Mohon tunggu...
Fransiskus Xaverius Magai
Fransiskus Xaverius Magai Mohon Tunggu... -

Aku Rindu Padamu Wahai Diriku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pasar Mama-Mama Asli Papua, Oase Bagi Orang Papua

22 April 2014   00:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:22 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Fransiskus Xaverius Magai

Tadi sore sekitar pukul 18:00 WIT, saya mampir di Pasar Sementara Mama-Mama Papua di Jalan Percetakan Jayapura, sekadar melihat-lihat situasi pasar yang kira-kira ukurannya seluas 100x100 meter persegi, serta atap yang terbuat dari terpal berbahan asbes yang sering ditembusi hujan dan angin dari samping-sampingnya hingga kerap merepotkan para pedagang ini. (Maklum kata pemerintah provinsi, ini pasar sementara).

Tampak mama-mama sibuk menjual beragam bahan jualan yang diletakkan diatas semen/beton persegi empat beralas karung dan karpet seadanya. Ada juga yang jualan diatas para-para yang dibuat sederhana.

Sejauh mata memandang, baik tua, muda dan anak-anak yang ada di pasar ini semua orang asli papua (kecuali yang datang belanja). Mereka pemilik pasar ini.

Di depan kios koperasi pasar, ada bapa-bapa yang asyik bermain gaplek/domini, ada yang duduk sambil cerita, juga ada yang merumus dan memasang Togel dan tidak ketinggalan anak-anak sangat ceria bermain kejar-kejaran sambil menunggu orang tuanya berjualan.

Mereka terhimpun secara rapi mewakili hampir semua suku yang ada di Tanah Papua. Ada yang berasal dari Suku Mee/Ekagi, Dani, Biak, Serui, Jayapura, Sorong dan suku-suku lainnya di Papua. Pasar ini tidak saja membawah nilai ekonomi semata, tapi juga menjadi media pemersatu Orang Asli Papua (OAP) yang makin minoritas diatas tanahnya sendiri.

Bahan jualan yang disajihkanpun sangat erat berkaitan dengan karakteristik kehidupan setiap suku yang ada. Mama-Mama yang berasal dari pesisir pantai lebih cenderung menjual, pinang, ikan laut, sagu, sampai kuliner khas daerah pantai, seperti sagu, sagu bakar, roti, nasi ikan kuah kuning, ikan asar, papeda dan rempah-rempah. (meski ada mama dari pegunungan yang menjual beberapan diantara bahan jualan itu). Mama-mama dari pegunungan lebih dominan dengan, petatas, singkong, keladi, buah merah, buah-buahan, pinang, bermacam sayuran, rica/lombok, tomat, bawang dan rempah-rempah lainnya.

Karakteristik bahan jualan tersebut mempunyai nilai tersendiri yakni nilai komunikatif  yang bisu namun telah menjadi alat perekat eksistensi kepapuaan yang terimpun dari sorong sampai samarai. Ia juga diam-diam telah berbicara banyak mengenai identitas orang asli papua yang terkandung dalam kearifan lokal budaya yang nyatanya saling membutuhkan satu sama lain antara orang papua yang tinggal di pegunungan, lembah dan pesisir pantai dan kontak sosial ini telah terjalin secara alamiah oleh para leluhur orang Papua sejak dulu kala.

Situasi mampu membuat manusia solider, ini yang dialami oleh mama-mama papua. Di atas tanah sendiri mereka tidak dihargai, bahkan sering diperlakukan secara diskriminatif oleh para pengambil kebijakan yang notabene adalah anak-anak papua sendiri. Situasi peceklik ini telah menumbuhkan perasaan solidaritas diantara mereka untuk terus berjuang mempertahankan eksistensi OAP melalui pasar khusus pedagang asli papua yang tengah di perjuangkan.

Jika Pemerintah Provinsi Papua nanti jadi membangun pasar permanen khusus untuk pedagang mama-mama asli papua, sama halnya Pemerintah sadar akan pentingnya mempertahankan harkat dan martabat OAP yang kian sekarat di Kota Jayapura yang pluralis ini. Sebab pasar permanen untuk pedagang mama-mama asli papua merupakan cermin jati diri atau tembok pertahanan terakhir OAP di tengah-tengah kerumunan gedung-gedung megah milik orang-orang non papua. Pasar ini adalah paru-paru ekonomi untuk OAP. Ini urgent dan mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun