Part 10
Sesampainya di rumah Sharon langsung berhambur ke kamarnya, ia berjongkok di depan meja belajarnya, membuka laci nomor dua dan menghamburkan isinya ke lantai. Ia mengaduk semua barang itu hingga menemukan sebuah album keluarga besar. Ia membuka halamannya dengan cepat dan berhenti di suatu tempat. Di sana ada beberapa foto wanita, dua di antaranya sedang berangkulan dengan Danny dan sisanya sendirian. Ia meraba foto itu,
"Memang benar dia orangnya!" desis Sharon. "jadi itu benar?"
Danny sibuk di dapur bersama Toni, "belakangan ku lihat kau banyak pikiran!" guman Toni, "ada beberapa kejadian tak terduga, paman!"
"Itu sering terjadi kan?"
"Jujur, aku sangat khawatir kali ini."
"Cobalah untuk rileks dan fokus, bukankah kau sedang cuti. Tapi sepertinya duniamu tak mengijinkannya!"
"Ini resiko yang harus ku ambil dari pekerjaanku, aku hanya khawatir terhadap Sharon!"
Sharon muncul ke dapur, ia sudah mandi dan ganti pakaian. "biar aku yang selesaikan, kalau papa yang menangani nanti malah semua bahan makanan ini masuk kantong mayat hitam dan berakhir di tempat pembuangan sampah!" selanya merebut pisau di tangan Danny. "ok, dapur memang bukan keahlianku!" katanya menyerah. Ia mencuci tangannya di wastafel, "papa tidak akan kemana-mana setelah ini kan?" tanya Sharon.
"Memangnya kenapa?"
"Ada sesuatu yang mau aku bicarakan, penting sekali!"
"Apa itu?"
"Nanti saja!"
"Jangan membuatku penasaran!" protes Danny, sebelum Sharon menyahut lagi hp Danny berdering. Ia segera mengangkatnya, itu Frans. "ya!" jawab Danny seraya berjalan meninggalkan dapur. Sharon meliriknya.
*****
Karen dan Sammy menuju rumah, mereka baru saja ke kantor setelah siang karena Karen harus menyelesaikan pekerjaannya terlebih dulu. Karen melirik putranya, "sepertinya kau berusaha membuka kedokmu dari Sharon!" desis Karen.
"Memangnya kenapa, apa kau sungguh tak ingin mereka tahu?"
"Apa yang kau harapkan jika mereka tahu?"
"Status yang jelas!"
"Sammy!"
"Hanya mengetahuinya saja tidak cukup bagiku, aku ingin bisa memanggilnya....." Sammy terdiam, "Dad!" desisnya.
"Kau memiliki namanya, bahkan kau memikili semua yang ada pada dirinya. Apakah cintaku padaku masih tidak cukup?"
"Aku tak memilikinya dalam status, tetap saja aku anak haram!"
Karen menghentikan mobilnya seketika, "enough Sammy!" kesalnya, "jangan katakan itu lagi, apa aku pernah memperlakukanmu seperti itu?" marahnya, "atau....kau menyesal karena aku tak bisa memberimu seorang ayah yang nyata? Begitukah? Baik, kau ingin ayah kan! Akan ku carikan seorang ayah untukmu, sesegera mungkin. Siapa pun orangnya!" Karen melempar pandangannya ke depan. Ia menghela nafas panjang.
"Mencari seorang suami yang bisa menjadi ayah yang baik untukmu tidaklah mudah. Aku sudah mencobanya, kau tahu aku sudah mencobanya.....dan kau juga tahu itu tidak pernah berhasil!" tangisnya.
"Istrinya sudah meninggal, jika kau masih mencintainya kenapa tak kau katakan saja padanya tentang semua ini!" sahut Sammy, "dia tidak mencintaiku?" timpal Karen.
"Dia mengejarmu saat di restoran, apakah itu tidak menjelaskan apapun?"
"Kau tidak mengerti!"
"I Understood, I do!"
Karen menatap Sammy, "kau memintaku kembali ke negara ini, agar kau bisa bertemu dengannya. Sudah ku berikan keinginanmu, tapi apa kau mengerti sesuatu...... Semua yang kakekmu lakukan padanya, aku masih tak bisa memaafkan itu. Aku tahu ini tidak adil untukmu, tapi aku mohon.....kau segala bagiku Sammy. Aku akan mengorbankan apapun untukmu, tapi jangan untuk hal ini.....aku belum siap!"
"Mom!"
"Apa kau tahu semua ini begitu menyakitkan, sampai detik ini....ya. Aku masih mencintainya, tapi kehadiranmu menggantikan semuanya!" jelas Karen, "apa menurutmu....dia akan menikahiku karena aku melahirkanmu? Jika memang begitu, dan jika itu bisa membuatmu bahagia. Baiklah....., kita ke sana sekarang!"
Sammy menatap mamanya, ia tahu bahwa mamanya tak ingin Danny menikahinya hanya karena adanya dirinya bukan karena mencintainya. Karen mulai menjalankan mobilnya kembali, "Mom, I'm sorry!" desis Sammy. Karen tak menyahut, "I didn't meant to hurt you!" tambahnya.
"Tidak, mungkin memang aku yang egois selama ini. Tapi kau alasannya kenapa aku tak memberitahu Danny soal kehamilanku saat itu. Kau sudah tahu alasannya!"
"Aku lelah, dan aku mau pulang saja. Harusnya aku tak menuntut hal yang sulit padamu, aku yang egois, iya kan!" jawab Sammy.
*****
"Papa!" desis Sharon,
"Kenapa?" tanya Danny.
"Kenapa papa masih menyimpan foto Karen?" tanya Sharon, membuat Danny tersedak dan batuk-batuk. Ia segera memungut segelas air putih dan menenggaknya, masih ada batuk sedikit tapi sudah bisa ia menjawab pertanyaan putrinya. "kenapa kau tanyakan itu?"
"Apa mama tahu tentang foto itu?"
Danny terdiam sejenak, "mamamu yang melarangku membuangnya!" jawab Danny, "kenapa?" tanya Sharon lagi. "dia bilang....., tak semua masalalu itu harus di buang. Terkadang....itu bisa menjadi kenangan!"
"Aku bertemu dengannya hari ini!"
Sekali lagi Sharon membuat Danny tercengang, "dia....punya seorang putra, yang.....usianya tak jauh dariku!" tambah Sharon, Danny meletakan sendok yang hendak masuk ke dalam mulutnya. "Aku tahu, aku bertemu dengannya tempo hari. Kami sempat berbicara!"
"Papa sudah bertemu putranya?" tanya Sharon.
Danny menggeleng, "aku seperti pernah melihat anak lelaki di dalam mobil bersamanya saat itu. Sayangnya aku tak terlalu memperhatikan. Kenapa?"
Sharon terdiam, "tak apa-apa!" sahutnya lalu melanjutkan makannya. Danny juga melanjutkan makan malamnya, "Sammy!" desis Sharon. "apa?" dahut Danny,
"Putranya Karen itu.... Sammy!" jawabnya. Danny tertegun, "dan Usia Sammy.....hanya berjarak beberapa bulan lebih tua dariku!" tambahnya.
Sekali lagi Danny tersedak, Sharon hanya terdiam menatap papanya. Danny meminum air lagi dan mencoba mengendalikan batuknya. Lalu setelah mendingan ia kembali menatap putrinya, mereka tak bicara lagi karena Sharon meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar, Danny termenung cukup lama di sana.
Kemudian ia menuju kamar putrinya, di lihatnya Sharon sedang belajar di mejanya. Gadis itu menoleh, "papa mau ke kantor Polda, ada urusan penting. Jika ada sesuatu telpon saja!" seru Danny. "sampai pagikah?" tanya Sharon.
"Tidak, aku akan berusaha pulang secepatnya!"
"Jangan pulang membawa luka, aku tidak mau dengar papa tertembak atau tergores!"
Danny tersenyum, gadis kecilnya itu selalu bersikap seperti istrinya. Itu sebabnya ia tak merasa kesepian setelah Sarah pergi. "jangan khawatir, tak akan ku biarkan itu terjadi!"
"Semoga saja!"
Danny menutup pintu kamar putrinya dan segera pergi keluar. Selama perjalanan ia memikirkan apa yang di katakan Sharon di meja makan.
Sammy!
Putranya adalah Sammy, dan usia Sammy hanya berjarak beberapa bulan lebih tua dariku!
Apa maksud perkataan Sharon? Sammy hanya terpaut beberapa bulan lebih tua darinya. Dan Sammy adalah putra Karen. Itu artinya..... Karen melahirkan Sammy sebelum Sarah melahirkan Sharon! Dirinya tahu Karen sangat mencintainya, dan tidak akan mudah pasti mencari suami dalam waktu sedekat itu? Dirinya juga tahu bahwa Karen tak pernah selingkuh darinya. Satu-satunya pria yang pernah bersamanya adalah diri sendiri. Apakah saat itu Karen sedang hamil saat berpisah dengan dirinya?
Danny memegang kepalanya dengan satu tangan dan sedikit memijatnya. Memang, saat bertatap muka dengan Sammy ia merasakan ada sesuatu yang aneh yang menyapu hatinya. Apakah mungkin Sammy anakanya? Kalau iya, kenapa Karen tak pernah memberitahukannya?
Lalu apakah Sharon juga punya kesimpulan yang sama atau justru dia sudah tahu bahwa itu benar, itu sebabnya gadis itu melontarkan banyak pertanyaan terhadapnya soal Karen di masalalu mereka?
Danny sampai juga di Polda, ia segera menemui Letnan Heru.
"Apa yang terjadi?" tanya Danny, "kondisi MayJend Rizky semakin memburuk, pihak Kementrian Pertahanan menyerahkan penyelidikannya padaku, karena aku juga menangani kasusmu tempo hari!"
"Dan....!"
"Ada korban lain di Bandung!"
"Mantan rekanku juga, boleh ku tebak....apa itu Kolonel Aditya?"
"Ya!"
Danny mendesah panjang, "kemungkinannya mereka memang dendam pada kalian, tapi anehnya kenapa mereka tidak menculikmu tapi hanya menerormu?"
"Mungkin itu trik, atau peringatan untukku? Mungkin sebenarnya.....targetnya adalah aku!"
Letnan Heru terdiam, "dari penelusuran tim penyelidik yang di kerahkan di hampir setiap kota di negara ini. Kami menemukan sesuatu yang mungkin membuatmu tertarik!"
"Apa itu?"
"Ada sebuah laboratorium yang sudah lama tutup di Aceh, tapi sepertinya ada pergerakan lagi di sana tanpa ijin resmi. Tempat itu cukup sulit di jangkau karena berada di dataran tinggi dan terpencil. Belum ada yang menyelidiki terlalu dekat atau bahkan sampai masuk!"
Danny memandang pria beroangkat Letnan itu, "beberapa dari tim penyelidik malah tewas tertembak, dan yang selamat sekarang dalam pengamanan, itu artinya akses jalan ke tempat itu sangat di lindungi oleh sekelompok orang bersenjata!"
"Berarti kita sedang bermain dengan orang yang terlatih, mereka bukan sembarang orang. Itu maksudmu?"
"Kita akan menunggu perkembangannya saja!"
"Jika kita hanya menunggu, mungkin akan lebih banyak korban. Lalu bagaimana, serumnya sudah bisa di dapat?"
"Jika sudah ada, keadaan MayJend Rizky tidak akan memburuk!"
"Itu berita buruk!" keluh Danny.
*****
Sammy duduk di depan meja belajarnya, jendelanya di depannya masih belum ia tutup tirainya. Ia menatap keluar sana dan seperti melihat sesuatu. Lalu mendekatkan tubuhnya untuk memperjelas pandangannya. Seperti ada sebuah mobil yang berada tak jauh dari rumahnya, dan mobil itu memang berada di belakang mereka dalam perjalanan pulang tadi. Sepertinya mobil itu sengaja mengikuti mereka dan mengintai rumahnya. Ia memundurkan tubuhnya kembali, mematikan lampu belajarnya dan menutup tirai jendelanya.
Ia pergi untuk membuka pintu kamarnya sedikit, berjalan ke lemari pakaian. Mengambil kursi dan menaikinya, ia memungut sesuatu. Sebuah tas hitam panjang, ia meletakannya di lantai dan membuka tas itu. Ada sebuah senapan berburu di sana lengkap dengan amunisinya. Vincent menghadiahinya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Karen. Karena mereka berdua juga memiliki hobi yang sama, yaitu berburu. Ia mengisi senapan itu dengan amunisi, menutup tasnya kembali dan menaruhnya di bawah ranjang. Lalu ia berbaring di ranjangnnya, menarik selimut untuk menutupi tubuh dan senapan yang ia letakan di sampingnya, tepat di tangannya. Jika ada bahaya, ia akan menggunakan benda itu tanpa ragu. Ia sengaja tak membiarkan matanya terpejam untuk berjaga-jaga.
**********
The Danny Hatta Course Trilogi ;
# Price of Justice
# Price of Honor
# Price of Blood
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H