Mohon tunggu...
Wyndra
Wyndra Mohon Tunggu... Konsultan - Laki-laki

Profesional, penikmat film Warkop DKI & X-File.\r\nHORMATILAH KARYA TULIS MILIK ORANG. Tidak ada FB dan Twitter

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Parkir di Balik Kemeriahan Hiburan dan Pameran Gelora Bung Karno

1 Juni 2016   07:34 Diperbarui: 13 Juni 2016   07:54 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini mungkin merupakan gejala yang klasik dan umum pada public event atau keramaian umum. Beberapa kalangan bahkan bisa menganggap "lazim" karena kerap terjadi atau berulang sehingga sudah menjadi pola. Bagi otoritas biasanya alasan pembenarnya adalah kekurangan sumber daya, entah manusia atau sarananya. Yang menyedihkan, bila gejala tersebut dibiarkan, atau malah "main mata" dengan pelaku di lapangan.

Kompasianer yang gemar mengisi akhir pekan saat penyelenggaraan hiburan atau pameran di lokasi Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta mestinya mengetahui hal ini. Pada akhir pekan minggu lalu (28-29 Mei 2016), di lokasi ini ada sedikitnya 4 acara, yaitu otomotif (Otobursa Tumplek Blek), busana (Muslim Fashion Festival), wisata (Gebyar Wisata dan Budaya Nusantara), dan industri kehutanan/lingkungan (IndoGreen Environment and Forestry Expo). Dari keempat acara itu, terlihat Otobursa Tumplek Blek memanfaatkan lahan terbuka dan terluas, berada di tengah lokasi GBK.

Apa yang menjadi rongrongan sehingga harus dikritisi dan dipertanyakan adalah pungutan liar atau pungli (kalau tidak mau disebut pungutan paksa) oleh "kelompok" juru parkir liar (jukir liar). Praktik ilegal ini pernah "diberangus" aparat Kepolisian pada tahun 2013 GBK 2013. Bahkan awal Mei lalu otoritas (Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno) membuka layanan "Pengaduan" . 

Praktik Ilegal dan "Kavlingnya"

Lalu bagaimana realitasnya? Benar spanduk dan stiker pemberitahuan pembayaran parkir di loket/pintu keluar bertebaran.

[caption caption="Stiker di pintu tiket masuk"][/caption]Tidak sulit mengetahui pola dan praktik ilegal "kelompok" ini karena pada kesempatan lain mereka juga melakukan hal yang sama, di lokasi yang sama, walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit dan terpisah-pisah. Sesungguhnya nuansa praktik ilegal itu sudah bisa kita lihat saat satu-dua orang dari "kelompok" ini mengarahkan kendaraan (mobil) pengunjung untuk memarkir di posisi yang ditunjuk (layaknya jukir resmi). Lokasinya berada di area bekas belajar mengemudi, di bawah banyak pohon rindang dengan alas conblok. Apabila kompasianer membayangkan lokasi ini di tengah-tengah GBK, Anda benar. 

Nah, setelah rapi memarkir, mereka menunggu pengemudi turun. Tentunya Kompasianer bisa membayangkan cerita selanjutnya. Berani bertaruh, pengunjung yang datang dan berniat menikmati acara yang ada (apalagi bersama anggota keluarga), akan malas atau bahkan "keder" untuk menolak permintaan jukir liar ini. Uniknya, "kelompok" ini juga memiliki "intel" dengan sepeda motor matiknya. Tugasnya, berkeliling memantau suasana sehingga bila ada razia, informasinya bisa diketahui anggotanya lebih awal dan bisa berbaur atau cair dengan pengunjung, bersembunyi, atau berpura-pura duduk.

[caption caption="Area jukir liar"]

[/caption]Setelah berputar-putar, saya putuskan parkir di lokasi yang bebas jukir liar. Dari pengamatan kemarin, lokasi di depan apartemen steril sehingga bisa dimanfaatkan gratis. Lokasi lain adalah di dalam komplek kolam renang. Setidaknya, jukir liar disini tidak mematok tarif sebesar tiket masuk alias sukarela. 

 [caption caption="Area yang relatif steril"]

[/caption] 

 [caption caption="Menunggu pengendara keluar"]

[/caption]Legalitas Pengelola GBK

Pengelolaan GBK pada awal berdirinya adalah sebuah yayasan bernama Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno, dalam rangka penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962. Yayasan ini memiliki organ yang disebut Pimpinan Umum dan Direksi, di mana Presiden menjadi Ketua dalam Pimpinan Umum. Kegiatannya selain olahraga juga mencakup pendidikan, kebudayaan, rekreasi, dan lainnya. Ini merujuk pada Keputusan Presiden (Keppres) No. 318 Tahun 1962 tentang Pembentukan Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno. Setahun kemudian, melalui Keppres No. 264 Tahun 1963, susunan staf dalam Yayasan ini diganti, Kepala Staf ditunjuk Menteri Olah Raga, sedangkan yang menjadi Sektretaris adalah Gubernur DKI Jakarta.

Dalam perkembangannya, status GBK yang telah ditetapkan menjadi "National Heritage" berdasarkan Keppres No. 72 Tahun 1999, pengelolaan GBK dibagi ke dalam dua struktur, yaitu Badan Pengelola dan Direksi Pelaksana. Ketua Badan Pengelola adalah Sekretaris Negara, sedangkan anggotanya di antaranya adalah Menteri Keuangan, Gubernur DKI, dan Ketua KONI. Ada prinsip transparansi terbatas dalam pengelolaan keuangannya, di mana Badan Pengelola dikatakan "dapat meminta Direksi Pelaksana mengumumkan laporan keuangan kepada publik". Badan ini bertanggung jawab kepada Presiden, sedangkan Direksi Pelaksana menjadi "eksekutor", termasuk dalam pengusahaan dan pemanfaatan komplek GBK sehingga praktis berwenang mewakili pemerintah melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan GBK. Ini diatur dalam Keppres No. 94 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kompleks Olahraga Bung Karno, menggantikan Keppres No. 4 Tahun 1984 tentang Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan.

Saat ini, pengelolaan GBK tidak lagi dilaksanakan oleh kedua organ tersebut, melainkan oleh lembaga yang nama lengkapnya Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno Jakarta Pada Sekretariat Negara. Ini setelah GBK ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2008, sedangkan kedudukan Badan Pengelola dan Direksi Pelaksana GBK telah dibubarkan Presiden dengan Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2008. 

Kembali pada fakta lapangan perihal jukir liar dan pungli di GBK, sekadar pandangan, apabila PPKGBK tidak juga menanggulangi secara konsisten dan sistematis, bersiaplah menjadi "penonton", karena dua lokasi penyelenggara berkapasitas besar lain (MICE) jauh lebih tertib dan baik. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun