Istilah yang sukar atau bahkan tidak dipahami justru kontraproduktif. Mana yang lebih masyarakat pahami antara 'lockdown', 'kuntara' atau PSBB? Bagaimana dengan 'new normal'? Kenormalan baru? Lalu apa kenormalan lama? Baru saja kita menyesuaikan diri, kita istilah itu sudah diubah lagi menjadi 'adaptasi kebiasaan baru' disingkat AKB. Weleh, weleh, weleh.
Ketangkasan Aksi
Inilah yang sebenarnya ditunggu sekian lama oleh masyarakat. Bagi saya artinya hanya satu: ketegasan!
Karena kekurangjelasan informasi dan kekurangtegasan dalam aksi inilah yang membuat pandemi ini betah tinggal di Indonesia. Kekurangjelasan informasi bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai kesimpangsiuran berita dan kegamangan dalam mengumumkan bahaya. Saya percaya, pemerintah dianggap kurang tanggap atau terlambat merespon bahaya ini karena dua M: Malu dan Mahal.
Bisa jadi ada perasaan malu jika kita mengakui bahwa virus ini telah menyerang dengan garang. Bisa juga karena mahal di dalam ongkos melacak keberadaan orang-orang yang 'tertembak' virus yang tidak kasat mata ini. Berapa biaya yang harus ditanggung pemerintah jika melakukan tes masif? Lewat metode rapid test yang harganya lebih murah saja kedodoran, apalagi swab yang jauh lebih mahal. Akibatnya, angka penderita tidak muncul di permukaan.
Saat membaca perubahan (lagi) istilah yang berhubungan dengan Covid-19 ini, lagu 'Judul-Judulan' dari P.M.R terngiang di telinga saya.
Habis sudah pacar-pacaran
habis sudah kawin-kawinan
Punya anak
(namanya anak-anakan)
Ini lagu, lagu-laguan
judulnya pun judul-judulan
Maaf ya neng
(ini khan bohong-bohongan)
Jangan sampai pergantian ini pun hanya 'istilah-istilahan'. Masyarakat butuh yang pasti saja. The time is now!
*Xavier Quentin Pranata, pelukis kehidupan di kanvas jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H