Ia sangat bingung bagaimana mau membayar uang sekolah, uang yang ia dapat tadi pagi tidak seberapa. Tapi hanya duduk seperti itu juga tidak akan membantu. Maka ia pun memutuskan untuk beranjak saja dari sana. Ia menuruni tangga.
William Harris baru saja sampai di gedung parkir. Tadi ada salah satu temannya yang membuat janji makan siang dengannya di salahbsatu restoran yang ada di sana. Kebetulan ia juga punya investasi di shoping center itu. Rahmad hendak memarkir mobil di tempat yang cukup sepi. Yang tidak terlalu banyak kendaraan. Tiba-tiba sebuah letusan senjata api menggelegar, Liana yang sedang menuruni tangga tercekat mendengarnya.
Ada apa ini? Kenapa ada tembakan. Ya Tuhan....
Mobil vios itu berhenti tak bergerak dalam posisi hendak parkir. Sopirnya tergeletak di badan setir dengan darah yang keluar dari kepalanya. Kaca mobil itu berlubang, dan retak di sekitar lubangnya. Baik Jaya maupun Willy tercekat, dan hanya bisa diam. Jaya menggoncangkan tubuh Rahmad yang sudah tak bernyawa, Jaya menarik tubuh itu hingga ke sandaran kursi, ia memiringkan kepala Rahmad, ternyata ada sebuah peluru yang menembus tempurungnya.
" Siapa yang melakukan ini?" tanya Willy.
Jaya tak menjawab, ia mengambil pistol di dashboard mobil. Tapi tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu dan menyeretnya keluar. Tanpa memberi kesempatan, orang itu meninju perutnya beberapa kali dan melemparnya ke lantai. Pistol yang di tangannya jatuh terpental jauh. Orang berbaju hitam dan memakai penutup kepala hingga wajah, badannya besar. Di lihat dari telapak tangannya ia bekulit coklat. Orang itu membuka pintu belakang dan menarik William Harris keluar dari mobil. Ia menyandarkan pria tua itu ke mobilnya. Orang misterius itu siap menghantamnya, tapi Jaya bangkit dan memukul punggungnya. Nampaknya pukulan Jaya tak berarti apa-apa, orang itu hanya menoleh . Ia melepaskan cengkramannya terhadap William Harris, lalu membalas orang yang memukulnya.
Liana turun dari tangga, ia mencari sumber suara berisik orang berkelahi. Sekali lagi ada letusan tembakan, kali ini di sertai raungan seseorang. Liana makin penasaran, apa yang sebenarnya tejadi. Ia mndekati arah suara itu. Muncul dari jejeran beberapa mobil ia melihat ada yang sedang berkelahi. Seseorang tersungkur di lantai, memegang pundaknya yang terluka dan mengeluarkan darah. Seorang pria tua berdiri di samping sebuah mobil, dan seorang lagi yang bertubuh tegap dan gagah berdiri berhadapan dengan orang itu, sedang menodongkan senjata ke arah sang pria tua.
Mulut Liana menganga lebar melihat adegan itu. Ya Tuhan.... Apa yang terjadi? Bagaimana ini, aku harus bagaimana? Menolong orang itu, nanti malah aku yang mati. Kabur saja....oh tidak! Aku tak bisa kabur dan membiarkan sebuah pembunuhan yang sebenarnya bisa ku cegah atau ku perlambat.
Liana mulai celingukan, berharap menemukan sesuatu untuk bisa membantu. Tapi apa? Ah....masa' bodoh! Pikirnya berjalan mendekat secara perlahan. Ia mengendap di antara beberapa mobil yang berjejer di sebelah mobil vios itu.
Jangan tembak....jangan tembak.... Ia terus berdo'a agar orang yang tak kelihatan mukanya itu tak menembak dulu.
" Siapa kau?" tanya William.
" Orang yang akan membunuhmu!" jawabnya, suaranya dalam dan berat. "Bersiaplah pak tua, ucapkan selamat tinggal pada cucumu!" katanya lagi.
Liana meraba beberapa mobil, berharap ada yang tak terkunci. Nah.... Ada sebuah bagasi mobil city yang kelihatannya tak tertutup rapat. Dasar ceroboh! Makinya dalam hati. Tapi itu menguntungkan. Perlahan ia membuka bagasi mobil itu, mengintip isinya. Ada banyak barang di sana, sepatu, tas pakaian. Seperti peralatan olah raga dan.....
Matanya tertuju ke benda yang sedikit mengkilat, ia meraihnya. Itu tongkat bissball, ia pun menariknya keluar perlahan agar tak ada suara.
" Sepertinya ini bisa membantu, semoga saja orang itu tidak akan menembakku!" lirihnya. Ia pun maju, masih merunduk. Akhirnya ia berdiri, dengan cepat ia bejalan ke arah mereka, orang itu melihat banyangan berkelebat , maka ia pun menoleh. Pada saat itu sebuah hantaman mendarat di lengannya, membuatnya terpental dan menjatuhkan senjata apinya.
Orang itu menoleh, " Dasar jalang!" makinya lalu menyerang, tapi Liana menghantamnya lagi . Sayangnya hantamannya kali ini bisa di tangkis oleh orang itu. Sementara Willy menelpon polisi, meminta para polisi yang yang terdekat datang, entah dari sektor atau patroli. Yang penting cepat ke sana. Orang itu memukul wajah Liana dengan tangannya yang kosong. Gadis itu terpental, terlepas dari tongkat bissballnya. Tongkat itu kini ada di tangan sang penjahat, tapi untuk menyingkirkan gadis ingusan yang sok jagoan ia tak memelurkan tongkat itu, maka ia pun melemparnya saja. Orang itu kini melangkah maju ke arah Liana. Liana yang masih terjerembat di lantai berusaha berdiri. Tak ada pilihan lain, ya harus melawan. Kalo hanya sekedar bela diri kecil ia bisa, tapi....apa ia mampu melawan orang ini? Dia terlihat berdarah dingin. Matanya sangat tajam. Membuat Liana ngeri dan merinding. Saat pria itu sudah cukup dekat dengannya, ia mencoba melayangkan tinju ke wajah sang penjahat. Orang itu tak menghindar, ia menerima saja pukulan yang tak terasa sakit di wajahnya. Orang itu kembali menatap Liana.