Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sayap - sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance # Part 3

5 September 2014   14:52 Diperbarui: 9 Juli 2015   12:39 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang itu kini berdiri di hadapannya, ia menyimpan pisaunya di pinggang. Lalu berjongkok di depan Liana. Perlahan tangannya meraih wajah Liana. Menariknya.
"Kau boleh juga!" serunya.
Liana tahu apa yang akan orang itu lakukan. Orang itu mulai menarik kancing bajunya, "jika kau melawan, anak-anak itu akan aku habisi!" bisiknya. Liana diam, tapi airmatanya terus menjerit meminta pertolongan, entah pada siapa.

Dion, anak tertua ia mengamboil sebilah kayu dan menghantamkannya ke punggung orang itu sehingga membuatnya menghentikan perbuatan biadab yang hendak di lakukannya terhadap kakaknya.
"Brengsek!" maki orang itu, ia menoleh langsung menghantam Dion dengan tangannya hingga anak itu terpental dan kayu di tangannya terlepas.
"Dasar anak jadah!" makinya. Ia meraih leher Dion dan mencengkeramnya erat, membawanya naik hingga anak itu tak lagi menginjak bumi.

Liana mengambil kayu itu dan menghantam punggung orang itu hingga Dion terlepas ke lantai. Anak itu mengerang kesakitan sambil memegang lehenya. Ada darah yang keluar dari hidung anak itu. Liana mencoba menghantam lagi, tapi orang itu lebih gesit dan cepat menangkisnya. Lalu menampar Liana hingga terjerembat ke lantai hingga kepalanya terbentur. Ia jadi sedikit pusing. Rudi, Vita dan Adit menghampiri Dion yang sudah lemah, mereka menangis.

Mobil Nicky hampir sampai ke tempat itu, "apa masih jauh, briptu Anang?" tanya Willy.
"Sebentar lagi tn. Willy. Kita akan sampai!" jawabnya.

Orang itu kini melangkah mendekati Liana, Liana mundur secara perlahan di lantai. Orang itu kini malah mulai memaksanya, Liana melawan tapi sebuah pisau kembali nampak, Liana terdorong ke lantai dan pisau itu kini menempel di lehernya. Tepat di bawah dagunya.

Liana masih mencoba mendorong, "jika kau masih melawan aku akan menggorok lehermu lalu aku akan menjual anak-anak itu ke beberapa pengusaha pedhofilia. Apa kau mau!" ancamnya. Kembali linangan airmata mengucur, akhirnya gadis itu diam melemah. Ia meletakkan tangannya ke lantai. Pisau itu juga sudah menekannya hingga ada kulitnya robek, meski tak dalam tapi darah tetap keluar dan menetes.
Orang memang setengah di atasnya, ia mulai membuka kancing kemeja kotak yang di kenakan Liana.

"Tuhan.... Tolong kirim seseorang, aku mohon....!" jerit hatinya. Ia tak mungkin membiarkan dirinya di bunuh dan anak-anak itu akan di jual. Dia akan merasa bersalah seumur hidupnya jika itu terjadi. Sekarang ia hanya pasrah menunggu malaikat yang bisa menolongnya. Akankah ada? Sementara ketiga anak itu berhambur keluar untuk mencari pertolongan. Di jam begini tetangga pada nggak ada di rumah, semuanya lagi pergi mencari uang. Lagpula kontrakkannya sedikit jauh dari warga, hanya 3 petak kontrakan yang sama yang menempel pada miliknya. Anak-anak itu berlari ke jalan dan melihat sebuah mobil datang. Mereka pun berlari ke arahnya sambil melambaikan tangan hingga mobil itu berhenti.

Kaca mobil terbuka,
"Tolong....tolong pak!" tangis mereka.
"Ada apa?" tanya Nicky yang menyetir mobil di depan, ada satu mobil lagi di belakangnya.
"Tolong kami, tolong kakak!" tangisnya...
"Ada apa dengan kakak kalian?" tanya kakek Willy dari belakang yang kacanya sudah terbuka.
"Ada yang mau membunuh kami!"
"Apa!" seru mereka hampir bersamaan.
"Nicky cepat ikuti anak ini!"
"Dimana?" tanyanya. Anak-anak itu berlari kembali ke rumahnya.
Dari jauh Briptu Anang sudah tahu, "tn. William itu bukankah rumah gadis itu!" serunya yang duduk di samping Nicky.
"Benarkah, kalau begitu cepat!"
Nicky mempercepat laju mobilnya, begitu sampai dia langsung meloncat keluar dari dalam mobil dan berlari ke dalam rumah itu.

Liana sedang mencoba melepaskan diri orang itu, ia menendang alat vital orang itu. Membuatnya kesakitan sehingga ia bisa sedikit bangkit, ketika ia hendak berdiri orang itu menarik kakinya hingga ia kembali terjerembat di lantai, sepertinya orang itu marah sekali, ia mengangkat tangannya yang berisi pisau tinggi-tinggi untuk menikam Liana. Pada saat itu Nicky berhambur masuk, membuat semua menoleh. Liana sedikit tercekat melihat siapa yang masuk ke rumahnya dan menghentikan bajingan itu.
"Beraninya hanya dengan wanota dan anak-anak. Dasar banci!" makinya. Nicky melirik gadis yang di lantai, ia mengenalinya.
"Jangan ikut camput bedebah!" seru orang itu lalu menyerang Nicky. Kini mereka berkelahi, karena orang itu sedikit kesakitan akibat hantaman kayu dan tendangan Liana ia sedikit kewelahan melawan Nicky, apalagi ketika mendengar suara orang lain memasuki tempat itu. Ia langsung mendoromg Nicky dan berlari ke dapur, ia akan kabur dari pintu belakang. Briptu Anang mengejar sambil menodongkan senjata. Begitupun dua orang bodyguard William.

Liana merangkak ke arah Dion yang masih bernapas meski sangat lemah. Ia meriah kepala anak itu dan menaruhnya di pangkuannya.
"Dion... Dion!" tangisnya.
Anak itu hendak mengucap sesuatu tapi tak satupun suara terdengar dari mulutnya.
"Dion.... Jangan takut, kakak akan bawa kau ke rumah sakit, maafkan kakak!" lirihnya, tapi Dion malah terkulai lemas.
"Dion...Dion...!" Liana pun menangis memeluknya.
Nicky memandangnya.
Jadi.... Gadis itu tidak bohong, untungnya aku tak jadi membawanya ke penjara, jika ia mungkin malah semua anak itu yang mati. Bisik hati Nicky. William menghampiri gadis itu dan menepuk bahunya setelah berjongkok di sampingnya. Liana menoleh dengan airmata yang berurai deras. Menatap pria tua itu, pandangannya jadi kabur secara perlahan dan...
Liana ambruk ke tubuh pria tua itu.

"Nicky!" desis Kakeknya. Nicky langsung menghampiri dan meraih tubuh Liana hingga menyandarkannya ke tubuhnya sendiri, terlihat dahinya terluka, juga ada darah di lehernya akibat luka yang memanjang di sana.
"Ya Tuhan, kek kita harus membawanya ke rumah sakit!" panik Nicky.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun