Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Price of Honor (Part 10)

16 Agustus 2014   15:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:24 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Danny menemui Alicya di lobi sesuai pesan yang ia dapat dari Mayor Brian.

" Aku hanya ingin kau menemaniku makan siang di luar, kebetulan ada yang ingin aku bicarakan!"
" Tapi Nona, bagaimana kalau Ibu Menteri mencariku?"
" Mama tidak makan siang keluar, paling dia akan mencarimu jika tiba waktunya ke Istana negara."

Danny diam untuk berfikir. Tapi akhirnya ia mengiyakan saja ajakan itu. Mereka makan di restoran itali, suasananya cukup romantis.

" Sebenarnya aku hanya sedang penat dengan semua masalah yang harus di hadapi!" seru Alicya memulai percakapan.
Danny hanya diam mendengarkan curhatannya, kebiasaan wanita....pasti akan curhat mengenai masalahnya. Tak apa, ia sering mendengar curhatan istrinya bila di rumah, mengenai pekerjaan lah, teman kerja atau lain sebagainya.

" Tadinya aku tak mau masuk politik, tapi aku harus membantu mama. Mama membutuhkan orang dalam yang bisa di percaya penuh. Tapi terkadang itu membosankan!"

Danny meminum minumannya. Matanya tak meninggalkan wajah gadis cantik di depannya. Ia menaruh kembali gelasnya di atas meja. Alicya menatapnya dengan tatapan sensual. Dulu saat duduk di bangku kuliah, ia sering berharap suatu saat nanti akan mendapatkan seorang suami seperti Danny Hatta. Tapi sayang ia keduluan oleh Sarah Hartono yang telah lebih dulu memikat hati pria di depannya.

" Apa kau tidak merasa penat dengan pekerjaanmu?"
" Pekerjaanku!" desis Danny. Tujuh tahun terakhir memang ia merasa penat, bergabung dengan polri menangani sektor barat. Dia lebih mencintai pekerjaannya saat dirinya masih di bawah kendali Jenderal David, di Divisi 2 , resimen ke 1. Meski sebenarnya ia muak dengan pimpinannya itu, tapi ia akui Jenderal David termasuk prajurit terbaik pula, sayang saja dia brengsek dan penjahat. Terlebih lagi MayJend Hendri. Ia bahkan tak ingin mengingat nama itu, tapi tak bisa di pungkiri. Ia tetap harus berterima kasih pada pimpinannya itu, karena berkat mereka juga ia mendapat prestasi yang cukup bagus. Jika ia tak pernah mengalami semua masa buruk itu ia tak mungkin punya keinginan bertahan di setiap maut yang mengejarnya. Di usianya yang ke 35, ia malah sudah mendapat jabatan Kolonel. Selain itu ia juga lebih menyukai karirnya saat bergabung dengan interpol. Meski ia sempat di penjara di beberapa negara, bahkan di siksa. Tapi ia tetap menikmati pekerjaan itu tanpa rasa takut.

Kini ia malah mendapat tugas sebagai pengawal pribadi Menteri Luar Negeri yang memiliki seorang putri yang jelita dan sepertinya sedang berusaha mendekatinya. Mungkin benar, gadis ini memang bisa mengganggu konsentrasi. Dari caranya bersikap, ia memang cukup menggoda setiap pria yang ada di hadapannya. Sangat elegan, meski terkadang bicaranya cenderung sembrono.

Alicya menyilakan rambut di sebelah kanan kepalanya, " Kau belum menjawab pertanyaanku, Danny!"katanya mengingatkan.

" Aku sering bosan, belakangan ini!" jawabnya.
" Kau tidak suka melindungi kami?"
" Bukan itu, maksudku....sebelum pihak Departemen memanggilku dan memberiku pekerjaan ini!"
" Oh!" sahutnya sambil menyeruput minumannya. Ia melirik Danny,

" Kau punya rokok?" tanyanya membuat mata Danny membulat. Alicya malah tertawa, tawa yang merdu dan elegan.
" Tak perlu kaget, aku sering melakukannya jika sedang penat. Di belakang mama tentunya!" serunya dengan senyuman.
" Kau punya tidak?"

Danny merogoh saku bagian dalam jasnya, gerakannya itu di nikmati oleh Alicya. Saat tangannya menekuk, otot di lengannya jelas terlihat meski terbalut kemeja putih dan jas hitam yang mewah. Membuat jantung Alicya berhenti berdetak. Danny menarik kembali lengannya, dalam sekejap sebungkus rokok sudah ada di depan mata Alicya, tergeletak di meja beserta koreknya.

Mereka duduk di meja yang berada di serambi kanan restoran, bagian itu di luar ruangan ber-ac, dindingnya hanya sampai sepinggang orang dewasa, jadi udara luar langsung berhembus meniup rambut mereka.

Alicya memungut bungkusan rokok itu, mengambilnya sebatang dan menaruhnya di sela bibirnya yang sensual dan berlipstik merah maroon, sangat macth dengan bluss merah maroonnya yang potongan bagian lehernya cukup rendah hingga garis dadanya bisa terlihat. Ia mengambil korek itu dan menyalakannya, menyulutkan api ke ujung rokok itu lali memadamkan apinya kembali. Meletakkan korek itu kembali ke atas bungkusan rokok. Ia mengisapnya dengan sangat lembut, kepulan asap mulai keluar dari mulutnya yang seksi itu.

Ia mengapit sebatang rokok yang ujungnya menyala merah itu di antara kedua jarinya yang lentik dan indah. Kuku-kukunya terawat cantik, kulitnya putih bersih bagai mutiara.

" Ibu Menteri akan menendang bokongku jika tahu aku memberimu sebatang rokok hari ini!" seru Danny. Alicya mengeluarkan tawa lagi. Lagi-lagi tawa yang merdu menggoda.
" Mungkin kau memang pantas untuk di tendang, apa istrimu sering melakukannya?" tanyanya seraya menjijing satu alisnya dengan gaya yang nakal tapi tetap berkelas.

Sekarang Danny yang tertawa, tawa yang renyah yang membuat Alicya ingin meraihnya.
" Terkadang!"
Alicya tersenyum, ia menaruh kaki kanannya di atas kaki kirinya, rok di atas lututnya berkerut sedikit naik. Menampakan kakinya yang indah. Ah...kaki Sarah lebih indah, meski tak semulus itu. Dan yang lebih indah lagi adalah cintanya.

Danny melirik keluar restoran, dari seberang jalan ada sosok yang mencurigagakan yang menarik perhatiannya. Seseorang bertopi hitam, dengan jacket jeans warna grey tampak mengamati dari kejauhan. Di tangannya ia memegang sesuatu, seperti sebuah kamera. Ia tak ingin membuat orang itu curiga.

" Maaf, boleh aku ke toilet sebentar!" ijinnya.
" Jangan terlalu lama, kita harus segera kembali!" pesannya.

Danny berdiri dari kursinya dan berjalan masuk, tapi ia tak pergi ke toilet. Sementara orang bertopi itu masih menunggunya muncul kembali, dan berharap Danny Hatta akan bersikap lebih mesra dengan wanita itu, agar ia bisa mendapat berita utama untuk besok pagi. Foto-foto itu pasti akan membuat Roni Sanjaya berhenti mengoceh dan memberinya bonus.

" Brengsek, kemana bajingan itu pergi. Kenapa tidak muncul-muncul?" kesalnya sambil berpegang tiang listrik yang ia gunakan untuk bersembunyi.
" Kau menungguku? Aku sudah di sini!" seru seseorang dari belakangnya. Ronald mengenal suara itu.

Damn! Makinya dalam hati.

Perlahan Ronald menoleh, ia tersenyum menatap Danny.
" Hai, lama tidak bertemu!" sapanya.
Danny menatapnya dalam dan garang. Bajingan tengik ini tak pernah berubah, dia selalu saja mencuri foto kegiatannya dan akan menulis berita yang tidak-tidak, seperti dulu. Danny melirik kamera yang tergantung di lehernya. Dari tatapannya Ronald tahu apa yang akan di lakukan pria itu. Maka ia pun bersiap lari, tapi dengan sigap Danny menarik bagian belakang lehernya, membuat Ronald tertarik ke belakang, Ronald berusaha melawan tapi ia tahu ia bukan lawan Danny Hatta. Ia pun terkena pukulan di wajah dan hidungnya. Membuat darah keluar dari lubang hidungnya. Ronald terpental ke tembok, Danny menghampirinya.

" Tunggu-tunggu!" seru Ronald menyetop Danny dengan tangannya.
" Aku akan menghapus fotonya, ok!" katanya.

Tapi tentu Danny tidak akan percaya dengan kata-katanya, ia memungut kamera itu. Ronald berusaha untuk mempertahankannya, Danny mengangkat tinjunya. Seketika Ronald langsung menyerah, dan membiarkan pria itu mengambil kameranya. Ia pikir Danny Hatta akan membanting kameranya seperti dulu saat dirinya memotret Danny berpelukan dengan istri seorang anggota dewan padahal saat itu sudah tersiar kabar bahwa Danny akan segera menikah dengan Karen Johana Martin, putri Menteri pertahanan yang menjabat saat itu, yaitu Johannes Martin.

Tapi kali ini Danny hanya mengambil memori cardnya saja, lalu membuang kamera itu ke arah pemiliknya. Ronald menangkapnya.
" Pergi dari sini, jika aku masih melihatmu akan ku patahkan lehermu!" ancamnya lalu berbalik dan meninggalkan tempat itu.

Ronald menghela nafas lega, untung saja Danny tak mengahncurkan kameranya. Meski memorinya sudah di ambil ia masih bisa mengambil foto, melalui hpnya. Tapi untuk sementara ia harus menyingkir atau hidupnya akan berakhir.

Danny kembali ke meja di mana Alicya duduk dengan masih mengisapi batang rokoknya. Danny melirik puntung rokok di atas piring, ada dua. Buset...nih wanita kuat juga merokoknya? Bangkrut nih. Danny kembali duduk.

" Kau lama sekali?"
" Tadi aku sakit perut ."
" O ya!" sahutny. Sepertinya Gadis ini tak percaya begitu saja.
" Sebaiknya kita kembali sekarang, jika tidak leherku bisa do gorok!" ajaknya.
Alicya tertawa lagi, ia menaruh sisa rokoknya di dalam gelas lalu berdiri.

**********

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun