Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

White Rose #4; Perpisahan

16 April 2015   17:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"White Rose, kedengarannya lebih enak di ucap!"
"Jangan!"
"Kenapa?"
"Cuma keluarga aku yang boleh panggil aku dengan nama itu!"
"Tapi itu kan artinya sama saja, cuma beda bahasa!" protes Dika, "pokoknya nggak boleh!" keukeuh Mawar. "tapi....kalau aku pingin panggil kamu dengan nama itu, gimana?"

Rose terdiam, "ehm....., boleh. Asal.....kalau kita pas berdua aja!" syaratnya. "ok, terus apa maksudnya ini?" tanya Dika menunjukan kalung itu.
"Aku mau kamu simpan itu buat aku, jangan sampai hilang ya!" pintanya.

Dika sedikit termangu mendengar pernyataan Rose, "kenapa kamu kasih ke aku?" tanya Dika. "karena aku percaya sama kamu!"
"Tapi aku nggak punya apa-apa buat aku kasih ke kamu!"
"Nggak apa-apa, kamu udah kasih aku hal yang lebih berharga. Dengan kasih aku semangat dan mau berteman sama aku!"

Dika jadi sedikit tersipu, terdengar bunyi klakson dari mobil orangtuanya, "Rose, aku harus pergi. Nanti aku telepon ke rumah paman Fahri kalau sudah sampai!" janjinya. "iya, jangan lupa ya?"
"Beres!" serunya memberi senyuman lalu mulai melangkah pergi. Sebelum masuk ke dalam mobil ia menyempatkan diri untuk menoleh Rose, tapi gadis itu malah sudah berjalan memunggunginya. Mungkin memandang dirinya pergi akan membuatnya sedih itu sebabnya ia memilih untuk tak melihat. Dika memasuki mobil.

"Siapa sayang?" tanya Asti.
"Teman ma!"
"Teman...., kaya'nya spesial!" sindir Asti, "Rose memang spesial!" sahut Dika seraya memandang liontin mawar putih di tangannya.

Rose pergi ke lapangan dan memandang hamparan hijau itu, ia teringat semua kenangannya bersama Dika yang sangat singkat. Itu memang pertemuan yang singat tapi cukup meninggalkan sebuah kenangan manis. Ia ingat tiap detail kalimat yang Dika ucapkan untuknya dan tak akan melupakannya. Benar, setelah lima jam ia berpisah dengan Dika. Anak lelaki itu meneleponnya, setelah itu setiap pagi Dika menelponnya sebelum berangkat sekolah. Oleh dorongan dari Dika, Rose menjalani terapi untuk kakinya. Ia bahkan sangat bersemangat untuk sembuh.

Setelah itu telepon dari Dika pun mulai berkurang, sekarang jadi seminggu sekali karena jadwal Dika juga padat. Mulai dari sekolah, latihan basket, sampai les tambahan. Tentu itu cukup menyita waktu dan membuatnya kelelahan. Hubungan mereka semakin erat melalui telepon selama hampir dua tahun, tapi suatu malam Dika menelponnya dan memberikan kabar yang cukup membuat Rose sedih.

"Ke Inggris?" desis Rose,
"Papaku dimutasi ke sana, jadi kami harus pindah!"
"Apa kita masih bisa telpon-telponan?"
"Kalau ada waktu aku akan telepon kamu!"

Ada keheningan di antara percakapan itu, "Rose!" panggil Dika, "kamu marah ya?" tanyanya, "nggak, kenapa harus marah?"
"Habis kamu diem aja. Oya, gimana kaki kamu?"
"Aku sudah mulai bisa jalan tanpa tongkat meski masih sedikit pincang, tapi kata dokternya mungkin tak lama lagi aku akan bisa jalan dengan normal!"
"Wah....bagus dong!"
"Kalau aku sudah bisa main basket lagi......, mungkin nggak kita bisa bertanding seperti janji kamu dulu. Kan sekarang kamu bakal tinggal di Inggris?"

"Kan nggak selama aku bakal tinggal di Inggris, suatu saat kalau aku sudah besar aku akan kembali ke Indonesia. Dan kita akan ketemu!"

Rose terdiam, ia agak ragu dengan hal itu. Percakapan itu berlangsung cukup lama, setelah sampai di Inggris Dika memerlukan waktu satu hari sampai menelpon Rose. Karena telepon keluar negeri juga cukup mahal makanya orangtuanya juga membatasi panggilan telepon ke Indonesia. Jadi ia hanya bisa menelpon seminggu sekali. Hingga suatu hari saat ia menelpon, nomor rumah Rose tak lagi aktif. Ia mencoba beberapa kali tapi tetap sama. Sejak saat itu ia tak bisa lagi berhubungan dengan Rose, paman Fahri memang mengganti nomor teleponnya karena ada masalah dan Rose lupa untuk memberitahu Dika soal nomor barunya. Sempat ia mencoba menghubungi nomor rumah Dika yang ada di Inggris tapi ternyata juga sudah tak aktif. Sejak itu mereka putus hubungan, tak bisa saling menyapa lagi tapi dalam hati Rose yakin Dika tak melupakannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun