Mohon tunggu...
Deva putra
Deva putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kata dalam rasa

Bahasa jiwa adalah rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Aroma Pagi

16 Agustus 2019   06:17 Diperbarui: 16 Agustus 2019   06:17 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Terlampau dini untuk mencium kening di antara tanah kering.

Kutemui sepicik kata noda yang menjual tetesan embun di pucuk alang-alang.

Masih saja anyir ...

Terlampau garing memberi basah, saat kemarau memainkan deru angin yang terik bercampur ketidak pastian.

Mungkin muak akan sikap plinta-plintu, bagai air di daun talas, sebauh pribahasa yang menamai 

Baiklah ...!

Jika jalan musim Agustus ini penuh kemeriahan pesta, dan aku masih di bumi gersang, mugkin keadaan kakiku sedang dalam keadaan tersandung.

Lihat ...!

Aroma pagi yang bercampur anyir sisa pertarungan mimpi malam, asa bercak liur di sudut abstrak. Laksana gugusan awan di pagi buta tanpa cahaya.

Astanajapura. 16082019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun