Bangkok, Thailand
"Gimana, jadi ikut nggak?" bujuk Indira padaku, sedari tadi dia terus membujukku. Aku yang masih asyik menyantap seafood Tomyam yang masih setengah porsi hanya memutar bola mataku saja.
"Ayolah, Nad!" lanjutnya sambil menyenggol lenganku lembut, Nih anak kalau ada maunya nggak bosan-bosannya menjadi setan penggoda.
"Aduh Indi.....kamu kan tahu aku nggak suka masuk klub, bau alkoholnya aja udah bikin aku mau muntah, apalagi kalau sampe nenggak. Bisa keracunan!"
"Itu klub malam berkelas, kamu jangan khawatir nggak bakal keracunan kaya oplosan yang lagi heboh di negera kita!"
"Lebih baik kita jalan ke tempat lain, pasar malam kek!"
"Ih, kaya' anak kecil aja. Udah nggak jaman kali pasar malam. Lagian si Tien bakal bawa temen-temennya!"
"Nah...., itu yang bahaya!" sahutku, ku dekatkan mulutku ke telinganya, " di Bangkok ini banyak bandar narkotikanya, siapa tahu si Tien mu salah satunya!"
"Ngawur kamu, jangan negatif thinking muku deh!" balasanya,
"Jaga-jaga dudul!"
Indira emang nggak bisa lihat cowo mentereng dikit, langsung di embat. Dasar player! Tapi jujur ya, cowo yang bernama Tien yang duduk di depan kami itu emang mirip Toni Jaa....nggak heran sih kalau Indira sampe kecantol. Untungnya dia nggak bisa bahasa Indonesia, jadi masih aman tadi aku omongin.
Akhirnya karena bujukan setannya lebih kuat aku ikut juga, lagian nggak mungkin aku biarin Indi pergi sendiri bersama rombongan cowo nggak di kenal. Kami di sini sudah hampir dua minggu, ada urusan pekerjaan, dah kelar sih. Lusa kita udah harus balik ke Jakarta.
Kami berdua memasuki klub itu yang memang sudah penuh di jam segini. Ada seorang penari streptease yang sedang beraksi di panggungnya, sepertinya Indi sudah menemukan kelompok Tien. Kami segera menghampiri mereka, ada empat orang pria di sana satu di antaranya sudah menggandeng seorang wanita. Entah pacarnya atau hanya bookingan, aku tak peduli. Indira langsung cipika-cipiki sama Tien, tak ada pengenalan antara kami. Kedua teman Tien itu aku belum tahu, salah satunya aku sudah tahu, nama panggilannya Akang. Nama panjangnya, ah...susah. Dari tampangnya dia sama berkelasnya dengan Tien, satunya lagi....bertampang layaknya preman. Satu lagi....berwajah lebih lembut, dengan sorot mata yang tajam. Ya....sedikit mirip orang Indo lah....., kami bercanda dan ngobrol, tentu pakai bahasa Inggris. Aku nggak tahu bahasa Thai, dan merrka sepertinya emang nggak tahu bahasa Indonesia. Lalu kami melakukan permaianan, yang kalah harus memilih tantangan atau minum. Wah....pasti tantangannya gila, minum aja deh. Meski aku nggak tahu sejauh mana aku bisa kuat dengan setetes wine.
Sialnya, aku selalu kalah. Entah sudah berapa gelas yang masuk ke dalam perutku. Rasanya perutku hendak terbakar, kepalaku pusing 90 keliling dan kepalaku tak mampu lagi ku tegakkan.
*****
Ku buka mataku perlahan, kepalaku masih pening sekali. Aku mencium bau yang tak biasa di kasur itu, biasanya saat aku terbangun tidur, aku mencium aroma segar di kamar hotel. Lah....ini, baunya kaya' kandang babi, spontan aku langsung bangkit dan melihat sekeliling. Aku berada di sebuah ruangan yang.....huh....acak-acakan, semua dinding dan langit-langitnya terlihat sudah pudar. Banyak barang dan pakaian berserakan.
"Oh My God!" desisku, dimana aku? Perutku langsung ingin meluncurkan semua isinya, aku meloncat dari ranjang dan berlari ke kamar mandi. Sialnya lagi....aku terpeleset entah apa, dan membuatku terjatuh. Seketika aku mencium bau busuk di hidungku, ku tengok apa yang berada di lantai yang sekarang berhadapan dengan mukaku. Kaos kaki....wuok....entah berapa lama tak bertatapan dengan air dan sabun. Aku langsung bangkit, kembali berlari ke kamar mandi. Belum juga sampai di pintu, pintu kamar mandi itu pun terbuka. Seorang pria muncul di ambang pintu hanya mengenakan celana kolor warna putih.
"Aaa.........!" lengkingan panjang langsung keluar dari mulutku, dan dia malah ikut berteriak meski sebentar. Lalu menaruh telunjuknya di depan mulutnya sendiri sambil berdesis, "ssssttt!"
Aku berhenti berteriak, lalu aku berlari kembali ke ranjang dan berdiri merapat tembok. "siapa kau, kenapa ada di sini dan kenapa aku juga ada di sini?" teriakku.
"Jangan berteriak-teriak, aku tidak tuli!" sahutnya. Aku tertegun menatapnya, "semalam kan kita minum bersama, kau sudah lupa!" tambahnya.