Selain Vanessa Angel dan Bibi Andyansah, nama Gala Sky, putra semata wayang pasangan selebiriti yang telah berpulang ini menjadi sorotan media. Fuji Andyansah, sang paman, dituding ikut 'pansos' karena mengunggah berita dan foto tentang Gala Sky.
Apa itu 'framing'? Sesuai dengan arti katanya, 'framing' berarti 'membingkai' seseorang atau suatu peristiwa sesuai dengan keinginan pelaku. Dengan kata lain, 'framing' bisa juga dipakai untuk penggiringan opini.Â
Contoh terkini, saat Fuji An, mengunggah up date berita anak yang menggemaskan ini, ada saja yang nyinyir bahkan menuduhnya pansos. Mereka menganggap apa yang dilakukan adik Bibi Ardyansah ini hanya sekadar content. Komentar miring itu bukan hanya dari kalangan awam, tetapi juga sesama artis.
Paman Gala Sky ini dan juga sahabat keluarga terusik dan menyodorkan klarifikasi yang menyodok. Tom Liwafa, sahabat keluarga yang sedang berduka ini, ikut memberikan jawaban tegas terhadap orang yang tega-teganya melakukan framing terhadap Fuji.
Intinya, jika tidak bisa membantu, jangan mengganggu. Alasan sesungguhnya Fuji sering mengunggah foto dan berita Gala Sky karena banyaknya DM dari netizen yang menanyakan kabar Gala Sky. Ketimbang membalas semua DM yang masuk ke instgramnya, bukankah jauh lebih efektif jika dia meng-up date berita terkini tentang keponakannya itu?
Kembali ke istilah 'framing'. Situs komunikasipraktis.com memberikan definisi yang to the point: "Pengertian praktisnya, framing adalah menyusun atau mengemas informasi tentang suatu peristiwa dengan misi pembentukan opini atau menggiring persepsi publik terhadap sebuah peristiwa."
Ungkapan "one picture is worth a thousand words" (satu gambar bernilai seribu makna) bisa kita pakai untuk menjelaskan arti 'framing' berikut:Â
Apa yang kita lihat di layar? Dua orang sedang berkelahi. Orang di sebelah kanan hendak menikam orang di sebelah kiri. Faktanya justru sebaliknya. Orang di sebelah kananlah yang berusaha menikam orang di sebelah kiri. Apa yang kita lihat sebagai 'tangan yang memegang pisau' ternyata dalam peristiwa yang sesungguhnya adalah 'kaki dan sepatu runcing' orang yang melarikan diri karena ancaman penikaman.
Produser atau publisher melakukan ini jelas untuk kepentingan mereka sendiri. Bisa jadi mereka memang hendak mem-framing seseorang yang dianggap lawan atau bisa mengganggu bisnis mereka untuk menyamarkan kejahatan orang yang menjadi kroni mereka. Jahat sekali bukan?
Bagaimana cara kita agar tidak tertipu oleh 'framing' yang bisa kita katerogikan hoaks seperti ini? Pertama dan terutama tentu melakukan cek dan recek. Caranya? Pakai situs pencarian fakta atau gambar---misalnya Yandex---sehingga muncul berita yang sebenarnya dan kapan berita itu pertama kali muncul.
Kedua, agar rujukan kita benar, cari berita yang sama di media mainstream dengan kata kunci tertentu. Media aras utama biasanya dipenuhi orang berdedikasi tinggi yang menjaga kaidah jurnalistik dengan baik. Mereka tidak mau melakukan praktik semacam ini bukan hanya karena akan menurunkan rating, tetapi juga agar reputasi mereka tetap terjaga.Â
Meskipun demikian, tidak dapat kita pungkiri ada media yang karena sudah ditinggalkan oleh para founding fathers yang berintegritas tinggi dan meninggalkannya di tangan para penerus yang bisa saja tidak lagi berhati nurani murni sehingga terperangkap oleh vested interest maupun kepentingan kelompok.
Jika kita menganggap pembaca, pendengar dan atau pemirsa sebagai saudara yang kita hargai, kita tentu tidak akan mau memanipulasi data bukan? Dokter Lukas memberi kita contoh yang baik.Â
Saat hendak  memberikan laporan suatu peristiwa kepada orang yang dia hormati, dia melakukan kaidah jurnalisitik dengan apik: "Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman.Â
Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar."
Mari meneladani dokter, jurnalis, rohaniwan, sekaligus sejarawan ini dengan meminjam 'pisau bedahnya yang tajam' untuk menganalisis setiap berita yang kita baca, lihat maupun dengar.
- Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H