Mohon tunggu...
Sunan Doro
Sunan Doro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Linux Lover

Linux Defender, Android Supporter, Coffee Lover

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

#007: Bulan Sabit di Ufuk Republik

5 Agustus 2014   00:08 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:25 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

#006

[caption id="" align="aligncenter" width="240" caption="Liga Bayangan"][/caption]

LIGA BAYANGAN, didirikan tahun 1503 pada masa Pemerintahan Kerajaan Demak, Namun tidak ada catatan dan informasi jelas siapa pendirinya. Pemimpin pertama Liga Bayangan diketahui bernama Tumenggung Surodiro, lelaki kelahiran daerah Pegunungan Sindoro - Sumbing, putra Ki Ageng Sindoro, Pemimpin Padepokan Alang-alang Putih. Ki Ageng Sindoro sahabat Sultan Trenggono sejak Sultan Trenggono belum naik takhta. Liga Bayangan memiliki 5 anggota tingkat paling atas, 1 diantara 5 anggota ini menjadi Pemimpin tertinggi Liga, masing-masing anggota diperkenankan memiliki 4 bawahan, masing-masing bawahan diperkenankan memiliki 4 anak buah dan seterusnya, sehingga liga bayangan menjadi sebuah organisasi besar berbentuk sel berkelompok dimana tiap sel terdiri dari 5 orang.
Fungsi utama Liga Bayangan, membantu Sultan Trenggono melaksanakan perintah-perintah rahasia dan intelijen, tidak masuk secara resmi dalam struktur Pemerintahan, namun memiliki kedekatan dengan Sultan sendiri. Kiprah Liga Bayangan sangat besar, mendampingi Sultan Trenggono dalam ekspedisi perluasan wilayah dengan menaklukan Lamongan, Pasuruan, Surabaya, Panarukan, Madiun, Blora, Pati, Blambangan. Tim Liga Bayangan inilah yang membunuh Raja Majapahit terakhir Girindrawardhana berkedudukan di daha, bersama Pasukan Demak yang dipimpin Sunan Kudus, melenyapkan Pemerintahan Majapahit untuk selama lamanya.

Kesetiaan Liga Bayangan kepada keluarga Sultan Trenggono tidak dapat disangsikan, salah satu anggota Liga Bayangan, Ki Suryonoto menjadi utusan yang membunuh Raden Kinkin, kakak satu Bapak lain Ibu dari Sultan Trenggono, karena khawatir Raden Kinkin menuntut Takhta Demak, saat Pengeran Sabrang Lor meninggal, Ki Suryonoto membunuh Raden Kinkin atas Perintah putra Sultan Trenggono, Raden Mukmin yang kemudian Menjadi Raden Prawoto atau Sunan Prawoto, Raja Demak terakhir, pewaris Takhta Sultan Trenggono. Raden Kinkin, kemudian dikenal “Pangeran Sekar Sedo Lepen” ( Pangeran yang meninggal di Tepi Sungai ).

Perseteruan antara Sultan Trenggono melawan Raden Kinkin, Pengeran Sekar Sedo Lepen, berlanjut sampai ke anak keturunan mereka. Aryo Penangsang, keturunan Pengeran Sekar Sedo Lepen, akhirnya mengetahui bahwa aktor intelektual pembunuh Raden Kinkin adalah Raden Prawoto, Aryo Penangsang yang saat itu menjadi Adipati (Raja Muda) Jipang, mengutus seorang sakti bernama Mukhud untuk membunuh Sunan Prawoto yang pada saat itu menjadi Raja Demak. Sunan Prawoto ketika itu sudah menjadi Ulama Besar yang lebih mementingkan penyebaran agama Islam dibanding mengurus pemerintahan, mengakui kesalahannya telah membunuh Raden Kinkin, dengan rela hati menerima hukuman pembalasan. Saat Mukhud menikam Sunan Prawoto, pemimpin Liga bayangan, Tumenggung Surodiro mengetahuinya, Surodiro terlibat dalam perang tanding seru melawan Mukhud, dan mengalahkan Mukhud dalam perang tanding tersebut.

Dengan terbunuhnya Sunan Prawoto, Demak mengalami kekosongan Kekuasaan, karena Putra Sunan Prawoto masih berusia 10 tahun pada saat bapaknya dibunuh, selain itu pamor Demak sebagai pusat pemerintahan pun mulai memudar. Menantu Sultan Trenggono, adik Ipar Sunan Prawoto, suami Raden Ayu Cempaka, yang pasa masa muda dikenal bernama Joko Tingkir, saat Sunan Prawoto dibunuh menjabat sebagai Adipati (Raja Muda) Pajang. Dibantu oleh Liga Bayangan, akhirnya Adipati Pajang mengetahui bahwa Mukhud adalah orang suruhan Adipati Jipang. Joko Tingkir, setelah menjadi Menantu Sultan Trenggono dan menjadi Adipati Pajang, berganti nama Hadiwijoyo. Merasa sangat sakit hati, atas Pembunuhan kakak iparnya, ketika Adipati Jipang, Aryo Penangsang menuntut Takhta Demak sepeninggal Sunan Prawoto, Adipati Pajang Hadiwijoyo menentangnya.

Hadiwijoyo sangat cerdik dan taktis, menyadari posisinya hanya sebagai Menantu Sultan Trenggono, sehingga dia hanya bisa menuntut Takhta Demak atas nama Istrinya, Raden Ayu Cempaka, menghubungi saudara-saudara Istrinya, Ratu Kalinyamat Adipati Jepara dan Rangga Jumena Adipati Madiun, atau dikenal sebagai Pangeran Timur. Atas restu keduanya, Hadiwijoyo menggalang kekuatan, menyatukan kekuatan Demak kedalam Pimpinannya untuk menentang Adipati Jipang, Aryo Penangsang.
Sunan Kudus, dikenal sebagai Imam Mesjid Agung Demak, sahabat Sultan Trenggono sekaligus. Panglima Perang Tertinggi Demak pada masanya. Namun Sunan Kudus mengalami kekecewaan besar, pada suatu masa, untuk menentukan awal Ramadhlan, Sultan Trenggono lebih berpihak pada Sunan Kalijogo, dan menyetujui hari yang dipilih Sunan Kalijogo sebagai awal Ramadhlan, daripada hari yang ditentukan Sunan Kudus. Sunan Kudus pun mengundurkan diri sebagai Imam Besar Masjid Agung Demak dan Panglima Tertinggi Angkatan Perang Demak. Tidak heran saat Aryo Penangsang menuntut hak Takhta atas Demak Bintoro, Sunan Kudus memihak pada Adipati Jipang.

Pembelaan Sunas Kudus mendatangkan banyak simpati Rakyat Demak kepada Adipati Jipang, Hadiwojoyo meminta bantuan gurunya Sunan Kalijogo untuk mengatasi masalah ini. Sunan Kalijogo turun tangan membela Hadiwojoyo, mengetahui bahwa Imam Besar Masjid Agung Demak, Sunan Kalijogo merestui Hadiwjoyo, rakyat demakpun akhirnya kembali lebih memihak kepada Pajang.
Peran Liga Bayangan sangat besar dalam menggalang data intelijen untuk membantu Hadiwijoyo berseteru melawan Adipati Jipang, Aryo Penangsang. Anggota-anggota sakti dari Liga Bayangan berkali-kali menggagalkan upaya pembunuhan terhadap Hadiwijoyo yang didalangi Aryo Penangsang, berbagai utusan Adipati Jipang untuk membunuh Hadiwijoyo dikalahkan oleh anggota Liga Bayangan.
Dendam dan Perebutan Kekuasaan sudah menjadi takdir bagi manusia untuk selalu terlibat didalamnya. Dendam, membakar hati untuk melakukan apa saja demi tercapainya maksud. Dendam merusak kejernihan pikir dan kebersihan hati. Tidak setiap manusia mampu membebaskan diri dari perasaan dendam. Demikianlah yang terjadi sejak jaman dahulu kala sampai hari ini.

Tahun 1549, Kadipaten Pajang berubah menjadi Kesultanan Pajang, setelah Hadiwijoyo mengalahkan Aryo Penangsang. Wilayah Kadipaten Pajang pada mulanya hanya meliputi daerah Boyolali s/d klaten sekarang, namun sejak Hadiwojoyo menang dalam persaingan perebutan Takhta Demak sepeninggal Sultan Prawoto, Ia mengangkat diri menjadi Sultan Hadiwijoyo, memindahkan Pusat Pemerintahan dari Demak ke Pajang, dan Kerajaan Pajang pun berdiri dengan wilayah seluruh Jawa Tengah.
Berbeda dengan Mertuanya ( Sultan Trenggono ) yang menggunakan kekuatan senjata untuk meluaskan wilayah, Sultan Hadiwijoyo menggunakan jalan damai untuk memastikan eksistensi Pajang sebagai pusat kekuasaan di Pulau Jawa. tahun 1568, atas bantuan Sunan Kalijogo dan Sunan Prepen, Sultan Hadiwijoyo bertemu dengan Pemimpin Persekutuan Adipati Jawa Timur, Panji Wirokromo. Kesepakatan dicapai, Seluruh Jawa Timur mengakui Sultan Pajang sebagai Pemimpin Seluruh Jawa, sebagai ikatan politik Panji Wirokromo berbesan dengan Sultan Hadiwijoyo. Melihat situasi ini, dua tahun kemudian, tahun 1570, penguasa Pulau Madura, Raden Pratanu yang bergelar Panembahan Lemah Duwur, juga berbesan dengan Sultan Hadiwijoyo.

Perubahan situasi Pemerintahan di Tanah Jawa, membuat Liga Bayangan melakukan Perubahan, Tumenggung Surodiro mengundurkan diri sebagai Pemimpin Tertinggi dan digantikan oleh Raden Panji Semeru. Hadiwojoyo bukanlah keturunan Raden Patah dan Sultan Trenggono, Panji Semeru mengubah haluan liga bayangan, tidak lagi dekat dengan Penguasa Pajang, sebagaimana jaman Kerajaan Demak. Hal ini terjadi karena sesungguhnya Hadiwijoyo adalah Putra Ki Ageng Pengging, atau Pangeran Kebo Kanigoro. Kebo Kanigoro adalah Putra Andayaningrat, salah satu Pangeran Majapahit dari Trah Brawijaya, seorang Panglima Sakti yang mengawal Prabu Brawijaya saat Raja Besar Majapahit tersebut memutuskan untuk mengundurkan diri dan lari dari keraton Majapahit, ketika Penyerbuan tentara demak ke Majapahit, Prabu Brawijaya terluka hatinya karena pemimpin tentara demak adalah Raden Fatah, putra kandungnya sendiri yang digadang-gadang untuk mewarisi Takhta Majapahit, namun sang Pangeran Mahkota tidak resmi ini lebih menyukai membuka Kerajaan baru di wilayah Glagah Wangi, dikemudian hari dikenal sebagai Demak.

Sejak masa Kerajaan Pajang, Liga Bayangan beroperasi secara terpisah, meskipun masih seringkali Sultan Pajang meminta bantuan mereka, namun markas Liga Bayangan tidak lagi berada dalam Keraton. Tidak dapat disangkal, Sultan Hadiwijoyo masih membiayai operasi Liga Bayangan, selain itu Liga Bayangan sendiri memiliki pundi-pundi kekayaan besar, warisan Sultan Demak, Prawoto. Keluarga Sultan Prawoto mewariskan kekayaan besar berupa emas dan permata kepada Liga Bayangan, setelah mereka sukses membela keluarga Sultan Prawoto, walaupun tidak dapat menyelamatkan jiwa Raja Demak terakhir tersebut. Sejak keluar dari keraton Demak, tidak seorangpun tahu dimana sesungguhnya Markas Liga bayangan. Raden Panji Semeru sendiri, seorang petualang yang sering berpindah tempat, tidak diketahui dimana tempat tinggalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun