Mohon tunggu...
Diandi Nurhakim_032
Diandi Nurhakim_032 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

akun ini didedikasikan untuk mata kuliah Ilmu Dakwah, dalam bentuk sebuah artikel semoga ilmu ataupun pandangan baru dalam berdakwah yang ada di artikel ini menjadi manfaat bagi pembacanya. Terima kasih kepada: Syamsul Yakin Selaku Dosen Mata Kuliah Ilmu Dakwah.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Antropologi Dakwah

18 Mei 2024   15:32 Diperbarui: 18 Mei 2024   15:33 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Syamsul Yakin

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penyunting: Diandi Nurhakim

Antropologi dakwah terdiri dari dua kata, yakni antropologi dan dakwah. Untuk memberi definisi antropologi dakwah, perlu diungkap kembali tentang definisi antropologi dan definisi dakwah. Perlu ditegaskan kembali di sini bahwa antropologi  adalah ilmu yang mengkaji manusia dan budayanya. Tujuannya adalah untuk memperoleh suatu pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk, baik di masa lampau maupun saat ini.

 

Definisi tersebut menggambarkan bahwa antropologi menelaah manusia.

Sedangkan dakwah, secara bahasa,  adalah sebuah kata dalam bahasa Arab dalam bentuk masdar. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut berarti memanggil dan  menyeru. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa kegiatan dakwah melibatkan manusia, baik yang berdakwah (da’i) maupun yang didakwahi (mad’u). Jadi, secara implementatif, dakwah merupakan kerja dan karya besar manusia.

Da’i adalah makhluk manusia berbudaya yang memberikan pedoman kepada masyarakat yang diartikulasikan secara lisan, tulisan, maupun perbuatan yang semua itu adalah pengetahuan dan  ajaran tentang keyakinan. Produk kebudayaan dakwah itu sendiri adalah kelakuan dan hasil kelakuan gerakan dakwah secara simultan. Isi kebudayaan dakwah adalah konsep, teori, dan metode yang disampaikan da’i kepada mad’u.

Jadi antropologi dakwah secara sederhana adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia yang diatur oleh pesan-pesan dakwah dari sudut pandang budaya melalui proses dakwah. Ruang lingkup antopologi dakwah mengkaji satu bidang antropologi sosial atau antropologi budaya yang memusatkan studi pada manusia dengan kehidupannya, manusia dan kebudayaannya, termasuk juga manusia dengan gejala dakwah.

KH. Bisri Mustofa sebagaimana yang dikutip oleh Ali Aziz, membuat tujuh macam manusia dengan statusnya yang terkait dengan dakwah, antara lain: 1) masyarakat awam, 2) masyarakat pelajar dan mahasiswa, 3) pejabat pemerintah, 4) golongan nonmuslim, 5) pemimpin golongan atau ketua suku, 6) kelompok hartawan, 7) para ulama dan cendikiawan.

Max Weber pernah mengadakan penelitian sosialkeagamaan yang menfokuskan pada pengaruh stratifikasi social ekonomi terhadap sifat agama seseorang. Ada lima golongan yang sifat keagamaan Weber, yaitu:

  • Golongan petani. Menurut Weber mereka lebih religius. Hal-hal yang diperhatikan dalam menyampaikan pesan dakwah adalah dengan cara yang sederhana dan menghindarkan hal-hal yang abstrak, menggunakan lambang dan perumpamaan yang ada di lingkungan, dan tidak terikat dengan waktu dan tenaga.
  • Golongan pengrajin dan pedagang kecil. Sifat agamanya dilandasi pada perhitungan ekonomi dan rasional. Mereka lebih suka doa-doa yang memperlancar rejeki serta etika agama tentang bisnis. Mereka akan menolak keagamaan yang tidak rasional.
  • Golongan karyawan. Mereka cenderung mencari untung dan kenyamanan (opportinistic utilitarian). Makin tinggi kedudukan seseorang, ketaatan beragamanya semakin cenderung berbentuk formalitas.
  • Golongan kaum buruh. Mereka lebih menyuarakan teologi pembebasan. Mereka mengecam segala bentuk penindasan, ketidakadilan.
  • Golongan elit dan hartawan. Kecenderungan agama kaum ini lebih santai. Mereka haus kehormatan, sehingga menyukai pujian agama atas kekayaan mereka. Mereka setuju dengan doktrin Qodariyah, karena menghargai tindakan individu, kekayaan mereka adalah hasil kerja mereka. Karena masih menikmati kekayaan tersebut,maka mereka mudah menunda ketaatan beragama untuk hari tua.

Selanjutnya, antropologi dakwah bertujuan mencari batasan lebih empiris terhadap kajian dakwah dari sebuah keharusan teologis menjadi keharusan antropologis (kemanusiaan). Antropologi dakwah juga  bertujuan mencari batasan lebih empiris terhadap kajian dakwah dari sebuah keharusan sosial menjadi keharusan personal. Antropologi dakwah bertujuan membantu tercapainya tujuan dakwah yang berbasis budaya yang ada pada manusia dengan segenap cipta, rasa, dan karsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun