Mohon tunggu...
Idrus Fhadli
Idrus Fhadli Mohon Tunggu... -

Just a stupid man who loves simplicity instead of complexity.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Balada Tukang Parkir

20 Agustus 2010   09:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ah, Bang. Saat aku datang dan memarkirkan motor, tiada tampak batang hidung Abang. Tapi, saat aku mengeluarkan motor dari parkiran, sayup-sayup dari kejauhan kudengar aba-aba Abang, "Trus! Trus! Trus! Yak, Oop...", dan Abang pun menjulurkan tangan, meminta uang jasa parkir.

Tapi pagi ini, aku kesal. Abang datang bagai hanya ingin menagih pajak tempat parkir saja. Tanpa ada imbal balik jasa. Kuparkirkan motorku sendiri, dan kukeluarkan sendiri juga. Toh, parkiran masih sepi. Hanya ada dua-tiga motor saja di sana. Lagian, aku juga parkir tidak sampai semenit. Jadi, maaf kalau tadi pagi aku tak memberi Abang sepeserpun uang 'jasa parkir'. Yayaya... Maaf, bukannya aku pelit atau apa, itu semata karena aku pun ragu, apa benar Abang melihatku masuk dan memarkirkan motor? Apa benar Abang menjaga keamanan motorku? Dan berbagai pertanyaan lain.

Okelah, umpama aku memberi Abang uang 'jasa parkir' itu. Kalau kupinta karcis parkirnya, apa Abang dapat memberikannya? Toh, sering kulihat Abang tak memegang selembarpun karcis parkir itu. Bukankah parkir itu termasuk retribusi daerah? Dan bila seseorang parkir, dan sang tukang parkir tidak memberikan karcis parkir atau sang pemilik kendaraan tidak meminta karcis parkir itu, bukankah perbuatan tersebut termasuk korupsi juga, Bang?

Abang dengar kan? Berita di media massa kemarin lusa itu? Tentang NU dan Muhammadiyah yang mengimbau para umat muslim di Indonesia? Mereka sepakat memberikan sanksi sosial kepada para koruptor dengan menganggap para koruptor itu kafir, Bang! Karena label kafir itu para koruptor tidak perlu dishalatkan! Ah, Bang, aku tidak mau hal itu sampai menimpa diriku! Kalau Abang mau, ya silakan saja Abang sendiri. Tapi jangan ajak-ajak aku. Abang korupsi saja uang parkir itu, minimal uangnya dari orang lain lah. Bukankah dengan tidak memberikan Abang uang 'jasa parkir' tadi pagi itu, aku telah berbuat baik, Bang? Dengan menghindarkan Abang dari perbuatan korup? Sehingga Abang tidak dicap sebagai koruptor? Dan nanti, ketika Abang mati, Abang berhak untuk dishalatkan.

Ah, Bang. Baiklah, kita sudahi saja lelucon antara aku dengan Abang ini... Terserah Abanglah...
--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun