Salsabila Firdaus_07020122052_Semester 2
E-mail : firdaussalsabila268@gmail.com
Â
Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Â
ABSTRAK
Materi ini membahas penerapan filsafat Paripatetik dalam konteks etika bisnis dan bagaimana pendekatan ini dapat digunakan untuk membangun organisasi yang beretika. Materi dimulai dengan pengenalan tentang filsafat Paripatetik dan etika bisnis, yang memberikan pemahaman dasar tentang konsep-konsep yang rumit. Selanjutnya, materi menjelaskan prinsip-prinsip utama filsafat Paripatetik yang relevan dalam konteks etika bisnis. Prinsip-prinsip ini meliputi pendekatan holistik terhadap kehidupan dan kebahagiaan manusia, pentingnya kebiasaan dan karakter dalam membentuk perilaku yang baik, serta pentingnya etika dalam mengatur hubungan antara individu dan masyarakat. membahas bagaimana pendekatan Paripatetik dapat digunakan untuk membangun organisasi yang beretika. Pendekatan ini melibatkan pengembangan kebiasaan dan karakter yang baik dalam konteks organisasi, seperti integritas, keadilan, dan tanggung jawab. Materi juga menjelaskan inti pembentukan budaya organisasi yang beretika, di mana nilai-nilai etika menjadi inti dari entitas dan tindakan organisasi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip filsafat Paripatetik dalam etika bisnis, organisasi dapat menciptakan lingkungan kerja yang beretika, di mana individu dihormati dan dipandang sebagai tujuan utama. Hal ini dapat meningkatkan kepercayaan dan kepercayaan organisasi mata karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat secara umum. Materi ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep filsafat Paripatetik dalam konteks etika bisnis dan memberikan panduan praktis tentang cara membangun organisasi yang beretika dengan pendekatan Paripatetik. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan organisasi dapat memainkan peran aktif dalam menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan dunia bisnis secara keseluruhan.
PENDAHULUAN
Dalam era bisnis yang semakin kompleks dan serba cepat, organisasi dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjalankan kegiatan bisnis mereka dengan menjaga integritas moral dan etika yang tinggi. Etika bisnis memainkan peran kunci dalam menentukan tindakan dan keputusan yang diambil oleh organisasi, serta memastikan bahwa mereka bertanggung jawab secara sosial dan menghormati nilai-nilai moral yang mendasar. Dalam konteks ini, penerapan filsafat Paripatetik dapat menjadi pendekatan yang bermanfaat dalam membangun organisasi yang beretika. Filsafat Paripatetik, yang berasal dari pemikiran Aristoteles, filsuf Yunani kuno, menekankan pentingnya pengamatan dan pemahaman terhadap dunia nyata, serta pentingnya bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang baik. Dalam etika bisnis, filsafat Paripatetik menawarkan pandangan yang berfokus pada perhatian terhadap tindakan dan keputusan yang diambil dalam konteks bisnis.[1]
 Dalam materi ini, kita akan menggali pengenalan tentang filsafat Paripatetik dan etika bisnis, serta mengidentifikasi prinsip-prinsip filsafat yang relevan dalam konteks etika bisnis. Selanjutnya, kita akan melihat bagaimana pendekatan Paripatetik dapat diterapkan untuk membangun organisasi yang beretika, dengan penekanan pada pengamatan, pemikiran bijaksana, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang benar. Dengan memperkuat pemahaman tentang filsafat Paripatetik dan menerapkan prinsip-prinsipnya dalam etika bisnis, organisasi dapat membangun budaya yang beretika, mengambil keputusan yang tepat secara moral, serta memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis mereka. Dalam menghadapi persaingan yang ketat dan perubahan yang terus menerus, organisasi yang beretika dapat membangun kepercayaan pemangku kepentingan, menciptakan nilai jangka panjang, dan berkontribusi secara positif bagi masyarakat.[2]
Â
PENGENALAN FILSAFAT PARIPATETIK DAN ETIKA BISNIS
 Sejarah Filsafat ParipatetikÂ
Dalam sejarah filsafat Paripatetik muncul pada abad ke-4 SM di Yunani Kuno. Aliran filsafat ini didirikan oleh Aristoteles, setelah ia meninggalkan dalam bidang Akademik, dan sekolah filsafat didirikan oleh Plato. Pada sebelum meninggalakan akademik bahwa Aristoteles pernah belajar selama bertahun-tahun dengan Plato, dimana Aristoteles mendapatkan dasar-dasar pemikiran filosofis. Namun dengan belajar tersebut terdapat berbedaan pemikiran maupun pendekatan antara Aristoteles dengan Plato. Pemikiran Aristoteles cenderung lebih fokus pada penelitian empiris dan observasi langsung terhadap alam dan manusia, sementara Plato cenderung lebih abstrak dan berorientasi pada ide-ide yang universal. Setelah kematian Plato pada tahun 347 SM, Aristoteles meninggalkan Akademi dan pindah ke kota Athena. Di sana, ia mendirikan sekolahnya sendiri yang dikenal sebagai Lyceum. Nama "paripatetik" berasal dari kebiasaan Aristoteles mengajar para muridnya sambil berjalan-jalan di sekitar area Lyceum. Di Lyceum, Aristoteles mengajarkan berbagai mata pelajaran, termasuk filsafat, logika, ilmu alam, etika, dan politik. Ia mengembangkan sistem pemikiran dan metodologi filosofis yang unik, dengan menekankan pengamatan alam dan penalaran rasional sebagai landasan pengetahuan.
Aristoteles juga menulis banyak karya, yang meliputi karya-karya filosofis terkenal seperti "Nikomakhea Etika" dan "Fisika". Setelah kematian Aristoteles pada tahun 322 SM, para pengikutnya melanjutkan pengembangan filsafat paripatetik. Beberapa pengikut terkenalnya termasuk Theophrastus, yang menjadi kepala Lyceum setelah Aristoteles, dan Strato dari Lampsacus, yang memimpin aliran ini setelah Theophrastus. Pengaruh filsafat paripatetik terus berkembang dalam tradisi filsafat Yunani dan mempengaruhi pemikiran filosofis Barat selama berabad-abad. Walaupun praktik mengajar dan aliran paripatetik mengalami pasang surut selama sejarah, kontribusi Aristoteles dalam berbagai bidang filsafat terus dihormati dan dipelajari hingga saat ini.
Â
 Konsep Etika Bisnis Dan Pentingnya Membangun Organisasi Yang Beretika
Konsep etika bisnis melibatkan penerapan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang benar dalam konteks dunia bisnis. Etika bisnis menekankan pentingnya bertindak dengan integritas, kejujuran, tanggung jawab sosial, serta mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari keputusan dan tindakan bisnis. Membangun organisasi yang beretika memiliki kepentingan yang sangat besar. Organisasi yang beretika akan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, di mana karyawan merasa dihargai dan didorong untuk bertindak dengan integritas. Hal ini dapat meningkatkan moral dan motivasi karyawan, serta menciptakan hubungan yang lebih baik antara karyawan, manajemen, dan pelanggan. Selain itu, organisasi yang beretika juga akan memperoleh kepercayaan dari para pemangku kepentingan seperti pelanggan, mitra bisnis, investor, dan masyarakat secara umum.
 Kepercayaan adalah aset yang berharga dalam bisnis, karena dapat mempengaruhi reputasi dan kelangsungan jangka panjang suatu organisasi. Organisasi yang dihormati karena etika bisnisnya yang baik akan menarik pelanggan yang setia, mitra bisnis yang solid, dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.Selain manfaat internal dan eksternal yang signifikan, membangun organisasi yang beretika juga sesuai dengan nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial. Organisasi yang berkomitmen pada etika bisnis akan menghindari praktik-praktik yang merugikan, seperti penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian, organisasi tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan yang positif dalam masyarakat, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial.[3]
Â
Relevansi Filsafat Paripatetik Dalam Konteks Etika Bisnis.
Filsafat Paripatetik, yang didirikan oleh Aristoteles, memiliki relevansi yang kuat dalam konteks etika bisnis. Konsep-konsep yang diajarkan dalam filsafat Paripatetik memberikan panduan moral yang penting bagi praktik bisnis yang beretika. Salah satu konsep utama dalam filsafat Paripatetik adalah kebajikan (virtue). Aristoteles mengembangkan konsep kebajikan sebagai landasan etika. Keberanian, kebijaksanaan, keadilan, dan kejujuran. Beberapa contoh kebajikan yang dianggap penting untuk diterapkan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dunia bisnis. Organisasi yang mengamalkan kebajikan dalam keputusan dan tindakan bisnisnya akan mempromosikan lingkungan kerja yang jujur, adil, dan bertanggung jawab.[4]
Selain itu, filsafat Paripatetik juga mengajarkan tentang tanggung jawab sosial. Aristoteles menekankan pentingnya mempertimbangkan konsekuensi sosial dari tindakan dan keputusan bisnis. Organisasi yang beretika harus memperhatikan dampak yang mereka hasilkan terhadap karyawan, pelanggan, masyarakat, dan lingkungan. Ini termasuk menghormati hak-hak pekerja, menghasilkan produk yang aman dan berkualitas, serta berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Konsep hylemorfisme dalam filsafat Paripatetik juga dapat memiliki implikasi dalam etika bisnis. Aristoteles mengajarkan bahwa segala sesuatu memiliki hyle (materi) dan morphe (bentuk). Dalam konteks bisnis, hal ini dapat diartikan sebagai pentingnya mempertimbangkan konsekuensi sosial dan lingkungan dari kegiatan bisnis, serta menggunakan sumber daya secara bijaksana dan bertanggung jawab. Organisasi yang beretika harus menjaga keberlanjutan lingkungan dan menggunakan sumber daya dengan penuh tanggung jawab.[5]
Membangun organisasi yang beretika memiliki manfaat yang signifikan. Organisasi yang beretika akan menciptakan lingkungan kerja yang sehat, di mana karyawan merasa dihargai dan didorong untuk bertindak dengan integritas. Hal ini dapat meningkatkan moral dan motivasi karyawan, serta menciptakan hubungan yang lebih baik antara karyawan, manajemen, dan pelanggan. Selain itu, organisasi yang beretika juga akan memperoleh kepercayaan dari para pemangku kepentingan seperti pelanggan, mitra bisnis, investor, dan masyarakat secara umum. Kepercayaan adalah aset yang berharga dalam bisnis, karena dapat mempengaruhi reputasi dan kelangsungan jangka panjang suatu organisasi. Organisasi yang dihormati karena etika bisnisnya yang baik akan menarik pelanggan yang setia, mitra bisnis yang solid, dan mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Selain manfaat internal dan eksternal yang signifikan, membangun organisasi yang beretika juga sesuai dengan nilai-nilai moral dan tanggung jawab sosial. Organisasi yang berkomitmen pada etika bisnis akan menghindari praktik-praktik yang merugikan, seperti penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan kerusakan lingkungan. Dengan demikian, organisasi tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan yang positif dalam masyarakat, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial.[6]
PRINSIP-PRINSIP FILSAFAT DALAM KONTEKS ETIKA BISNIS
Prinsip-prinsip utama yang diajarkan oleh Filsafat Paripatetik
Filsafat Paripatetik, yang didirikan oleh Aristoteles, mengajarkan prinsip-prinsip utama yang meliputi beragam aspek kehidupan manusia. Berikut ini adalah beberapa prinsip utama yang diajarkan oleh Filsafat Paripatetik:
1) Penekanan pada Kebajikan: Salah satu prinsip utama dalam Filsafat Paripatetik adalah kebajikan (virtue). Aristoteles mengembangkan konsep kebajikan sebagai landasan etika. Keberanian, kebijaksanaan, keadilan, dan kejujuran adalah beberapa contoh kebajikan yang dianggap penting dalam mencapai kehidupan yang baik dan bahagia.
 2) Penekanan pada Teladan: Filsafat Paripatetik menekankan pentingnya memiliki teladan atau panutan dalam hidup. Aristoteles mengajarkan bahwa kita dapat belajar dari contoh-contoh positif orang-orang yang hidup dengan kebajikan dan mempraktikkan prinsip-prinsip moral yang baik.
3) Empiris dan Observasi: Aristoteles menekankan pentingnya pengamatan dan analisis data dalam memperoleh pengetahuan yang benar. Pendekatan ini berbeda dari aliran-aliran filsafat lainnya yang lebih abstrak. Aristoteles mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman dan pengamatan langsung terhadap dunia nyata.
 4) Hylemorfisme: Konsep hylemorfisme dalam Filsafat Paripatetik mengajarkan bahwa segala sesuatu memiliki hyle (materi) dan morphe (bentuk). Aristoteles berpendapat bahwa bentuk memberikan substansi dan tujuan bagi materi. Dalam konteks etika bisnis, hal ini mengandung arti pentingnya mempertimbangkan konsekuensi sosial dan lingkungan dari tindakan dan keputusan bisnis.
 5) Tujuan Akhir Kehidupan: Filsafat Paripatetik juga menekankan tujuan akhir kehidupan manusia, yang disebut eudaimonia. Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir manusia adalah mencapai kebahagiaan dan kebaikan. Eudaimonia dapat dicapai melalui pengembangan potensi manusia dan hidup sesuai dengan akal budi.[7]Â
Relevansi Prinsip-Prinsip Tersebut Dalam Mengembangkan Etika Bisnis Yang Berkelanjutan
Prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Filsafat Paripatetik memiliki relevansi yang signifikan dalam mengembangkan etika bisnis yang berkelanjutan. Konsep-konsep yang terkandung dalam aliran filsafat ini dapat memberikan panduan moral yang penting bagi praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Salah satu prinsip utama dalam Filsafat Paripatetik adalah penekanan pada kebajikan atau keutamaan moral. Aristoteles mengajarkan bahwa kebajikan adalah kualitas moral yang membimbing perilaku manusia menuju kehidupan yang baik dan bahagia. Dalam konteks etika bisnis yang berkelanjutan, prinsip ini mendorong organisasi untuk mengutamakan integritas, kejujuran, tanggung jawab sosial, dan keadilan dalam setiap aspek operasional mereka. Dengan menerapkan kebajikan dalam praktik bisnis, organisasi dapat membangun reputasi yang baik, memperoleh kepercayaan pelanggan, dan menciptakan hubungan yang sehat dengan mitra bisnis dan masyarakat.Â
Selain itu, pendekatan empiris dan observasi dalam Filsafat Paripatetik juga memiliki relevansi dalam mengembangkan etika bisnis yang berkelanjutan. Aristoteles menekankan pentingnya pengamatan langsung terhadap dunia nyata dan analisis data dalam memperoleh pengetahuan yang benar. Dalam konteks bisnis, pendekatan ini dapat mendorong organisasi untuk mengumpulkan data tentang dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan mereka. Dengan memahami dampak ini, organisasi dapat mengambil langkah-langkah yang bertanggung jawab untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan kontribusi positif mereka terhadap masyarakat dan lingkungan.
Konsep hylemorfisme, yang menekankan pentingnya mempertimbangkan materi (hyle) dan bentuk (morphe), juga relevan dalam etika bisnis yang berkelanjutan. Dalam hal ini, organisasi perlu mempertimbangkan sumber daya alam yang digunakan, pengelolaan limbah, penggunaan energi yang efisien, dan dampak lingkungan lainnya dari operasi mereka. Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, organisasi dapat mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.[8]
Â
Contoh Penerapan Prinsip-Prinsip Paripatetik Dalam Konteks Bisnis Nyata
Contoh penerapan prinsip-prinsip Filsafat Paripatetik dalam konteks bisnis nyata dapat dilihat melalui beberapa contoh berikut:
 Satu contoh penerapan prinsip Paripatetik adalah melalui pendekatan tanggung jawab sosial perusahaan. Sebuah perusahaan dapat menerapkan prinsip ini dengan memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat di sekitarnya. Misalnya, perusahaan tersebut dapat mendirikan program kemitraan dengan komunitas lokal untuk memberdayakan penduduk setempat melalui pelatihan kerja, pendidikan, atau bantuan kesehatan. Dengan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di sekitarnya, perusahaan tersebut mencerminkan prinsip keadilan dan pertanggungjawaban sosial yang diajarkan oleh Filsafat Paripatetik.
Contoh lain adalah praktik bisnis yang berkelanjutan yang mencerminkan prinsip hylemorfisme. Sebuah perusahaan dapat memperhatikan materi dan bentuk dalam operasinya dengan mengadopsi praktik yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Misalnya, perusahaan tersebut dapat mengurangi penggunaan energi non-terbarukan dan beralih ke sumber energi terbarukan, mengoptimalkan penggunaan bahan baku dengan daur ulang atau penggunaan kembali, serta mengurangi limbah dan emisi yang merugikan lingkungan. Dengan mengintegrasikan pertimbangan sosial dan lingkungan dalam kegiatan bisnisnya, perusahaan tersebut mencerminkan prinsip hylemorfisme yang mengedepankan keberlanjutan dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
 Penerapan prinsip kebajikan dan integritas juga dapat dilihat dalam praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial. Misalnya, perusahaan dapat memastikan bahwa mereka memberikan kondisi kerja yang adil dan aman bagi karyawan, termasuk memberikan kompensasi yang layak, melindungi hak-hak pekerja, dan mendorong pengembangan karir yang berkelanjutan. Selain itu, perusahaan tersebut juga dapat memastikan kejujuran dalam hubungan dengan pelanggan, seperti memberikan informasi yang jelas dan akurat tentang produk atau layanan yang ditawarkan. Dengan menerapkan prinsip kebajikan dan integritas dalam praktik bisnisnya, perusahaan mencerminkan komitmen mereka terhadap etika bisnis yang berkelanjutan.
 Contoh-contoh di atas mencerminkan bagaimana prinsip-prinsip Filsafat Paripatetik dapat diterapkan dalam praktik bisnis nyata untuk mencapai etika bisnis yang berkelanjutan. Dengan mengadopsi prinsip keadilan, pertanggungjawaban sosial, hylemorfisme, dan kebajikan, perusahaan dapat membangun budaya yang berorientasi pada keberlanjutan, mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan, serta menjalin hubungan yang adil dan jujur dengan pemangku kepentingan mereka.
Â
MEMBANGUN ORGANISASI YANG BERETIKA DENGAN PENDEKATAN PARIPATETIK
Menerapkan Prinsip-Prinsip Paripatetik Dalam Struktur Organisasi
 Menerapkan prinsip-prinsip Filsafat Paripatetik dalam struktur organisasi dapat membantu menciptakan budaya yang berlandaskan pada nilai-nilai etika dan kebajikan. Berikut adalah beberapa cara menerapkan prinsip-prinsip Paripatetik dalam struktur organisasi:
Memperhatikan Kepemimpinan yang Teladan: Prinsip Paripatetik menekankan pentingnya kepemimpinan yang teladan dalam organisasi. Pemimpin organisasi harus menjadi contoh yang baik dalam mempraktikkan nilai-nilai etika dan kebajikan. Mereka harus mengkomunikasikan dan mempromosikan nilai-nilai ini kepada seluruh anggota organisasi melalui tindakan mereka sehari-hari. Hal ini akan mempengaruhi budaya organisasi secara positif dan memperkuat kesadaran akan pentingnya etika dan kebajikan dalam pengambilan keputusan dan tindakan.
Membangun Budaya Kebajikan: Organisasi dapat membangun budaya yang berlandaskan pada kebajikan dan nilai-nilai moral yang diadvokasi dalam prinsip Paripatetik. Misalnya, perusahaan dapat mengintegrasikan nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, tanggung jawab sosial, dan keadilan dalam kebijakan dan prosedur organisasi. Selain itu, organisasi dapat melibatkan karyawan dalam program pelatihan etika dan kebajikan yang membantu mengembangkan kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya praktik bisnis yang beretika.
 Menerapkan Pertimbangan Sosial dan Lingkungan: Prinsip Paripatetik mendorong organisasi untuk mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan mereka. Dalam struktur organisasi, hal ini dapat diwujudkan melalui pengembangan kebijakan yang memperhatikan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Misalnya, organisasi dapat mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan, seperti pengurangan penggunaan energi, pengelolaan limbah yang baik, dan penggunaan bahan baku yang bertanggung jawab. Selain itu, organisasi dapat melibatkan diri dalam inisiatif sosial yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat.
 Mendorong Pemikiran Kritis dan Refleksi: Prinsip Paripatetik mengajarkan pentingnya pemikiran kritis dan refleksi dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Dalam struktur organisasi, hal ini dapat dicapai dengan mendorong karyawan untuk terlibat dalam diskusi dan debat yang konstruktif, mempertimbangkan berbagai sudut pandang, serta merefleksikan dampak dari keputusan dan tindakan mereka. Organisasi dapat mengadopsi mekanisme, seperti forum diskusi, pelatihan, atau program mentoring, yang memfasilitasi pengembangan keterampilan pemikiran kritis dan refleksi.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip Paripatetik dalam struktur organisasi, organisasi dapat menciptakan budaya yang berorientasi pada nilai-nilai etika dan kebajikan, serta mempromosikan praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini akan berdampak positif pada karyawan, hubungan dengan pemangku kepentingan, dan reputasi organisasi secara keseluruhan.
Â
Bagaimana Kepemimpinan Yang Berdasarkan Paripatetik Dapat Mempengaruhi Budaya Perusahaan Yang Beretika
Kepemimpinan yang berdasarkan prinsip-prinsip Paripatetik dapat memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk budaya perusahaan yang beretika. Kepemimpinan yang mempraktikkan nilai-nilai Paripatetik seperti kebajikan, integritas, dan keadilan akan menciptakan lingkungan kerja yang mempromosikan nilai-nilai ini dan mendorong perilaku yang etis. Berikut adalah beberapa cara kepemimpinan berdasarkan Paripatetik dapat mempengaruhi budaya perusahaan yang beretika:
Teladan Moral: Seorang pemimpin yang berdasarkan Paripatetik akan menjadi teladan moral bagi karyawan dan anggota organisasi. Mereka akan mempraktikkan kebajikan dan integritas dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaan mereka. Dengan melakukan ini, mereka menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka dan memperkuat budaya perusahaan yang beretika.
Konsistensi Nilai: Pemimpin yang berdasarkan Paripatetik akan memastikan bahwa nilai-nilai etika dan kebajikan yang mereka anut termanifestasi secara konsisten dalam keputusan dan tindakan mereka. Mereka tidak hanya berbicara tentang pentingnya etika, tetapi juga menerapkannya dalam praktik bisnis sehari-hari. Konsistensi ini membantu membangun kepercayaan dan kestabilan dalam budaya perusahaan, serta mendorong karyawan untuk mengadopsi nilai-nilai yang sama.
 Transparansi dan Komunikasi Terbuka: Kepemimpinan yang berdasarkan Paripatetik cenderung menerapkan transparansi dan komunikasi terbuka dalam organisasi. Mereka berbagi informasi secara jujur, menghormati pendapat dan masukan dari karyawan, dan terbuka untuk dialog dan diskusi. Dalam budaya yang transparan dan terbuka, karyawan merasa dihargai dan didorong untuk berkontribusi dengan integritas dan etika yang sama.
Keputusan yang Berdasarkan Keadilan: Prinsip keadilan dalam Paripatetik mengarahkan pemimpin untuk membuat keputusan yang adil dan mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan. Dalam konteks budaya perusahaan, kepemimpinan yang berdasarkan Paripatetik akan memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya menguntungkan satu pihak atau kelompok kepentingan, tetapi juga memperhatikan kepentingan yang lebih luas. Hal ini menciptakan lingkungan yang adil dan merangsang karyawan untuk bertindak dengan integritas dan menghormati hak dan kepentingan semua individu.
Pembinaan dan Pengembangan Karyawan: Kepemimpinan yang berdasarkan Paripatetik juga menekankan pentingnya pembinaan dan pengembangan karyawan. Pemimpin yang berorientasi pada prinsip ini akan berinvestasi dalam pengembangan keterampilan dan pengetahuan karyawan, serta membantu mereka dalam mencapai potensi maksimal. Melalui pembinaan yang efektif, karyawan diberdayakan untuk bertindak dengan integritas dan etika dalam pekerjaan mereka, yang kemudian berdampak positif pada budaya perusahaan secara keseluruhan.
Pendorong Kolaborasi dan Tim Kerja: Kepemimpinan yang berdasarkan Paripatetik mendorong kolaborasi dan kerja tim yang baik dalam organisasi. Pemimpin yang mempraktikkan prinsip ini akan mendorong karyawan untuk saling mendukung, berbagi pengetahuan, dan bekerja bersama-sama dalam mencapai tujuan bersama. Dengan mendorong kolaborasi dan tim kerja yang kuat, budaya perusahaan yang beretika dapat tumbuh dan berkembang.
Penghargaan dan Pengakuan yang Adil: Kepemimpinan berdasarkan Paripatetik juga mencakup penghargaan dan pengakuan yang adil terhadap karyawan. Pemimpin akan memastikan bahwa pencapaian dan kontribusi karyawan dihargai secara proporsional dan adil. Ini menciptakan lingkungan kerja yang memberdayakan dan memotivasi karyawan untuk bekerja dengan etika dan integritas, karena mereka merasa dihargai dan diakui atas upaya dan kontribusi mereka.Â
Dalam kombinasi, faktor-faktor ini membantu membentuk budaya perusahaan yang beretika dan bertanggung jawab. Kepemimpinan yang berbasis pada prinsip-prinsip Paripatetik tidak hanya mencerminkan etika bisnis yang baik, tetapi juga mempengaruhi perilaku dan tindakan karyawan secara keseluruhan. Budaya perusahaan yang beretika mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab, kolaboratif, dan berkelanjutan.[9]
Â
Strategi Dan Praktik Untuk Membangun Organisasi Yangt Beretika Dengan Mengadopsi Pendekatan Paripatetik
Pendekatan Paripatetik adalah sebuah strategi yang dapat digunakan untuk membangun organisasi yang beretika. Pendekatan ini didasarkan pada filsafat Aristoteles yang menekankan pentingnya pengembangan karakter dan kebiasaan moral yang baik melalui pembelajaran dan praktek yang berkelanjutan. Dalam konteks organisasi, pendekatan Paripatetik dapat diterapkan dengan mengadopsi beberapa strategi dan praktik yang mendukung budaya dan perilaku yang beretika. Salah satu strategi utama dalam pendekatan Paripatetik adalah membangun budaya yang kuat dan berkomitmen terhadap nilai-nilai etika. Hal ini dapat dicapai melalui pengembangan kode etik organisasi yang jelas dan transparan, serta komunikasi yang konsisten tentang pentingnya integritas dan moralitas dalam semua aspek bisnis. Organisasi juga perlu memastikan bahwa nilai-nilai etika tersebut tercermin dalam kebijakan, prosedur, dan praktik operasional sehari-hari.[10]
 Selain itu, praktik pendidikan dan pelatihan berkelanjutan juga penting dalam pendekatan Paripatetik. Organisasi perlu menyediakan pelatihan yang terus-menerus tentang etika dan tanggung jawab sosial kepada seluruh anggota organisasi, termasuk manajer dan karyawan. Pelatihan semacam itu dapat membantu memperkuat pemahaman individu tentang etika bisnis dan memberikan alat praktis untuk menghadapi situasi yang kompleks atau berpotensi bermasalah. Selanjutnya, penting untuk mendorong refleksi dan diskusi yang terbuka tentang dilema etika dan pertanyaan moral dalam konteks organisasi. Ini bisa dilakukan melalui forum diskusi, kelompok studi, atau kegiatan kolaboratif lainnya. Dengan berbagi pandangan dan pengalaman, anggota organisasi dapat memperluas pemahaman mereka tentang etika bisnis dan mengembangkan keterampilan untuk menghadapi tantangan etika dengan lebih baik.
Dalam mengadopsi pendekatan Paripatetik, organisasi juga perlu menciptakan mekanisme penghargaan dan pengakuan yang mendorong perilaku etis. Ini dapat melibatkan pengakuan terhadap individu atau tim yang menunjukkan integritas tinggi, keberanian moral, atau kontribusi yang signifikan dalam membangun budaya organisasi yang beretika. Penghargaan semacam itu akan memberikan insentif dan menguatkan komitmen individu terhadap etika dalam organisasi.[11]
Â
KESIMPULAN
 Kesimpulan dari penerapan filsafat paripatetik dalam etika bisnis adalah bahwa pendekatan ini dapat membantu membangun organisasi yang beretika. Melalui pengenalan filsafat paripatetik dan prinsip-prinsipnya dalam konteks etika bisnis, organisasi dapat mengadopsi pendekatan yang lebih holistik dan berpusat pada manusia dalam mengambil keputusan dan mengelola operasi mereka. Filsafat paripatetik menekankan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara berbagai aspek kehidupan, termasuk bisnis. Dalam konteks etika bisnis, pendekatan ini menekankan pentingnya mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat, termasuk pemilik, karyawan, pelanggan, dan masyarakat secara keseluruhan. Prinsip-prinsip paripatetik, seperti keahlian praktis, keadilan, dan sikap tegar rasa, dapat membantu organisasi dalam membuat keputusan yang adil dan bertanggung jawab.
 Dengan menerapkan pendekatan paripatetik, organisasi dapat membangun budaya yang berorientasi pada nilai-nilai etis, termasuk kejujuran, kejujuran, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap lingkungan. Organisasi yang beretika dapat memperoleh kepercayaan dan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan reputasi dan kesuksesan jangka panjang. Pendekatan paripatetik juga menekankan pentingnya refleksi dan pembelajaran berkelanjutan. Dalam konteks etika bisnis, ini berarti organisasi perlu terus menerus mengevaluasi dan meningkatkan praktik-praktik mereka, serta belajar dari pengalaman dan masukan yang diterima. Dengan mengadopsi pendekatan ini, organisasi dapat memperbaiki diri dan terus beradaptasi dengan perubahan sosial, lingkungan, dan bisnis yang terus berkembang.
Secara keseluruhan, penerapan filsafat paripatetik dalam etika bisnis dapat membantu organisasi membangun landasan yang kuat untuk bertindak secara etis dan berkelanjutan. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip paripatetik dalam budaya dan praktik bisnis mereka, organisasi dapat mencapai tujuan jangka panjang yang melibatkan kepentingan semua pihak yang terlibat, sambil menjaga keharmonisan dengan lingkungan dan masyarakat yang lebih luas.
Â
DAFTAR PUSTAKA
- Aristoteles. (2012). Etika Nikomakhea (K. M. Fauzi, Trans.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
- Effendi, A. (2016). Membangun Budaya Bisnis Berkelanjutan Melalui Penerapan Filsafat Paripatetik. Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi, 19(2), 159-170.
- Johnson, C. E., & Johnson, J. E. (2017). Aristotle's approach to ethical reasoning in the business ethics course. Journal of Business Ethics Education, 14, 43-56.
- Kristiyanto, A., Filsafat Bisnis: Etika dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, (Gava Media, 2018), 1-15.
- Lemos, G. E. (2019). Etika Bisnis: Pendekatan Berbasis Prinsip (Edisi ke-4). Erlangga.
- Mardikanto, T. (2018). Filsafat Paripatetik Aristoteles dan Aplikasinya dalam Etika Bisnis. Jurnal Etika, 9(1), 17-36.
- Pratama, I. A. (2016). Etika Bisnis: Implikasinya bagi Praktisi dan Akademisi. Yogyakarta: Deepublish.
- Rescher, N. (2005). Aristotle: An Encounter. New Brunswick, NJ: Transaction Publishers.
- Setyadi, E. (2017). Keadilan dalam Etika Bisnis: Perspektif Aristoteles. Jurnal Filsafat, 27(2), 225-240.
- Sison, A. J., & Fontrodona, J. (2012). The common good of the firm in the Aristotelian-Thomistic tradition. Journal of Business Ethics, 110(2), 169-178.
- Wijaya, B. S. (2015). Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial. Jakarta: Kencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H