*****
Dika berkelahi dengan beberapa orang, perkelahian yang tak berimbang dna adil sehingga membuatnya harus mendapatkan luka di wajahnya. Tapi akhirnya ia bisa mengusir orang-orang itu menjauh kocar-kacir. Setelah orang-orang itu pergi ia memungut sebuah tas yang tergeletak di jalanan seraya mengelap darah yang terpercik dari ujung bibirnya. Dia menghampiri ibu-ibu yang berdiri di bawah pohon, "ini tas anda!"
"Terima kasih ya nak, sudah menolong saya. Tas ini berisi surat-surat penting, jika sampai hilang saya tidak tahu harus bagaimana!"
"Lain kali Ibu hati-hati, atau....jangan pergi sendirian. Di daerah ini memang rawan jambret!"
"Iya, sekali lagi terima kasih ya nak!"
Dika tersenyum lalu berjalan menjauh, wanita itu memandangnya sejenak lalu mencari taksi. Seperti kemarin Mawar masih belum bisa di terima di klub basket putri. Selama latihan ia mendapat kejailan dari beberapa anak seperti mendapat operan yang sangat keras, meski bisa menangkapnya tetap saja tangannya terasa panas. Juga di tubruk saat hendak melempar nola ke ring, bahkan sampai terpental dan terduduk di lantai. Membuat dirinya bagaikan pemain yang payah, satu hantaman keras dari Anita mengenai salah satu pipinya. Membuatnya merah padam dan twras sangat panas bagai di bakar. Mawar memegang pipinya seraya meringis.
"Kalau nggak bisa main makanya latihan yang bener, jadi bolanya nggak nyasar. Itu salah kamu sendiri!" cibir Anita. Mawar membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia melihat pipinya di cermin. Terlihat merah dan ada sedikit lebam membiru di tulang pipinya.
*****
Mawar sudah berdiri di tempat biasa untuk menunggu Dika, ketika pemuda itu tiba ia sedikit menunduk karena tak mau memperlihatkan luka di pipinya.
"Maaf ya, aku sedikit telat!" katanya tanpa turun dari motor. Mawarpun langsung naik dan Dika langsung menjalankan motornya.
Dika membawanya ke sebuah taman kota, mereka duduk berdampingan di depan danau yang tak yang tak terlalu luas. Dika menoleh dan memperhatikan wajahnya, ia baru sadar kalau ada luka lebam di tulang pipi gadis itu.