Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] A Winter Story [16]

25 Oktober 2020   12:47 Diperbarui: 25 Oktober 2020   12:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jam 6 malam itu juga, Valene memandangi bayangan dirinya di depan cermin besar. Dia menarik ujung dress-nya agar bisa turun sebisa mungkin, tapi sepertinya itu sia-sia saja. 

Berat badannya sepertinya naik semenjak dia di Seoul (salahkan kulinernya yang sesuai dengan selera Valene) jadi dress yang dia pakai terlalu melekat di tubuhnya. 

Untungnya, dia masih bisa memakai stocking tebal di kakinya yang mengenakan sepatu boots berwarna pink (yang pasti tak terpakai di Indonesia tapi tetap dibelinya). 

Dress pink-nya berleher cukup rendah dan Valene dengan resah memandangi apakah belahan dadanya terlihat, dan akhirnya dengan putus asa melilitkan syal hitam Kyungju ke lehernya.

"Ah, kenapa tidak kukembalikan, padahal kemarin sudah kucuci... tapi ya sudahlah."

Sebenarnya Valene tidak ingin mencuci syal itu karena ada bau Kyungju disana, tapi syal hitam itu sudah kelihatan kotor karena sering dipakai Valene dan akhirnya kemarin dicucinya. Dia hanya merasa aman ketika melilitkan syal itu ke lehernya. 

Valene mengikat rambut panjangnya menjadi dua dan disampirkan di bahunya, lalu mengambil jaket putih bersih yang tebal untuk melindungi dirinya dari udara dingin Seoul. 

Sesaat kemudian, Nancy masuk, mengenakan dress cokelat yang terlihat sangat seksi untuknya, dengan roknya yang lebih pendek dari dress Valene. Dia juga melindungi tubuhnya dengan jaket berwarna senada, tapi tanpa syal.

"Sudah kubilang dress itu akan bagus untukmu," puji Nancy.

Tentu hanya Nancy yang akan memberikan sesuatu berwarna pink pada Valene yang menggemari warna hijau.

"Ini terlalu seksi, tau. Dan kenapa aku harus pakai baju begini? Kan tokoh utamanya malam ini kau?"

"Ya masa kau mau ke bar dengan kaos?"

"Benar juga sih."

"Ayo kita pergi, kurasa kira-kira dia sudah disana juga."

"Dia" yang dimaksud Nancy tentu saja adalah Yoonsung. Valene berjalan beriringan dengan Nancy, merasa sangat merana. Dia tidak tau harus memikirkan strategi macam apa lagi kalau Nancy dan Andrew masih juga tidak mau baikan setelah ini. Orang yang ada di pikiran Valene sedang duduk di sofa sambil main game di ponselnya. Perhatiannya terusik ketika melihat kedua wanita itu keluar kamar Valene.

"Mau kemana kalian?" tanya Andrew dengan nada menusuk.

"Kau tidak perlu tau!"

Kali ini Andrew tidak bersusah payah membantah Nancy. Tapi Valene merasakan pintu dibuka dan menutup sekitar 5 langkah di belakang mereka; jadi dugaan Valene benar, Andrew mengikuti mereka. 

Valene masih berusaha mensejajarkan langkahnya dengan kaki Nancy yang lebih panjang, dan dia agak kesusahan dengan heels dari bootnya yang perlu digunakannya juga untuk menerjang tumpukan salju kira-kira setinggi 3 sentimeter. 

Mereka berjalan pasti menuju bar yang berada di seberang jalan setelah mereka berjalan sekitar 10 menit jauhnya. Ini untuk pertama kali dalam hidup Valene untuk masuk ke sebuah bar dan telinganya langsung disambut dengan suara music yang hingar-bingar: house music dalam bahasa Korea. 

Tidak ada lampu yang menyala selain lampu disco yang berwarna-warni dan membuat Valene linglung. Seorang satpam menghalangi jalan Valene dan Nancy.

"Maaf, nona, tolong tunjukkan kartu identitas Anda," pinta sang satpam.

"Apa yang dia katakan?" tanya Nancy bingung.

"Dia mau lihat kartu identitas kita," jawab Valene sambil mengedikkan bahunya.

"Me?" tanya Nancy dalam bahasa Inggris, kebingungan sambil menunjuk hidungnya.

Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata, satpam itu menjawab Nancy sambil menggelengkan kepalanya.

"Not, you."

Sang satpam menunjuk Valene. Setengah kebingungan dan tersinggung, Valene menunjukkan paspornya. Sang satpam memandangi paspor dan wajah Valene dengan teliti sebelum membiarkan mereka masuk.

"Dia kira aku belum 17 tahun, begitu?"

"Bersyukurlah berarti wajahmu bisa membohongi usiamu," tawa Nancy yang teredam oleh suara music.

Banyak sekali orang disana, bahkan Valene khawatir dia tidak bisa bertemu Nancy jika terpisah dengannya. Tampaknya Nancy berpikiran yang sama karena dia menggenggam tangan Valene erat.

"Dimana Yoonsung?"

"Sebentar, aku lihat ponsel dulu."

Baru saja Valene mengambil ponselnya dari tas kecilnya, dia melihat sekelebat bayangan orang yang melambai pada mereka dari ujung ruangan. Itu Yoonsung, meskipun agak terlihat samar-samar, rambut pirangnya tidak bisa membohongi mata Valene. Valene menarik Nancy menuju Yoonsung, dan rupanya sofa melingkar di tempat Yoonsung duduk hanya bisa memuat sekitar 4 orang.

"Sudah lama?" tanya Valene setengah berteriak.

"Tidak, aku baru sampai lima menit yang lalu," jawab Yoonsung.

Nancy duduk di antara Yoonsung dan Valene. Sementara Yoonsung dan Nancy mulai mengobrol, Valene melihat daftar menu menggunakan cahaya dari ponselnya.

"Pesan saja. Aku traktir."

"Apa Yoonsung? Mana bisa begitu!" seru Valene.

"Bisa saja. Serius, pesan saja noona. Atau mau aku rekomendasikan?"

Tak lama kemudian meja kecil di hadapan mereka sudah penuh dengan botol, gelas dan semangkuk besar es batu. Valene dengan senang mencicipi satu demi satu minuman yang dipesan Yoonsung, yang ternyata hampir semuanya sangat disukai Valene. Nancy hanya berani minum sedikit karena toleransi alkoholnya yang rendah. Valene cegukan kecil dan minum air mineral yang juga sudah dipesan.

"Enak sekali!" ujar Valene sambil menjilat bibirnya.

"Nancy, come on let's dance!" ajak Yoonsung.

"What? But I can't dance!"

"Come on, just follow the rhythm!"

Yoonsung mulai menarik tangan Nancy.

"Hey guys, I'll go to the restroom first okay?"

"Oke, cepat kembali noona!" pesan Yoonsung.

Melalui papan petunjuk kecil, akhirnya Valene bisa sampai ke toilet dan telinganya terbebas sejenak dari suara music yang sangat keras itu.

***

Please support my another novel: You Are (Not) My Destiny -> a sequel of I'm (Not) Allow to Love You.

Will be followed by the English version too!

Interact with author on Instagram xzmayfzx & hashtag #youarenotmydestiny for updates!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun