Mohon tunggu...
Rendrawati
Rendrawati Mohon Tunggu... Freelancer - penulis lepas

Alumni Sejarah Universitas Diponegoro yang punya pengalaman menulis di beberapa media massa dan situs lainnya. silahkan baca tulisannya yang lain di Medium:@rendrawati dan Qureta: Rendrawati. Khusus Sastra seperti cerpen, silahkan ke akun Kompasiana: Renny DJ

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Messi Pensiun

10 Desember 2022   01:55 Diperbarui: 10 Desember 2022   02:01 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya, tulisan saya ini sudah muncul di kepala saya sehabis melihat pertandingan Piala Dunia 2022, Timnas Argentina yang harus tunduk oleh Timnas Arab Saudi di hari perdana pertandingan grup C tanggal 22 Nopember 2022. 

Sebagai penggemar, saya sempat merasa bad mood selama beberapa jam karena saya tahu kalau Piala Dunia ini akan menjadi event besar terakhir Lionel Messi bersama Timnas Argentina dan saya hanya tidak ingin melihat Messi sedih saja.

Seperti yang saya tulis di tulisan sebelumnya, Bapak saya yang mengenalkan Piala Dunia pada saya. Piala Dunia saya yang saya sempat ikuti pertama kali adalah Piala Dunia 1998 yang diadakan di Prancis, tapi karena kala itu saya masih kecil dan Bapak tidak menyediakan televisi di rumah, jadinya orang tua saya melihatnya nobar di kafe.

Ketika Piala Dunia 2002, saya yang tumbuh dengan banyak teman perempuan, menganggap sepak bola sebagai dunia laki-laki saja. Saya hanya tahu sedikit informasi soal Piala Dunia karena tulisan dari koran dan Majalah Bobo.

Ketika tahun 2006, ketertarikan saya pada Piala Dunia meningkat seiring dengan bertambahnya umur, kala itu saya masih SMP dan senang sekali membeli majalah-majalah cewek macam Gadis, Kawanku, Go Girl, sampai Cosmo Girl.

Nah, majalah-majalah ini kadang-kadang memprofilkan atlit atau pembalap yang dianggap eye candy bagi gadis remaja. Mereka mengulas beberapa pemain yang masuk kategori itu, ada Christian Ronaldo, Lukas Podolski, Fabregas, Modric, dan Lionel Messi.

Messi yang umurnya baru 18 tahun termasuk cute pada waktu itu. Awalnya saya penasaran saja karena dia disebut-sebut sebagai The Next Maradona. Saya menjadi ngefans ketika melihat dia main perdana dan berhasil mencetak gol yang memenangkan Argentina 6-0 lawan Serbia dan Montenegro. Di saat yang bersamaan, saya akhirnya mendukung Timnas Argentina.

Dukungan saya tidak salah karena Messi menjadi salah satu pemain terbaik dunia. Kegiatan fangirling saya makin menggila ketika saya melanjutkan pendidikan di Pesantren dan bertemu dengan beberapa teman perempuan yang lebih gila bola: ada yang suka Lukas Podolski, ada penggemar Frank Lampard dan Michael Ballack, dan ada yang suka klub sepak bola Chelsea dan menunjukkannya dengan seprai dan mug bergambar klub bola itu.

Karena terbatasnya teknologi, kita tidak pernah melihat pertandingan bola di dalam pesantren, tapi karena ada koran, jadinya saya mengikuti perkembangan Messi melalui koran saja. Kebetulan, majalah olah raga diperbolehkan untuk punya di dalam asrama, jadinya saya punya beberapa majalah atau tabloid olah raga yang ada Messi-nya. 

Terkadang saya juga mengobrol soal sepak bola dengan teman-teman saya itu dan saya jadi tahu kalau sepak bola itu bersifat universal.

Setelah saya pindah sekolah ke sekolah biasa, saya lebih leluasa untuk melihat pertandingan sepak bola di televisi, meski saya tidak pernah melihat pertandingan Messi ketika bermain di Barcelona karena jam malam dan saya lebih memberatkan sekolah, lagipula, saya tidak punya teman mengobrol soal sepak bola lagi selain dengan Bapak saya.

Gegara Messi bermain di F.C. Barcelona, saya jadi penasaran dengan Timnas Spanyol yang katanya banyak mengambil pemain dari klub yang menaungi Messi. Saya akhirnya menonton Piala EURO 2008, lagi-lagi modal saya adalah kepo atau penasaran dengan teman-teman se-klub Messi bermain dan saya langsung jatuh cinta dengan gaya permainan Timnas Spanyol.

 Timnas Spanyol yang kala itu masih ada Sergio Ramos, Puyol, David Villa, Iker Casillas, Iniesta, Xavi. Menurut saya, gaya permainannya cantik dan tidak keras. Ternyata intuisi saya benar karena Timnas Spanyol kemudian menjadi juara EURO tahun itu.

Ketika Piala Dunia 2010, saya jadi semakin semangat menonton karena saya tidak hanya mendukung Messi dan Timnas Argentina, karena saya juga mendukung Timnas La Furia Roja. Saya sedih karena Timnas Argentina kalah, dan ternyata Piala Dunia 2010 adalah milik Timnas Spanyol.

Messi tetap menjadi idola lapangan hijau saya, meskipun tidak semua pertandingan bisa dilalui olehnya. Seperti ketika kalah di Piala Dunia 2010, kalah di Copa America atau gagal di Final Piala Dunia 2014 yang membuat kerap membuat saya mewek karena sedih melihat idolanya kalah.

Terlebih, saya merasa seolah-olah tumbuh Bersama Messi. Mungkin saya tidak melihat semua pertandingannya, tapi saya masih ingat momen ketika dia masih duduk di bangku cadangan, bermain bersama pemain senior Timnas Argentina seperti Tevez dan Zanetti, lalu menjadi pemimpin bagi Timnas Argentina. Saya beruntung bisa melihat pertandingan ke-1000-nya yang terjadi terjadi ketika Timnas Argentina versus Timnas Polandia kemarin.

Saya paham, setiap permainan ada pasang-surutnya. Messi pun tidak terkecuali. Saya juga tahu Messi sudah mengungkapkan keinginannya untuk pensiun, tapi dia kembali masuk ke dalam squad Timnas Argentina. Ketika mendengar berita keinginannya untuk mundur dari Timnas Argentina, saya sedih dan bertanya-tanya dalam hati, apakah saya bisa tetap melihat pertandingan sepak bola lagi?.

Melihat Timnas Argentina kalah kemarin, saya pasrah saja jikalau Messi berakhir pensiun tanpa pernah mengantar Argentina sebagai juara Piala Dunia. Saya mulai belajar untuk jumawa atas kekalahan. Sebenarnya, saya sempat tidak yakin kalau Argentina bisa lolos fase grup, ternyata saya salah besar. 

Ternyata Timnas Tango bisa menunjukkan performa terbaiknya pada pertandingan selanjutnya. Apalagi Messi tidak sendirian yang akan pensiun dari Timnas setelah Piala Dunia 2022, masih ada Christiano Ronaldo, Luka Modric, Thiago Silva, dan Pepe Reina.

Khawatir Timnas Argentina pulang lebih cepat, saya malah melihat banyak pertandingan di Piala Dunia tahun ini dan malah sekarang mulai mendukung Timnas Jepang untuk zona Asia, selain Timnas Spanyol, dan Argentina.

Bagaimana keadaan saya setelah Messi pensiun? Mungkin frekuensi saya menonton bola akan sedikit menurun, apalagi saya mulai kekurangan teman untuk membicarakan sepak bola dan faktor umur, hehe. Tentunya saya akan tetap mendukung Timnas Argentina, Timnas Spanyol, dan Timnas Jepang.

Harapan saya, pelatih Timnas Argentina memanggil banyak pemain baru sehingga bisa menyegarkan kinerja Timnas Argentina di lapangan.

Dan untuk dunia sepak bola, Saya tidak butuh Messi baru atau Christiano Ronaldo baru, saya hanya ingin melihat talenta-talenta baru yang kelak bisa membuat Messi bangga. Saya akan menceritakan ke penerus saya kalau saya pernah mengidolakan salah satu pemain besar dunia yang bernama Lionel Messi.*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun