Mohon tunggu...
XAVIER QUENTIN PRANATA
XAVIER QUENTIN PRANATA Mohon Tunggu... Dosen - Pelukis kehidupan di kanvas jiwa

Penulis, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"The New Prabowo, The New Me"

23 Agustus 2018   15:33 Diperbarui: 23 Agustus 2018   16:06 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pak Xavier, ini foto saya sepuluh tahun yang lalu," ujar seorang eksekutif muda kepada saya selesai saya menyampaikan materi di sebuah pertemuan anak-anak muda.

Saat membandingkan foto itu dengan dirinya yang sekarang saya kaget. Fotonya sepuluh tahun yang lalu---yang seharusnya tampak lebih muda---justru sebaliknya. Di foto itu saya melihat seorang bapak tua dengan wajah lelah dan sorot mata layu. Kini di hadapan saya berdiri seorang eksekutif muda yang berwajah bersih, ganteng dan sorot mata penuh optimisme.

"Usia bertambah tua kok penampilan bertambah muda? Baru pulang dari Korea ya?" ujar saya menggodanya.

"Yang saya lakukan hanyalah mengubah cara pandang saya terhadap dunia. Ketika saya melihat setiap tantangan sebagai peluang, saya jadi berani hidup," ujarnya dengan mata tajam. "Dulu saya inginnya mati saja," imbuhnya.

Sepuluh tahun yang lalu, dunia terasa runtuh baginya. Dia mengalami PHK ganda: dari kantor dan dari pacarnya. Apa pun yang dia lihat jadi awan gelap yang tidak lama kemudian meluruhkan hujan. "Jika saya ingat masa lalu saya, saya malu Pak Xavier. Bahkan ada keinginan untuk bunuh diri," ujarnya. "Kini semua yang saya pandang indah. Itu bermula saat saya menemukan sahabat yang menginspirasi saya."

Harriet dan Lydia

Testimoni bapak itu mengingatkan saya kepada novel apik karya Mary Marcus The New Me. Harriet, tokoh dalam novel itu, mengalami seperti yang bapak di atas. Dia merasa hidupnya hambar. Apa pun yang dia lihat dan rasakan seakan-akan memusuhinya. Bahkan acara TV kabel yang dia gemari, masak memasak, telah kehilangan pesonanya. Dia bahkan ingin pindah dari pantai barat ke New York.

Beruntung dia bertemu dengan Lydia yang berusia dua puluhan. Lydia tampak cerah seperti mentari musim semi. Apa pun yang dia pakai membuatnya semakin cantik. Apalagi ucapan dan bahasa tubuhnya. Lewat Lydialah Harriet akhirnya menemuka 'aha moment' dalam dirinya. Jika bukan dia yang mengubah diri sendiri, siapa lagi?

Inside Out

Bagi saya, itulah 'the new me' yang sesungguhnya di tengah berita yang lagi ngehits tentang The New Prabowo. Bisa, boleh, sah-sah saja dan bahkan baik bagi setiap orang---terutama politikus---untuk berubah ke arah yang lebih baik. Bukan hanya pengikut setianya yang senang. Bisa jadi haters-nya pun berganti haluan menjadi fans saat melihat perubahanyang positif. Yang dianggap baik pun tidak boleh berhenti sampai di situ, tetapi terus mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi. Kalimat indah yang sering kita dengar: hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Meskipun begitu, perubahan yang sesungguhnya berasal dari dalam keluar. Bukan sekadar cara berpakaian atau berbicara. Jika yang berubah hanya yang di luar sedangkan dalamnya tetap, kita sudah muak dengan pencitraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun