Dokter yang berjaga malam itu segera memeriksa keadaan Danny, Frans dan Karen segera mendatangi ruangannya setelah tahu Danny sudah sadar. "ini keajaiban, pasien pulih lebih cepat dari perkiraan kami. Bahkan kondisi tubuhnya sudah mulai membaik!" seru dokter. Frans dan Karen bernafas lega mendengar hal itu, setelah dokter berlalu keduanya menemui Danny yang duduk bersandar di ranjang. Dia memang terlihat sudah membaik meski masih sedikit pucat.
"Hai kawan, bagaimana keadaanmu?" tanya Frans, "kau di sini!" sahut Danny. "hei, itu tidak sopan. Harusnya kau merasa beruntung aku masih peduli padamu, ucapkan terima kasih atau apa?" kesal Frans. Danny mengeluarkan tawa ringan, "bukan kau yang datang menyelamatkanku untuk apa aku berterima kasih padamu!" balasnya,
"Kau memang brengsek dan tidak tahu terima kasih!" cibir Frans,
Danny memutar pandangannya ke arah Karen yang hanya terdiam menatapnya. Ada sesuatu yang ia baca dari mata wanita itu. "hai!" sapanya.
"H-hai!" sahut Karen.
"Kau di sini juga?"
"Putraku ada di sini, bagaimana aku tidak ke sini?" sahutnya.
"Bagaimana mereka?"
"Mereka baik-baik saja, meski Sharon sempat sangat terguncang dengan kondisimu!"
Ada kediaman dalam ruangan itu, keduanya saling pandang dengan tatapan yang tak biasa. Frans melirik mereka bergantian, lalu ia mendesah dan berseru, "ku rasa....aku membutuhkan kopi panas di luar!" ia menyentuh lengan Danny, menepuknya pelan dan berlalu.
Setelah Frans menghilang keduanya masih di selimuti keheningan, hanya mata mereka yang saling bercengkrama. Danny bisa melihat ada ketakutan di mata wanita itu yang mulai berkaca-kaca.
"Apakah sebelumnya kondisiku seburuk itu?" tanya Danny. Karen menghela nafas dalam sebelum menjawab, "kau membuat kami semua ketakutan, apa kau tidak bisa sekali saja tidak membahayakan nyawamu?" kesalnya.
"Apa kau juga takut jika aku akan mati?"
Karen sedikit tertegun, itu benar tapi ia tak ingin Danny tahu meski ia tahu ia tak mampu menyembunyikan hal itu. "Sharon masih sangat membutuhkanmu, harusnya itu yang kau pikirkan!" dalihnya. "apa kekhawatiranmu hanya karena Sharon?" pancing Danny.
Karen tak langsung menjawab, ia sedikit menjauhkan matanya dari Danny. "apa yang harus aku takutkan lagi, selama ini aku mampu bertahan seorang diri bersama Sammy!" serunya. Danny memandangnya semakin dalam.
"Kau benar, seharusnya aku tak melemparkan pertanyaan bodoh seperti itu!" meski Danny berkata seperti itu tapi ia tahu kalau Danny pasti tetap bisa membaca sikapnya. Maka iapun mencari alasan lain untuk menghindari percakapan itu.
"Aku harus kembali ke ruangan Sammy, kau juga masih butuh istirahat bukan!" katanya seraya berdiri dan membalikan tubuhnya. "apakah dokter belum mengijinkanku menemui mereka?" tanya Danny. Karen menghentikan langkah, menoleh padanya.
"Aku ingin sekali melihat mereka!" pintanya.
*****
Danny memandang Sharon yang tertidur lelap di sofa, gadis itu tampak begitu lelah. Ia membelai rambutnya dengan lembut, "maafkan papa, sayang!" desisnya, iapun mendaratkan sebuah kecupan di kening Sharon sebelum berpindah ke ranjang untuk melihat Sammy.