dengan semua kenyataan yang kuketahui, ini sungguh di luar akalku. Bagaimana mungkin, bagaimana bisa? Kucubit pahaku sendiri untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Cubitan pertama tak membuatku yakin maka kuulangi dengan lebih kencang, ouh ... sakitnya, ternyata aku tak sedang bermimpi.

Kutatap dua orang yang yang duduk di depanku, cara berpakaian dan sikap mereka memang sudah cukup menunjukan siapa mereka. Tapi aku, ini tidak mungkin! Aku hanya remaja biasa yang memiliki segudang catatan hitam di sekolah karena membela diriku sendiri. Tahu kenapa, terkadang aku terpaksa membuat teman sekolahku harus masuk rumah sakit karena ejekannya padaku. Mereka bilang aku anak yang aneh, penyendiri, tak mau bergaul. Bukan mauku, orangtuaku terus menekankan padaku bahwa aku harus menjaga jarak dari teman-temanku. Kurangi bergaul, atau ... jangan terlalu erat berteman. Itu memang aneh, mereka tak memberiku alasan pasti akan larangan yang mereka buat, tapi aku mematuhinya karena mereka orangtuaku. Dan sekarang, aku harus menerima kenyataan bahwa mereka bukan orangtua kandungku. Mereka hanyalah orangtua asuhku selama ini, dibayar untuk membesarkanku dan memastikan keamananku! Bingung? Aku sendiri bingung.

"Kalian bilang Lily dan Dave bukan orangtuaku?"

"Kami tak mengulangi penjelasan kami, sekarang sudah waktunya kau ikut kami. Karena keberadaanmu sudah terlacak, maka di sini bukan lagi tempat yang aman untukmu!"

"Aku tidak akan pergi ke mana-mana!"

"Kalau begitu kami harus memaksamu!"

Aku terpaksa harus melawan kedua orang yang datang ke rumah dan menceritakan hal yang menurutku tidak masuk akal itu. Tapi entah apa yang terjadi kedua orangtuaku ikut menyerangku untuk meringkusku. Terakhir aku sadar ibuku memukul kepalaku dengan penggorengan, masih sempat kulihat wajahnya seraya meraba wajahku dan berbisik, "Maafkan Ibu!" setelah itu semua menjadi gelap.

Saat sadar aku berada di sebuah kamar besar yang mewah, di sebuah hotel yang aku tak tahu di mana. Tak ada siapa pun di sana, aku mencoba membuka pintu. Terkunci, kutendang saja daun pintu itu dan kakiku malah kesakitan.

Sial!

"Kenapa sekarang aku malah seperti tahanan?"

Tak ada yang bisa kulakukan karena tak ada yang bisa kutemukan di sini, jadi kurebahkan kembali saja tubuh ini ke ranjang. Tak berapa lama kudengar suara pintu terbuka, aku langsung bangkit. Pasti dua orang itu lagi, aku bersikap tenang saja.

Tapi ternyata yang datang adalah beberapa orang yang tak kukenal, mereka langsung saja hendak meringkusku. Aku pun tak punya pilihan selain melawan. Entah keberanian darimana yang kudapatkan, meski semua kemampuan dalam bela diri sudah tak asing bagiku. Orangtuaku, maksudku orangtua asuhku. Mereka mengajariku banyak hal, mulai dari bela diri, panjat tebing, mendaki, arum jeram, menembak, bahkan bermain anggar. Berkuda juga menjadi kebiasaanku di setiap minggu bersama pria yang kupanggil Ayah selama ini. Setelah itu kami akan menyelam, dan lain-lain. Selama ini aku tidak mencurigai begitu banyak kegiatan yang harus aku rutini karena aku pun menyukai semua itu. Tapi aku baru sadar satu hal, sebenarnya ... mereka melatihku. Mempersiapkanku untuk sesuatu yang besar. Nyatanya orang-orang itu kulumpuhkan hanya dalam hitungan kurang dari 5 menit.

Tak berhenti sampai di situ, kedua orang yang menjemputku membawaku pergi dari kejaran musuh yang aku tak tahu siapa. Kami terus mengejar waktu hingga aku kehilangan keduanya, kata yang wanita kedua orangtua asuhku juga sudah tewas oleh musuh tak lama setelah aku meninggalkan rumah. Tugas mereka memang untuk melindungiku dengan nyawa mereka. Sampai saat ini aku masih tak tahu siapa orangtuaku, itu masih menjadi pertanyaan besar bagiku. Sekarang aku berjalan sendiri, semua tempat yang aku singgahi pasti akan hancur oleh para pemburuku. Itu membuatku takut untuk singgah di mana pun. Yang bisa kulakukan adalah terus berlari untuk bisa terus hidup agar aku tahu siapa diriku. Hingga aku menyadari sesuatu, aku dipersiapkan bukan untuk diburu tapi ... untuk memburu.

----------o0o----------

 

Next, Part 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun