Acara reuni sesama desainer yang di hadirinya saat ini boleh di katakan cumup mewah, beberapa temannya bahkan berpenampilan glamor. Dan ada juga yang membuatnya terkejut, bukan karena penampilan tapi sikap dan perilakunya.
Kinan beberapa kali melirik arlojinya, "kamu kenapa, dari tadi memperhatikan jam terus?" tanya Vina, "ini, sepertinya....aku tidak bisa lama. Aku mau ikut suami ada acara di rumah mertua!"
"Yah....nggak asyik dong kalau cuma sebentar. Acaranya masih lama loh, kamu tahu si Dita mengundang beberapa teman dari gebetannya. Masih brondong bok!"
Kinan hanya tersenyum getir, suasana seperti itu memang tak ia sukai. Itu sebabnya ia memilih untuk kabur dari acara itu, kalau bukan untuk menghormati sesama teman mungkin ia tidak akan datang dan lebih memilih bersantai dengan keluarga saja.
*****
Di hari senja sepeninggal sang suami, Kinan lebih menfokuskan diri sebagai pelatih vocal di sanggar karawitannya. Sekarang ada salah satu anaknya yang mengurus butiknya, ia terus memberi semangat para anak didiknya untuk tidak pernah meninggalkan tradisi daerah meski pun kita juga menggeluti kesenian modern tapi bukan berarti kita harus melupakan darimana kita berasal. Kita harus bisa menguasainya secara seimbang, sikapnya yang ramah dan bijak membuat banyak anak muda yang tetap mau belajar kesenian daerah. Salah satu anaknya juga ikut membantunya di sana, yang kelak juga akan meneruskan perjuangannya.
Kenyataannya kesenian daerah ternyata juga di minati di luar negeri, bahkan tak jarang warga asing juga tertarik untuk ikut belajar.
*****
"Ibu, ini tehnya!" seru Nada,
Kinanthi menerima teh dari putrinya, ia sedang duduk di depan televisi menyaksikan satu grup dari anak didiknya sedang mengikuti ajang perlombaan untuk bisa mewakili negara ini ke dunia International nantinya. Karena usianya yang sudah uzur ia memilih untuk menyaksikan dari rumah saja, karena kedatangannya sudah di wakilnya oleh Darma, putranya yang membantunya di sanggar selama ini dan juga beberapa temannya yang merasa masih sehat. Terkadang di saat seperti itu ia juga merindukan kehadiran sang suami yang selalu mendukung di setiap langkahnya. Ia menyeruput teh hangatnya seraya melirik sebuah lukisan besar di dinding, lukisan seorang wanita yang sangat menginspirasinya. Lalu ia tersenyum hangat, ia percaya wanita dalam lukisan itu tak kecewa padanya. Wanita dalam lukisan itu adalah Raden Ajeng Kartini, sosok wanita yang telah memberi kesempatan bagi para wanita untuk bisa berkarya, untuk bisa menjadi lebih pintar, untuk bisa berkembang tanpa melupakan tradisi dan posisinya.
**********
20 April 2015