Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belenggu Musim Dingin

7 Januari 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:38 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia membawaku ke apartementnya, beberapa hari aku tinggal di sana dia berlaku cukup sopan padaku. Aku tidur di kamar lain, dia bahkan sama sekali tak terlihat berniat menyentuhku. Apakah dia jijik padaku? Kalau begitu kenapa dia tak biarkan saja aku membusuk di neraka itu. Jujur saja, sikapnya yang lembut padaku mmebuatku jatuh cinta padanya. Padahal ku pikir cinta itu sudah mati dari hatiku, karena semua pria itu brengsek. Suatu malam di meja makan kami terlibat percakapan panjang. Aku bertanya banyak hal padanya, ternyata dia tahu banyak tentang aku. Darimana dia tahu? Dia bilang aku menceritakan hampir sebagian besar kisah hidupku saat aku mabuk berat di malam pertama kali kami bersama. Aku malah tak ingat apapun, jadi saat teler aku berceloteh panjang lebar padanya ya? Dan dia menanggapinya, itukah sebabnya saat itu ia menawarkanku sejumlah uang untuk pulang kampung? Aku mengerti sekarang, lalu ku tanya tentang kehidupannya. Dia bilang dia sempat punya tunangan, tapi wanita itu meninggal karena Alzaimer, padahal mereka sudah di ambang pelaminan. Awalnya tunangannya itu rutin minum obat tapi pada akhirnya ia mulai lupa meminum obatnya, karena sibuk bekerja pula. Padahal sudah di sarankan untuk berhenti bekerja saja, tapi dia memang keras kepala. Setiap kali di suruh berhenti kerja malah marah-marah tak karuan. Jadi itu sebabnya ia belum menikah, karena ia masih mencintai kekasihnya. Meski pada akhirnya penyakit sang kekasih bertambah parah dan bahkan lupa siapa dirinya, siapa keluarganya. Ada rasa cemburu di hatiku saat ia menceritakan wanita itu padaku. Seandainya ada seorang lelaki yang bisa mencintaiku seperti dia mencintai kekasihnya? Ah....itu hanya mimpi. Siapa yang mau mencintai pelacur sepertiku, tanpa terasa ku teteskan airmataku di depannya. Saat dia tanya kenapa, aku hanya menjawab.

Seandainya ada yang mencintaiku seperti kau mencintai kekasihmu, aku tidak akan butuh apapun lagi. Sayangnya....itu hanya mimpi bagiku!

Aku menangis terisak di depannya cukup lama, ku rasakan dia meraihku ke dalam pelukannya. Begitu hangat dan menenangkan. Tak pernah ku rasakan rengkuhan yang seperti itu, dan hal itu membuat tangisku makin dalam. Ia mengendurkan pelukannya, merengkuh mulutku ke dalam mulutnya. Paginya aku terbangun di dalam kamarnya, dia tak lagi di sisiku. Ku temukan pesan di secarik kertas,

Aku pergi bekerja, aku suka masakanmu. Maukah kau memasak untukku lagi?

Hanya itu yang tertulis, tapi itu membuatku tersenyum. Biasanya para pria akan berkata, aku suka tubuhmu dan itu membuatku muak. Kalimat sederhana, seakan berarti lebih. Seperti sebuah tawaran kehidupan yang jauh lebih baik. Tanpa terasa ku teteskan lagi airmataku dan ku peluk kertas itu.

Sejak itu hubungan kami menjadi lebih intim, perlakuannya padaku membuatku seolah seperti wanita lainnya yang layak di hormati dan di cintai. Ini seperti mimpi bagiku.

*****

Aku masih berbaring di atas dadanya yang bidang, ku rasakan tangannya membelai rambutku.

"Aku ingin sekali kembali ke kampung halamanku, ada sebuah rumah di sana. Tak terlalu besar, tapi dengan pemandangan pegunungan yang indah dan menenangkan. Ada sebidang lahan yang sekarang di garap oleh pamanku, ketenangan hidup di sana sungguh membuatku rindu!"

"Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di sini?"
"Aku bisa minta di mutasi, lagipula kantor polisi di desa itu cukup jauh. Jika ada sesuatu sedikit sulit menangani, mungkin aku bisa bekerja di sana!"
"Kedengarannya menyenangkan!" sahutku.
"Kau mau ikut bersamaku?" tawarnya.

Aku terbelalak, ku bangkitkan tubuhku dan ku pandang dia dengan tatapan tak percaya. "kita bisa membangun kehidupan kecil yang tenang di sana!" tambahnya, ia menatapku begitu lembut.
"Apa artinya itu?" tanyaku,
Dia mengangkat tangannya ke wajahku, membelainya lembut. Lalu ia bangkit dan meraih sesuatu di atas meja. Sebuah kotak kecil berwarna merah, sejak kapan benda itu ada di sana. Aku tak memperhatikannya. Ia membuka dan memungut isinya, lalu tanpa berkata apapun ia menyematkan cincin itu di jari manisku. Aku tertegun, masih tak mengerti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun