"Keadaannya sudah cukup berbeda, kamu sendiri yang bilang kan!"
"Kenapa kamu cepat berubah, tempo hari kamu memintaku meninggalkan Nadine dan sekarang kamu meminta agar kita menjaga jarak?"
"Karena itu yang terbaik!"
Alisa melangkah dan duduk di bangku itu.
"Aku banyak berfikir....., aku sudah banyak melakukan kesalahan dan aku tak mau menambahnya lagi!"
Ridwan ikut duduk, "bukankah semua orang berbuat salah!" timpal Ridwan. "tapi tidak ada yang mau terus berbuat salah, bukankah seharusnya kamu menjemput Nadine?" akhirnya Alisa mengalihkan pembicaraan mereka.
"Kenapa kamu selalu menyebut Nadine saat kita bicara?"
"Karena dia memang ada, apakah aku harus menyebut orang lain?"
"Aku berfikir keras belakangan, dan sepertinya.....aku memilih bersamamu!"
Alisa menolehnya seketika, tapi ia tak mengucap apapun. "semakin hari....aku merasa semakin menginginkanmu. Aku sadar.....aku juga mencintai Nadine, tapi aku tidak mungkin memiliki kalian berdua kan?"
"Apa maksudmu?"
"Kamu yang memintaku memilih, awalnya.....memang sangat sulit. Aku tidak ingin melukai Nadine, tapi aku juga tidak mau kehilangan kamu. Mungkin akan lebih baik jika aku beritahu Nadine tentang kita!"
Alisa menggeleng pelan, "tidak, mungkin.....dulu aku memang sempat menyalahkan Nadine karena dia menggantikan aku di hatimu. Tapi aku sadar, itu bukan salah Nadine. Itu kesalahanku sendiri, akan lebih baik jika Nadine tidak pernah tahu tentang kita!"
"Itu tidak mungkin, kalian bahkan bersahabat. Cepat atau lambat Nadine pasti akan tahu,"
"Aku yang akan pergi!"
"Apa?"
"Aku akan pergi setelah kontes nanti!"