Mohon tunggu...
Idrus Fhadli
Idrus Fhadli Mohon Tunggu... -

Just a stupid man who loves simplicity instead of complexity.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Life is Like Rubik's Cube

13 Juli 2010   13:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:53 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber gambar: http://tetrismaster.deviantart.com"][/caption] Tulisan ini hanyalah renungan sore, di kala Kota Palembang tercinta ini terguyur hujan. Saya hanya nongkrong di depan laptop, menunggu selesainya proses update sistem operasi sembari memantau beberapa portal berita politik dan ekonomi ditemani segelas kopi+gula+meises coklat buatan sendiri “Jejak Langkah” baru setengahnya saya baca, tutup sebentar, beralih ke laptop, dan pandang tanpa sengaja tertumbuk pada seonggok Rubik’s Cube di samping mouse. Bergeraklah jari jemari saya merangkai kata, demi mengisi blog yang mulai gersang dengan sentuhan kata-kata ini

Yet complicated and challenging, but fun

Itulah sebaris kata yang terbayang. Betapa bangunan kubus yang tersusun dari 26 kubus yang lebih kecil ini ketika teracak memang tampak hampir mustahil untuk diselesaikan oleh seseorang yang baru memainkannya. Persis seperti bayi yang baru terlahir ke dunia, tanpa suatu pengetahuan apa pun, tanpa penglihatan sedikitpun akan masa depan. Menjalani hidup dengan belajar di setiap detiknya, tiada henti, hingga Yang Maha Kuasa menghendakinya untuk berhenti. Sekompleks apapun suatu permasalahan pasti akan ada jalan keluarnya, tergantung usaha tiap-tiap individu dan sejauh mana pembelajaran dan pemahamannya tentang hidup. [caption id="" align="aligncenter" width="220" caption="Sumber gambar: http://en.wikipedia.org/wiki/Rubik's_Cube"]

[/caption] Empat puluh tiga quintillion permutasi dalam suatu Rubik’s Cube bukanlah angka yang kecil, dan dari sejumlah itu, hanya satu tujuan akhir yang harus dicapai. Persis seperti tujuan kehidupan, hanya satu tujuan akhir yang ingin dicapai; kebahagiaan, baik dunia maupun akhirat. Rubik’s Cube pun selalu menawarkan tantangan, meskipun seseorang telah berhasil memecahkan persoalannya, tetap ada persoalan lain yang menanti untuk dipecahkan. Silih berganti. Sebuah tantangan yang menggelitik untuk dijamah. Mahir menyelesaikan Rubik’s Cube 3x3x3, masih ada tantangan untuk menyelesaikannya dengan lebih cepat, sedapatnya dalam hitungan detik. Selain itu, masih ada beragam tantangan lain dari berbagai variasi Rubik’s Cube; 2x2x2, 4x4x4, 5x5x5, 6x6x6, 7x7x7, dst. Ada pula kombinasi yang unik, 2×3, 3×4, void cube, pyraminx, megaminx, dsb. Dengan tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Tergantung seseorang itu, apakah mau menjajaki variasi tantangan tersebut atau tidak. Bilapun mau menerimanya, tentulah akan ada peningkatan kemampuan dalam diri individu tersebut. The more the practice, the better the result, isn’t it? Hidup tidak terlepas dari kompetisi, sama halnya dengan Rubik’s Cube. beragam kompetisi sering diadakan di antara sesama pemain Rubik’s Cube, semua mengejar hasil terbaik mereka dengan mengerahkan kemampuan terbaik pula. Masing-masing memiliki strategi sendiri, mencari jalan terpendek dan tercepat untuk satu tujuan yang sama. Sang pemenang, akan mendapat sanjungan dan respect dari kompetitor lain. Singkat kata, kompetisi selalu akan kita hadapi dalam hidup, baik yang dikehendaki maupun yang tidak, disadari maupun tidak. Semua menuntut agar kita mengerahkan kemampuan maksimal demi memenangkan kompetisi itu, kalau bisa secara mutlak di atas orang lain. Apa jadinya hidup tanpa kompetisi? Tentu saja kompetisi yang diharapkan untuk terjadi adalah kompetisi yang sehat, bukan kompetisi saling jegal saling bunuh, am I right? Ah, kalau dipikir-pikir, alangkah banyaknya perbandingan filosofi hidup dengan sebuah benda atau sesuatu hal. Alangkah luasnya dunia ini, dan alangkah kecilnya kita sebagai manusia --

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun