Sore hariku terasa menggebu-gebu ketika melihat siaran Televisi menayangkan banjir bandang yang melanda puncak bogor.
MIRIS.
Banjir umum terjadi di dataran rendah, (sedikit) logis jika itu disebabkan karena hujan. Seperti yang (mungkin) biasa dialami warga Jakarta setiap tahunnya. Namun, sekarang lebih parah. Air tidak lagi mengalir dari hulu ke hilir, tetapi juga bisa memanjat hingga puncak Cisarua.Semakin tidak terima dengan pernyataan media yang menulis seperti ini
"Banjir bandang Bogor, disebabkan oleh curah hujan tinggi"
Aku dapat berkata bahwa sepenuhnya kalimat itu adalah opini, bukan fakta!
"Banjir bandang Bogor, disebabkan oleh curah hujan tinggi"
Hujan tidak pernah salah, Indonesia memang negara dengan iklim tropis dan dua musim hujan & kemarau. Hujan juga siklus yang selalu terjadi ketika terjadi penguapan air, dan pembentukan awan hingga kembali memanas dengan dibumbui angin, berujung tumpahan air ke bumi. Hujan adalah siklus air yang selalu dibutuhkan manusia meskipun selalu disalahkan ketika manusia tidak sadar jika ia membutuhkan.Â
Banjir biasa dikaitkan dengan meluapnya sungai, namun manusia tidak pernah berkaca mengapa sungai meluap.
Sungai meluap karena ukurannya yang semakin sempit dan dasarnya yang semakin tebal hingga air tak ada lagi ruang untuk ditampung. Lalu, mengapa bisa sungai ukurannya semakin sempit? Mengapa pula dasar sungai semakin tebal?
Jawabannya, karena manusia.
Jika manusia tak mau disalahkan, mari kutunjukkan faktanya.
1. Manusia membangun rumah, kantor, dan gedung-gedung lainnya tanpa melihat bahwa itu 'rumah air'
2. Manusia menghasilkan limbah, tidak terkontrol, tidak diolah, dibuang begitu saja di aliran air, mengalir terbawa arus hingga mengendap di dasar sungai.
3. Manusia menanam, membuat ladang, memakai pupuk, membabat gulma, dan mengalirkannya hingga memenuhi badan air
4. Manusia berjalan, juga membuat jalan, namun lupa, bahwa manusia juga menutup jalan air
5. dan lain-lain yang sebenarnya sudah disadari oleh manusia
Mengapa media tidak menuliskan "Banjir bandang Bogor disebabkan oleh manusia"?Â
Sedih, ketika dengan mudah manusia menyalahkan alam. Mengapa tidak berkaca dan berpikir mengapa alam menjadi seperti ini?Â
Karena manusia memang egois, padahal bumi ini diciptakan tidak hanya untuk manusia. Homo sapiens terlalu percaya diri dengan jabatan khalifah di bumi. Padahal maksudnya adalah memimpin untuk mengelola alam bukan untuk mengeksploitasi bahkan merusak.Â
Puncak Bogor adalah salah satu destinasi wisata yang tidak pernah absen dari kunjungan wisatawan bahkan hanya untuk melepas sabtu-minggu bersama keluarga (mungkin pacar). Namun, tidak hanya regulasi yang kurang ecofriendly, melainkan juga pemerintah yang tidak tegas dalam mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Jika saja dan kemungkinan ini sangat besar, banjir akan selalu melanda puncak bogor jika alam semakin dirusak. Kerusakan apa yang dimaksud?
1. Pembangunan villa, gedung, hotel, apapun yang ada di kawasan resapan air
2. Pengelolaan limbah yang hanya ditimbun
3. Edukasi masyarakat yang sebatas untuk hidup enak dan tidur nyenyak
Boleh jadi peristiwa banjir bandang ini akan terjadi di lain tempat, karena kerusakan itu tidak hanya terjadi di kawasan Puncak Bogor.
Secara akal sehat, hujan tidak pernah menyebabkan banjir. Hujan akan terserap oleh tanah bukan paving atau aspal. Hujan akan disimpan oleh pohon bukan villa atau hotel. Hujan juga akan mengalir mengisi sungai bukan gang sempit yang hanya cukup dilewati satu motor.
Teringat materi pelajaran ketika di bangku sekolah dasar, di buku IPA dituliskan bahwa pembangunan villa di pegunungan akan menyebabkan banjir. Kemudian di jenjang sekolah lebih tinggi dipahami bahwa banjir tersebut karena villa dibangun di lahan kosong yang seharusnya dutumbuhi pepohonan sebagai resapan air. Pemahaman itu selalu tersimpan dalam memori meskipun anak SD itu lupa siapa wali kelasnya.
Sayangnya ketika dewasa, bocah SD itu lebih memilih villa yang menghasilkan banyak uang dibanding menjaga hutan yang menghasilkan oksigen untuk ia hirup sepanjang hidup.
Bocah SD itu kini menempati kantor bupati, walikota, kepolisian, aparatur negara, hingga pemilik lahan ataupun villa itu sendiri
Dari artikel ini, harapannya hanya satu.
Mari intropeksi, mengaca diri, tak lagi salahkan bumi pertiwi.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI