Mohon tunggu...
waliyulhamdi
waliyulhamdi Mohon Tunggu... web developer berbasis CMS Open Source -

pencerita, penikmat buku dan ... atau apalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nice dan Mesin Ketik Pak Misbah

11 Februari 2016   10:38 Diperbarui: 11 Februari 2016   11:10 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia mengambil mesin ketik tua yang tadi dipajangnya sebelum di tendang oleh seorang pegawai kantor kecamatan di depan kantor kecamatan tempat dia menunggu seseorang yang bersedia menebusnya dengan sejumlah uang. Sebenarnya memutuskan untuk menjual mesin ketik tua miliknya adalah keputusan berat yang terpaksa dia ambil demi mendapat tambahan sejumlah uang untuk membeli sebuah buku namun dia tak pernah membayangkan mesin ketik kesayangannya bakal ditendang oleh seorang pegawai kantor kecamatan. Diperhatikannya mesin ketik tua miliknya, tempat pitanya patah namun setelah dia perhatikan sepertinya masih bisa diperbaiki. Setelah memasukkan mesin ketik tuanya ke dalam tas dan meminta maaf kepada si pegawai , dia pun berjalan meninggalkan depan kantor kecamatan. Sebagai seorang yang telah berumur 68 tahun dia termasuk orang tua yang masih cukup kuat, jarak antara kantor kecamatan dengan tempat tinggalnya sekitar 1 km dan dia menempuhnya dengan berjalan kaki. Setelah 30 menit akhirnya dia sampai juga di rumahnya. Dia tak langsung masuk, dia memilih duduk di dipan di bawah sebuah pohon mangga di halaman rumahnya. Dia merenungkan kejadian yang dialami hari ini. Betul-betul tak pernah dia bayangkan akan diperlakukan seperti itu oleh seorang pegawai kecamatan, saat mesin ketik tuanya ditendang sebenarnya dia ingin marah tapi dia pikir tak ada gunanya marah pada si pegawai.

Saat perasaan tak menerima kejadian tadi mulai muncul di dalam hatinya tiba-tiba terdengar seseorang menyapanya "selamat sore pak misbah". Seorang Pemuda yang sepintas tampak seperti pemuda biang kerok ini adalah salah satu pelahap rakus buku-buku di perpustakaan pribadinya. Bagi orang kebanyakan pemuda itu memang susah diatur karena itu sangat menjengkelkan dan sering jadi pengacau diberbagai urusan kepemudaan namun di mata orang tua yang dipanggil misbah pemuda itu adalah pemuda cerdas dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Dia suka dengan pemuda itu dan dia sering dibantu mengurus perpustakaan pribadinya. Dipan tempatnya duduk saat ini adalah hasil karya si pemuda.

"Ah, nice ... Sy pikir siapa ternyata kamu." Dia tersenyum pada pemuda yang bernama nice.
Nice berjalan menuju tempat pak misbah lalu dia duduk di sampingnya

"Apa buku yang pak misbah janjikan sudah ada ?"

"Maaf nice, sy belum bisa menepati janji. Buku itu belum ada." Pak misbah menjawab dengan pandangan kosong menerawang.

Nice memperhatikan ekspresi pak misbah lalu dia berkata "ooo ... Rupanya itu yang membuat pak misbah jadi kelihatan sedih. Tidak usah sedih begitu pak kan masih banyak koleksi buku di perpustakaan pak misbah yang belum sy baca dan itu koran-koran sumbangan tetangga tidak pernah habis untuk jadi bahan bacaan. Mau sy bikinkan kopi ?"

"Iya, tolong bikinkan sy kopi" pak misbah langsung memberikan nice kunci rumahnya.
Setelah nice menerima kunci rumah pak misbah dia langsung loncat dan berjalan menuju pintu rumah pak misbah.

"Nice ... Ingat, jangan terlalu banyak gulanya yah."

"Oke pak, seperti biasakan." Jawab nice tanpa menoleh. Setelah membuka pintu rumah dia langsung menuju dapur. Bagi nice rumah pak misbah yang sekaligus jadi perpustakaan pribadinya yang terbuka untuk umum sudah seperti rumahnya sendiri.
Pak misbah memperhatikan sampai nice menghilang dibalik pintu. Saat nice tak lagi terlihat pikirannya kembali diganggu oleh ingatan kejadian di depan kantor kecamatan. Dia tak habis pikir kenapa orang itu sampai tega menendang mesin ketiknya tanpa berbicara sebelumnya. Kenapa orang itu tidak berbicara baik-baik dulu. Dalam pikirannya seandai orang itu berbicara baik-baik melarangnya berjualan di depan kantor kecamatan dia tentu akan segera pergi dan mencari tempat lain, mungkin di taman atau di tempat lain yang dibolehkan. Belum selesai pak misbah mengurai kekusutan pikirannya nice sudah kembali dengan dua kelas kopi hitam.

"Loh ... Kok dua gelas ?"

"Yang satunya untuk sy pak, masa' sy bikin kopi hanya untuk bapak saja. Nanti bapak mengatakan sy teralienasi dari apa yang sy produksi" nice langsung duduk dan menyajikan kopi untuk pak misbah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun