Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Cinta yang Terlarang #24 ; Cinta Kita Nggak Seharusnya Ada

15 Oktober 2014   13:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:57 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Joni dan Siska menunggu di teras, hari sudah menjelang sore tapi Jesie belum juga pulang.

"Jon, apa kau tidak tahu kemana Jesie pergi?"
"Aku bahkan tidak tahu tempat favoritnya di kota ini. Sejak kami pindah ke sini, aku belum pernah pergi bersamanya. Tapi sepertinya dia sudah punya beberapa tempat yang mungkin bisa menenangkan hatinya!"
"Kita harus mencarinya!"
"Lebih baik kau pulang dulu, jika Jesie sudah pulang akan ku beritahu!"

Siska diam, memandang Joni dengan keheningan. Lalu ia membuka mulutnya,
"Mungkin kau benar, jika aku masih di sini mungkin Jesie tidak mau pulang!" serunya sambil berdiri. Joni hanya mengangguk. Siska akhirnya pulang. Joni mencoba menghubungi Jesie, tapi teleponnya tak pernah di angkat. Ia mondar-mandir di depan rumah.

Hari semakin sore, bahkan sudah menjelang petang. Joni masih di depan rumah menunggu putrinya, seseorang gadis berjalan lesu ke arahnya. Senyumnya mengembang, ia langsung menghampiri gadis itu lalu memeluknya erat.

"Syukulah, akhirnya kau pulang juga. Ayah sangat khawatir!"

Jesie tak memberi reaksi apapun, Joni membawanya masuk ke dalam rumah dan mendudukannya di atas ranjang. Ia jongkok di depan putrinya, memandang dalam. Mata putrinya merah dan bengkak.

Ya Tuhan, berapa lama ia menangis? Apakah Axel tak bersamanya, kenapa dia pulang sendiri?

Joni membelai rambut putrinya, "sayang, apa kau butuh sesuatu? Katakan saja apa yang kau mau?" desis Joni. Jesie masih diam. Hati Joni jadi terasa perih melihatnya seperti itu.

"Jesie....., tolong katakan sesuatu. Apa saja, jangan membuat ayah khawatir!"
"Jesie mau sendiri." jawabnya lirih, hampir tak terdengar.
"Sayang.....!"
"Tinggalin Jesie sendiri." pintanya lagi. Suaranya serak, bahkan hampir habis. Perlahan Joni berdiri, matanya masih tak meninggalkan gadis itu, lalu ia pun keluar dan menutup pintunya.

Jesie kembali menangis dan melempar dirinya ke ranjang. Yang membuatnya lebih sakit adalah sikap Axel yang bahkan tak memberi reaksi apapun. Ia takut Axel akan meninggalkanya, padahal selama ini ia sudah mencoba menerima keadaan apapun yang terjadi pada pemuda itu. Ia mencoba membunuh rasa takut yang selalu menggodanya. Jesie terisak sambil memukuli kasur. Rasanya seperti ada seribu jarum yang menusuki dadanya. Menciptakan lubang yang besar dan terus membuatnya sakit. Tiba-tiba saja sebuah jeritan melengking keluar dari mulutnya. Joni yang ada di dapur untuk membuat makananya dan minuman hangat untuk putrinya tersentak dan langsung berlari ke kamar putrinya. Ia membuka pintu dan melihat Jesie menangis di kasur sambil menjerit. Suaranya terdengar begitu pilu. Joni langsung mengambil tubuh Jesie.

"Jes, Jesie!" desisnya lalu memeluknya. Jeritannya masih melengking dan berakhir dengan tangisan yang perih. Joni memeluknya dengan lebih erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun