Reta mencari Jesie, dari masuk gerbang sekolah ia belum melihat temannya itu. Antony menghampirinya,
"Re, lihat Jesie nggak?"
"Gue juga lagi nyariin dia. Mungkin....dia lagi sama Axel!"
"Axel?" heran Antony.
"Oh, loe belum tahu ya. Mereka kan udah jadian!"
"Jadian?"
Axel, Jesie dan Roni menuruni tangga.
"Tak ku sangka ya!" desis Roni,
"Kenapa?" sahut Axel.
"Ku kira wanita macam apa yang akan bisa menakhlukanmu selain Amanda. Ternyata....cuma gadis ingusan yang polos dan bego' " candanya.
Amanda lagi!
Entah kenapa nama itu sangat mengganggunya, kenapa semua selalu menyebut nama Amanda. Seberarti itukah Amanda bagi Axel? Lalu bagaimana dengan dirinya, apa Axel benar-benar menyukainya? Sepertinya karakter Amanda melekat erat di mata semua orang di sekeliling Axel. Jesie jadi merasa ragu.
Tapi candaan kak Roni harus di tanggepin agar kebimbangannya itu tidak terlihat.
"Gue nggak bego'!"
Roni hanya tersenyum. Di ujung tangga mereka ketemu Mareta dan Antony.
"Jes, " sapa Reta.
"Eh Re, kenapa?"
"Nggak apa-apa, cuma nyariin loe. Kirain nggak masuk!"
Antony hanya diam, melihat Jesie bergandengan tangan dengan Axel. Sementara mata Reta tertuju pada Roni. Roni membalas tatapan itu. Axel yang jadi bingung,
"Hai!" sapa Roni pada Reta.
"Hai...." jawab Reta malu-malu.
Jesie merasa harus menyingkir. Ia menarik Axel bersamanya,
"Ei....!" desis Axel, tapi ia mengikuti kemana Jesie membawanya pergi. Antony masih memandang keduanya sampai jauh lalu ia pun pergi.
Antony membantingkan diri di kursi di depan komputer, ternyata Jesie lebih menyukai Axel ketimbang dirinya. Dan sepertinya keduanya memang saling suka. Dulu, ia masuk dalam kehidupan cinta Amanda dan Axel, dan semuanya hancur berantakan. Ia tak mau hal itu terulang lagi, meski ia tak bisa membohongi hatinya kalau dirinya juga menyukai Jesie. Ia memasang sebuah flasdisc, membuka filenya. Ada beberapa foto Jesie yang ia dapatkan dari ambil curi gambar Jesie. Ada yang sedang naik sepeda, ada yang duduk, ada juga yang sedang tersenyum.
*****
Pulang sekolah Jesie dan Axel mampir dulu di sebuah caffe tenda untuk makan. Axel sedikit heran karena dari tadi Jesie hanya mengaduk-aduk makanannya saja.
"Jes, loe kenapa?" seru Axel membuatnya tersentak.
"E....nggak apa-apa kok!"
"Dari tadi loe murung terus!"
"Xel....belakangan ini banyak banget orang yang nyinggung nama Amanda. Gue bener-bener penasaran deh soal Amanda."
Axel meletakkan sendok dan memandang Jesie.
"Amanda emang pernah ada dalam hidup gue, dan gue sayang banget sama dia. Jujur....sampai saat ini gue masih nggak bisa lupain dia!"
Jesie terbelalak.
"Loe masih sayang sama dia?" tanya Jesie.
Axel diam tak menjawab, dan kediamannya seolah mengatakan ya.
"Terus....gimana sama gue?"
"Maksud loe?"
"Apa loe beneran sayang sama gue?"
"Jes....!"
"Jawab Xel, atau....gue cuman pelarian buat loe!"
"Pelarian?"
"Apa saat bersama gue loe masih sering mikirin Amanda?" suara Jesie sedikit bergetar, matanya mulai merah. Axel menatapnya, tak menjawab.
"Je....!" hanya itu yang keluar dari mulut Axel.
"Loe nggak beneran sayang sama gue Xel, loe....cuman jadiin gue pelarian loe doang kan!"
Axel mengernyit.
"Jes....!"
Tapi Jesie malah berdiri dan berlari.
"Jes....!" panggil Axel mengejarnya tapi Jesie sudah keburu masuk ke dalam taxi. Axel menggedot pintu taxi selagi taxi itu melaju pelan.
"Jes...loe salah paham, dengerin gue dulu!"
Tapi Jesie menyuruh sopir taxinya untuk melaju cepat. Membuat Axel tak bisa mengejar.
"Ah....!" kesal Axel.
Aduh....loe mikirin apa sih Jes? Loe selalu nanyain Amanda, gue nggak mau bahas itu bukan karena gue masih cinta sama Amanda tapi karena gue benci sama dia.
Jesie menangis di dalam taxi, mengingat semua kenangan bersama Axel. Sepertinya Axel beneran sayang sama dirinya, tapi....jujur saja Amanda memang mengganggu pikirannya. Apakah dirinya terlalu cepat mengambil kesimpulan? Entahlah.... Untuk saat ini ia sedikit ragu dengan perasaan Axel terhadap dirinya. Ini karena Amanda, karena semua menyebut nama itu.
Malamnya Axel menelponnya hingga puluhan kali tapi tak pernah ia angkat, bahkan akhirnya hpnya di matiin aja biar nggak berisik. Ia menangis di kamar, entah apa yang ia tangisi. Apakah hubungannya dengan Axel? Apakah anggapannya tentang perasaan Axel? Atau....karena dirinya tak mampu menggantikan posisi Amanda di hati Axel....
*****
Di sekolah Jesie juga terlihat sedikit menghindar dari Axel. Dia sendiri tidak tahu kenapa bisa begitu, saat ia hendak masuk toilet ada seseorang yang menarik lengannya, lalu memeluknya dari belakang. Ia mencoba meronta dan berteriak tapi orang itu membungkam mulutnya dengan tangannya dan menyeretnya ke suatu tempat. Itu sebuah gudang, orang itu melepaskannya. Jesie berbalik dan begitu terkejut,
"Andra!" desisnya.
Jesie juga melihat Radit dan Edo di sana. Ia mulai panik.
"Kalian mau apa?"
Ketiganya mendekat, Jesie melangkah mundur hingga ke tembok. Andra dan Edo meraih dan mencengkeram tangannya, di rapatkannya ke tembok. Itu membuat Jesie tak bisa melepaskan diri, ia meronta sekuat tenaga.
"Lepasin....lepasin gue!" teriaknya.
"Kita mau loe jauhin Axel!" seru Radit yang berdiri di depannya persis.
"Apa!"
"Kita nggak suka loe deket sama Axel, karena loe...cuma bakal bikin dia sakit hati!"
"Maksud loe apa?"
"Jauhin Axel, itu aja!"
"Kalau gue nggak mau?"
Radit menatapnya nakal, meletakan kedua tangannya di wajah Jesie. Perlahan turun hingga ke leher, lalu ia mendekatkan dirinya, "ini yang loe mau kan?" desis Radit, Jesie semakin panik. Ia meronta, saat Radit semakin mndekatkan dirinya. Menggelengkan kepalanya berulang-ulang, Andra dan Edo memegangnya semakin kencang. Jesie pun berteriak.
Axel yang memang sedang mencari Jesie sampai ke belakang mendengar teriakan itu.
Jesie!
Ia langsung berlari ke arah suara, mendobrak pintu gudang. Membuat semuanya menoleh, Axel sangat terkejut dengan apa yang ia temukan. Itu Jesie, di antara ketiga temannya. Menangis, Radit ada di depannya dan hendak menciumnya.
Axel!
Semuanya mendesis, Axel mengepalkan tinjunya dengan geram. Melangkah dengan cepat ke arah mereka dan meninjunya satu persatu. Jesie langsung merapat ke tembok sambil mendekap dirinya sendiri, lalu berlari menyingkir dari sana.
Andra, Radit dan Edo ada di lantai. Axel menatap mereka tajam.
"Gue kecewa sama loe semua, gue pikir....kalian temen gue, gue pikir kalian cukup ngertiin gue?" serunya, ia menggeleng pelan,
"Xel, dengerin kita dulu. Kita cuma becanda!"
"Becanda....nggak lucu tahu nggak!" teriaknya, Axel menendang sebuah kursi lalu pergi keluar mencari Jesie.
Jesie berlari sambil menangis sampai ia tak memperhatikan jalan dan menabrak seseorang. Ia hampir saja jatuh kalau orang itu tak menangkapnya. Antony terkejut melihat wajah Jesie yang berurai airmata.
"Jes, loe kenapa?" tanyanya.
Jesie tak menjawab, ia malah merobohkan dirinya di pelukan Antony. Axel melihatnya dari jauh. Antony diam terpaku karena sangat terkejut dengan sikap Jesie. Jesie menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, ujung kepalanya ia sandarkan di pundak kiri Antony. Pundaknya sendiri berguncang, terisak. Axel bisa melihat tangisan Jesie, ia mengepalkan tinjunya. Harusnya dirinya yang memeluk gadis itu, bukan Antony!
*****
Pulangnya saat berjalan kerumahnya, Jesie melihat Axel ada di teras rumah. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik. Axel langsung mengejar dan meriah tangannya. Tapi Jesie meronta,
"Lepasin!"
"Nggak."
"Lepasin!"
"Jes, gue minta maaf!" desisnya. Jesie terdiam.
"Gue minta maaf soal sikap temen-temen gue, gue tahu mereka keterlaluan. Please, gue nggak bisa kalau loe marah sama gue!"
Jesie menatapnya,
"Apa loe beneran sayang sama gue?" tanya Jesie.
"Apa yang harus gue lakuin biar loe percaya kalau gue beneran sayang sama loe? Jes, gue nggak pernah jadiin loe sebagai pelarian gue. Gue emang nggak bisa lupain Amanda, tapi bukan berarti gue masih cinta sama Amanda!"
"Loe nggak bakal ngejauhin gue cuma karena temen-temen loe kan!"
"Gue sayang sama loe, dan gue janji. Gue nggak bakal ngebiarin siapapun misahin kita!" katanya penuh keyakinan.
Jesie terdiam sejenak, ia melihat kesungguhan di mata Axel. Lalu iapun memeluknya, erat. Axel membalas pelukan itu, kemudian melepaskannya. Menangkup wajah Jesie dengan kedua telapak tangannya.
"Loe nggak marah lagi kan?"
Jesie menggeleng pelan. Ia memutar bola matanya sejenak.
"Loe mau masuk nggak?" tawarnya.
Axel mengernyitkan dahi.
"Masuk?"
"Ayah lagi di bengkel kok."
Axel masih diam.
"Ya...mungkin loe laper." seru Jesie berjalan ke dalam, Axel masih diam. Lalu iapun mulai melangkahkan kaki.
Ia menunggu di ruang tamu sementara Jesie mandi dan ganti pakaian. Axel melihat sekeliling ruangan, mengamati setiap sudut. Rumah itu memang tidak terlalu besar, tpai cukup rapi dan tertata. Ia mendengar suara pintu terbuka, ia pun menoleh ke sana. Membayangkan Jesie keluar hanya dengan handuk dan melambai padanya dengan senyuman menggoda.
"Hai....!"
Tapi ia di kagetkan dengan tepukan di pundaknya.
"Xel, loe kenapa?" tanya Jesie.
Axel menatap Jesie yang memakai T-shirt warna orange dan celana jeans pendek coklat. Rambutnya ia biarkan tergerai, itu membuatnya terlihat lebih cantik.
"E...nggak apa-apa!" jawabnya.
Jesie berjalan ke dapur dan membuka kulkas. Mengamati apa yang ada di dalam. Axel mengikuti.
"Ehm....loe mau makan apa?" tanyanya.
Axel menyunggingkan senyum,
"Emangnya loe bisa masak?"
"Jangan ngledek deh, kalau gue nggak bisa masak bokap gue nggak keurusan."
"Masak aja apa yang ada!"
"Misoa sup atau nasi goreng? Jujur....gue lebih suka misoa sup."
"Ya udah bikin aja, yang enak ya!"
"Beres!"
Jesie mulai menyiapkan bahan-bahannya. Kebetulan tadi pagi ia sudah mencuci daging ayam untuk nasi goreng yang sudah di potong-potong dan di beri seasoning. Ia membuka sekaleng jamur kancing dan memotongnya, memotong jahe sampai lembut. Lalu mulai menggoreng jahe tadi, setelah itu menggoreng telornya. Aroma sedapnya sudah mulai tercium, padahal itu baru jahe dan telor. Axel mendekat untuk melihat, Jesie mengangkat telornya dan menaruhnya di sebuah piring. Lalu ia mulai memasukan bawang putih cincang, menumisnya hingga tercium aromanya. Memasukan ayam dan jamur, lalu menuang dua sendok rice wine. Menaruh setengah sendok teh garam, sedikit gula. Mengaduknya, setelah setengah matang ia menuang air ke dalamnya, menungguh hingga air mendidih. Lalu memasukan sayuran, misoa dan telor ceplok tadi . Mencicipinya, setelah mendidih kembali ia menuangnya di dua mangkok. Aromanya sungguh membuat perut Axel protes tak sabar ingin melahapnya. Jesie membawanya ke meja, Axel langsung duduk dan mengambil sendok dan garpu. Jesie juga sudah merasa sangat kelaparan.
Keduanya menyantapnya.
"Hem...ini enak sekali. Darimana loe belajar masakan ini?"
"Di Surabaya, tetangga gue orang cina. Neneknya baik sekali, gue sering belajar masak sama dia kalau senggang!"
"Wah....kaya'nya gue nggak salah milih calon istri!" serh Axel.
"Uhuk!" Jesie kesedak, Axel terkejut. Ia mengambil air dan memberikannya pada kekasihnya. Jesie langsung meneguknya sampai tak batuk lagi.
"Loe nggak apa-apa kan?" tanya Axel.
Jesie menggeleng. Menatapnya.
"Ngomongin soal istri....kaya'nya itu terlalu cepet deh!"
"Kenapa, loe nggak serius dengan hubungan kita?"
"Gue serius, tapi kan kita masih muda!"
Sekarang Axel yang menatapnya. Membelai wajahnya, pelan.
"Gue nggak pernah main-main soal perasaan. Gue sayang sama loe Jes, lebih dari apapun!" desisnya. Jesie terdiam, tangan Axel di pipinya membuatnya mati kutu. Ia merasakan pipinya merona, debaran di jantungnya kembali kambuh. Kalau kaya' gini caranya, ia bisa jantungan nih! Axel tersenyum.
"Muka loe panas!" desis Axel. Jesie melotot, "Mau gue obatin?" tawar Axel, Jesie tambah melebarkan bola matanya, tapi ia hanya diam ketika Axel mendekatkan dirinya. Mengecup bibirnya pelan dan hangat. Seluruh tubuhnya bergetar, tulangnya seperti meleleh. Itu adalah First Kiss baginya. Ia tak tahu harus berbuat apa selain memejamkan mata.
**********
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H