Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Price of Blood #Part 23

6 Mei 2015   08:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:20 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Part 23

Sharon memang terlihat tenang padahal kepalanya di todong oleh senjata api yang kapan saja siap mengeluarkan isi batok kepalanya itu, tapi tetap saja Danny bisa melihat ketakutan di matanya. Salah satu anak buah Ferian hendak melayangkan tinju ke arah Danny, tapi Ferian menyetopnya dengan mengangsurkan tangannya.


"Aku punya satu pertunjukan yang ingin sekali ku saksikan, dan ini pasti akan sangat menyenangkan!" seru Ferian tanpa melepas pandangannya dari Danny. Ia melangkah ke arah Sammy, anak lelaki itu masih diam seperti patung. Pandangannya kosong. Ferian menyentuh pundaknya dan itu membuatnya bereaksi, Sammy sedikit menggerakan kepalanya ke arah orang di sampingnya. Ferian seperti membisikan sesuatu padanya. Perlahan Sammy menegakan kepalanya kembali, lalu matanya berputar ke arah Danny. Menatapnya tajam, sorot matanya dingin dan menusuk. Kakinya mulai melangkah ke arah Danny.


Sementara rombongan Anton bertemu dengan Budi, mereka diam saling memandang. Sejurus kemudian mereka saling menyerang, baku tembakpun tak terhindarkan. Beberapa orang yang mengawal Anton tergeletak, itu membuat Anton panik dan mempercepat langkahnya melalui lorong yang lain di ikuti dua orang bersenjata untuk melindunginya. Baku tembak itu membuat satu regu dari Jonan mendengar dan bergegas menghampiri arah suara, kebetulan itu regu yang di pimpin langsung oleh Jendral Jonan. Setibanya di tempat itu, Budi menoleh dan mengarahkan senjatanya ke arah mereka tapi belum sempat ia menembak beberapa anak buah Jonan sudah menembaknya lebih dulu, dan salah satu pelurunya mengenai pundaknya. Budi berlindung di balik tembok, Jonan menghentikan aksi anak buahnya dengan mengangkat tangannya. Tapi ada tembakan dari sisi lain yang akhirnya mengenai salah satu anak buahnya, membuatnya terbunuh. Mereka segera merapat tembok untuk berlindung. Sebenarnya saat Budi mengarahkan senjatanya ke arah mereka itu hanya refleks tapi ia segera mengurungkan niatnya ketika tahu siapa yang datang, sayangnya anak buah Jonan tak sabar dan langsung menembaknya. Baku tembak dengan pihak Anton masih berlangsung dengan anggota Jonan, sementara Budi mencoba menekan lukanya dengan tangan. Dua anak buah Anton segera menyusul bosnya untuk menghindari serangan. Jonan menyuruh sebagian anak buahnya untuk mengikuti kedua orang itu sementara dirinya berjalan ke arah Budi berlindung, Budi bisa merasakan ada langkah kaki pelan mendekatinya. Ia segera mempersiapka senjatanya kembali dan memunculkan diri, menodongkan senjata api laras panjangnya ke arah Jonan. Hal itu membuat sisa anak buah Jonan kembali mengangkat senjata.


Budi menurunkan senjata apinya perlahan, "sebaiknya kau cegah orang itu untuk kabur, aku yakin dia punya jalan rahasia di bawah sana. Jika tidak dia tak akan lari ke sana!" seru Budi, "kau yang bersama dengan Danny?" tanya Jonan.


"Kau membuatku melamban!" tuduhnya seraya melirik luka di pundaknya. Jonan mengangkat tangannya agar anak buahnya menurunkan senjata mereka. "dia teman kita!" serunya. "mungkin BrigJend Hatta membutuhkan bantuan!" desis Budi seraya melangkah melewati Jonan. Sementara Jonan hanya meliriknya sejenak lalu ia mengejar Anton di ikuti oleh anak buahnya.


Terdengar tembakan di depan mereka, merekapun mempercepat langkah sehingga menemukan ada anggotanya yang tergeletak tak bernyawa. Jonan berhenti sejenak untuk memeriksa apakah anak buahnya itu masih hidup, setelah memastikan dan ternyara sudah tewas iapun melanjutkan langkah lebih cepat.


*****


Danny berdiri berhadapan dengan putranya sendiri, anak itu menatapnya tajam. "Sammy!" desis Danny, tapi bukan sahutan yang ia dapat melainkan sebuah tinju di wajahnya. Membuatnya sedikit melangkah mundur.


"Papa!" seru Sharon, ia tak mengerti kenapa Sammy menyerang papanya. "Sammy, itu papa!" teriak Sharon.


Danny kembali menatap putranya, "Sammy!" desisnya lagi, tapi anak itu hanya diam memandangnya. Beberapa detik kemudian Sammy kembali menyerangnya, kali ini Danny berhasil menghindar. Ketika Sammy hendak melayangkan tinju kembali Danny menyetopnya dengan kedua tangannya.


"Sammy, it's me!" teriaknya, anak itu terhenti. Memandangnya, tapi sedetik kemudian melanjutkan tinjunya. Danny berhasil menghindar lagi, Sammy kembali menyerangnya lebih rutin dan ganas. Danny hanya berusaha menghindar dan menghalau serangan putranya, ia tak mau melukainya. Tapi Sammy terus menyerangnya, tenaganya pun menjadi cukup kuat. Danny menangkap kepalan tangan Sammy yang mengarah ke wajahnya, "Sammy enough, I don't want to fight you!" desisnya, tapi Sammy malah menendang perutnya hingga terpental.


"Papa!" seru Sharon, Sammy kembali menyerangnya dan lagi-lagi Damny hanya menghindari serangan tanpa ingin membalas hingga ia pun harus terjerembat ke lantai akibat bantingan dari anak lelaki itu. Sharon semakin panik menyaksikannya.


"Sammy cukup!" teriak Sharon ketika Sammy melangkah ke arah Danny yang sedang mencoba berdiri. Begitu sampai di kakinya ia segera menangkis pukulan yang Sammy lancarkan kembali untuknya.


"Sammy cukup, itu papa. Aku mohon hentikan!" teriaknya seraya meronta dari tangan orang yang menahannya, tapi cengkeraman orang itu di lengannya semakin kuat.


Ferian hanya tersenyum seraya duduk di sebuah kursi yang tadi di seret oleh anak buahnya untuk tempatnya duduk.


"Apa yang kau lakukan padanya, kenapa dia jadi seperti itu?" teriak Sharon pada Ferian, tapi Ferian hanya meliriknya saja. Danny masih tak mau melawan, sementara Sammy terus menyerangnya hingga membuatnya terbanting, terpental. Beberapa memar mulai tampak di wajahnya, Bahkan hidung dan mulutnya berdarah.


"Papa, papa lakukan sesuatu!" pinta Sharon, "papa buat Sammy sadar!" teriaknya lagi.


Sementara Jonan terus mengejar Anton hingga ke basement, kembali terjadi adu tembak di antara mereka. Anton mempercepat langkahnya ke arah sebuah mobil yang masih di tutupi kain seraya mencoba melindungi tas yang di tentengnya itu. Ia terus berfikir bagaimana harus bisa membawa barang itu keluar dari sana dengan aman. Ia tak mau uang yang selama ini ia habiskan akan hilang begitu saja jika sampai dirinya tertangkap dan barang-barang itu di sita atau bahkan di hancurkan. Sedang Budi mencoba membersihkan jalannya menuju, entah ia akan menuju kemana tapi yang pasti ia harus bisa menemukan Danny dan membantunya. Di beberapa bagian, anak buah Jonan juga sibuk baku tembak dengan para penjaga tempat itu yang lumayan banyak.


Danny masih bertarung dengan Sammy yang rasanya berubah menjadi orang lain. Dia bahkan tak mengenali dirinya sendiri, Sekali lagi tubuh Danny terbanting ke lantai. Sharon hanya mampu mengalirkan airmata melihat papa dan kakaknya bertarung, "papa!" desisnya. Danny mencoba berdiri, "papa, papa harus lakukan sesuatu agar Sammy sadar pa!" pintanya.


Danny kembali berdiri di atas kakinya, meski terhuyung ia mencoba untuk tetap siaga. Sharon benar, ia harus melakukan sesuatu, ia harus melawan dan mencoba menyadarkan Sammy. Akhirnya saat Sammy menyerangnya, iapun melawan tapi tetap berhati-hati agar anak itu tidak terluka. Mendapat perlawanan keras ternyata membuat Sammy semakin garang. Meski kena pukulan dan hantaman sepertinya anak itu tidak merasakan sakit, tapi jika terus seperti itu bisa-bisa saat sadar itu justru membuat nyawanya terancam.


Danny melirik Ferian yang duduk asyik menyaksikan mereka bertarung, lalu matanya berpindah ke arah Sharon yang terlihat sangat panik. Sammy menyerangnya lagi dan iapum segera menghindar, mencoba mencari titik lemah agah anak itu bisa kembali menjadi dirinya. Ia menangkap tangan Sammy yang berusaha menghantamnya, lalu memutar tubuh anak itu hingga berada di depannya.


"Sammy, sadarlah. Kita bukan musuh!" bisiknya di telinga anak itu, tapi anak itu malah meronta semakin kencang dan mengadukan kepala mereka. Danny terhenyak ke belakang dan melepaskan cengkeramannya, Sammy segera menendangnya hingga terpental. Menyerangnya bertubi-tubi, membuat Danny terlempar ke lantai.


"Sammy enough!" teriak Sharon dengan airmatanya, "he is your Dad, Sammy stop it!" teriaknya lagi ketika anak lelaki itu menghampiri Danny yang sedang berusaha berdiri. Danny menggelengkan kepala untuk menghilangkan rasa pening.


Cukup sudah, aku tidak akan membiarkanmu tertawa lagi Ferian!


Danny berdiri tegap, menatap Sammy yang menyerangnya. Ia segera bisa menghindar, mencoba menangkap tubuh anak itu yang makin garang menyerangnya. Ia berhasil memberinya beberapa pukulan di perut, tidak terlalu keras tapi cukup membuatnya sedikit melemah. Ketika anak itu kembali berlari menyerangnya, Danny sudah bersiaga untuk menyerangnya. Ia sengaja menunggu anak itu samlai padanya, menangkis serangannya dan akhirnya memberinya sebuah tendangan di dada yang membuat anak itu terpental jauh ke belakang. Tubuh dan kepalanya membentur tembok lalu jatuh ke lantai,


"Sammy!" desis Sharon.


Anak lelaki itu cukup kesakitan memegang dadanya, bahkan kepalanya sedikit mengalirkan darah. Danny menatapnya cemas, dalam hati ia berdo'a. Semoga Sammy baik-baik saja! Sebenarnya Danny ingin sekali menghampiri dan menolong putranya tapi ia masih menunggu reaksi. Sammy terlihat memegang kepalanya yang mulai pusing dan sakit, baik Danny maupun Sharon nampak panik melihatnya. Perlahan tubuh Sammy melemah dan jatuh tak sadarkan diri, tergeletak di lantai. Danny hendak menghampirinya, melihat hal itu Ferian berdiri dari duduknya dengan marah. Ia memberi isyarat pada anak buahnya untuk menyerang Danny. Beberapa orang itu pun segera melaksanakan tugasnya, Danny terpaksa harus menunda niatnya untuk menolong Sammy.


Sharon juga tak mau diam, ia mencoba mencari celah untuk bisa lepas dari orang yang menawannya. Ia menginjak kami orang itu hingga membuatnya meraung, melepaskannya. Saat itu ia segera berbalik dan meninju wajah orang itu, merebut senjata api dari tangan orang itu. Tak menunggu lama ia segera menembak dada orang itu hingga tersungkur. Setelah itu ia menghampiri tubuh Sammy yang tak sadarkan diri sementara Danny bertarung dengan beberapa orang.


"Sammy!" desisnya mengguncang tubuh kakaknya, ia memungut kepalanya. Memeriksa nafas dan jantungnya. Akhirnya ia bisa bernafas sedikit lega karena Sammy masih hidup, "Sammy, Sammy!" desisnya menepuk pipinya. Tak ada reaksi, "aduh.....bagaimana ini?" cemasnya. Ia mencoba menepuk pipi Sammy lagi untuk menyadarkannya, karena masih tak ada reaksi maka ia pun menamparnya keras saja. Benar saja, seketika anak lelaki itu tersentak. Bergerak, sedikit merintih. Sharon tersenyum girang melihatnya, "Sammy, syukurlah kamu sudah sadar!"


Perlahan Sammy membuka matanya, samar ia melihat wajah Sharon di depannya. Tersenyum menatapnya, tapi di belakang gadis itu ada seseorang yang menghampirinya. Sammy menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan rasa pening, Sharon merasakan sebuah pergerakan di belakangnya. Iapun menoleh secara perlahan, orang itu menodongkan senjata api tepat di kepalanya.


**********


A Danny Hatta Novel Trilogi ;


# Price of Blood (the last novel)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun