Mohon tunggu...
Wyndra
Wyndra Mohon Tunggu... Konsultan - Laki-laki

Profesional, penikmat film Warkop DKI & X-File.\r\nHORMATILAH KARYA TULIS MILIK ORANG. Tidak ada FB dan Twitter

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

INAFFF 2010: Diskualifikasi Produksi Film Horor dalam Negeri

24 November 2010   08:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:20 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12905867231993166588

Tanggal 21 Nopember lalu tepat setahun saya menjadi kompasianer. Mengawali kiprah sebagai kompasianer tahun lalu dengan mengulas film-film bergenre horror, thriller, suspense, sci-fi, anime & fantasy, dalam Indonesia International Fantastic Film Festival atau disingkat INAFFF. Kebetulan atau bukan, pergelaran INAFFF tahun ini bersamaan dengan usia akun saya disini.

Sama seperti tahun lalu, jabatan Director masih dipegang Rusli Eddy. Demikian halnya penyelenggaraannya, tetap dipercayakan di Blitz Megaplex-Jakarta (Grand Indonesia), tanggal 16 sampai 21 Nopember, dan Bandung, tanggal 26 sampai 28 Nopember. Ada 25 film yang mengisi festival kali ini. Membaca buku panduannya, 3 kedutaan asing menjadi pendukungnya, yaitu Kedutaan Besar Norwegia, Swiss dan Perancis. Sedikit informasi bagi kompasianer yang belum mengetahui atau melihat langsung INAFFF, film-film yang menjadi pengisi bukanlah produksi Hollywood. Sedikit aktor/aktris beken membintanginya, saat INAFFF tahun lalu hanya ada Milla Jovovich dalam The Fourth Kind. Perusahaan asalnya pun beragam, tahun ini selain Amerika Serikat (From Within), ada Swedia (Psalm 21, Corridor), Perancis (Caged), Inggris (Monster, Black Death), Thailand (Fan Mai, Snow White), Hong Kong (Fatal Move), Jepang (Red Line, Mutant Grils Squad), Swiss (Cargo), dan sebagainya.

Berniat untuk menyaksikan lebih banyak film dari tahun  sebelumnya, nyatanya niat saya itu cuma mimpi. Ada saja urusan ini-itu disela-sela 6 hari pertunjukan. Bersama kompasianer lain, saya hanya bisa menikmati ketegangan 3 film dalam 3 hari : From Within (17 Nopember), Caged (19 Nopember) dan Detour (20 Nopember).  Mestinya penikmat film-film ini kecewa karena tidak satupun film produksi dalam negeri diikut-sertakan INAFFF, berbeda ketika tahun lalu ada Rumah Dara, film slasher dalam negeri yang mendapat pujian dari kritikus film internasional dan sempat menyeret Shareefa Danish sebagai Best Actress di Puchon, Korea Selatan. Nampaknya produksi film horor setahun ini memang dibuat "serabutan" dengan ide-ide murahan sehingga didiskualifikasi. Kasihan sekali.

From Within.

Diceritakan di suatu kota kecil terjadi bunuh diri. Dilakukan oleh laki-laki didepan sang kekasih. Di tengah cerita, diketahui bahwa sang arjuna adalah anak dari ibu yang punya kemampuan khusus dengan mantra-mantra nya. Kilas baliknya sang ibu dibunuh penduduk kota karena dianggap "lain" dari penganut agama disana. Cerita bergulir dengan bayangan kejaran hantu terhadap satu per satu penduduk kota. Kalau kompasianer ingat film horor klasik berseri tentang A Nightmare on The Elm Street, kira-kira spt itulah wujud si hantu. Realitasnya, mereka yang ditemukan meninggal dianggap bunuh diri. Namun, tidak seperti A Nightmare on The Elm Street yang mengumbar ketegangan dan spesial efek yang cukup mumpuni, From Within meraciknya dengan kisah asmara antara adik si laki-laki yang bunuh diri dengan mahasiswi yang merasa simpati dengan "keunikan" nya.  Alhasil, bisa saya katakan ketegangan film ini "cuma" 35-40%. Di akhir cerita, diisi cuplikan beberapa penduduk kota yang meninggal, termasuk sherif kota. Tidak ada happy ending, bunuh diri dianggap sebagai virus menular (contagious).

Caged.

Ketegangan dalam film ini patut dipuji. Bukan ketegangan hantu-hantuan memang, tapi dramatisasi eksekusi orang yang organnya diperdagangkan. Cukup banyak efek darah disini. Namun bukan dramatisasi terhadap "prosesi" pengambilan organ di kamar bedah yang tidak menggunakan metode bius.  Alkisah ada 3 orang pekerja kemanusiaan Internasional. Selesai melakukan satu tugas, para pekerja asal Perancis ini hendak kembali menuju kantor pusat lembaga kemanusiaan tersebut. Dalam perjalanan itu, mereka dicegat (ambushed) oleh kelompok bertopeng dan memaksa para pekerja masuk kendaraan penculik. Hingga tersadar, para pekerja telah disekap dalam ruang tahanan berbeda. Selain mereka ada 2 tahanan lain, salah satunya anak kecil. Dari ketiga pekerja itu, yang selamat 1, wanita tentunya. Salah dua nya, 1 orang yang "berhasil" di eksekusi penculik, lengkap dengan visualisasi tubuh yang perutnya telah "dibongkar". 1 orang lainnya terpaksa mati saat melarikan diri dalam pengejaran oleh anjing para penculik dan "dimangsa". Ketidakmampuan saya memahami kata dan bahasa Perancis membuat saya mempertanyakan produser tentang disclaimer perihal jaminan keselamatan penggunaan binatang dalam film dan tidak adanya penyiksaan terhadap binatang. Tidak begitu jelas juga apakah film ini happy atau sad ending.

Detour.

Film asal Norwegia ini juga cukup bagus. Mirip dengan Caged, film ini menjual ketegangan  (tension) tapi bukan dengan efek darah. Menggunakan landscape hutan, salah satu kekhasan daratan Finlandia-Norwegia, perangkap dibuat untuk siapa saja yang melewati wilayah itu. Ketegangan diisi dengan misteri pelaku yang membuat perangkap jalan di tengah hutan dan kejar-mengejar antara pelaku dengan sang pelintas. Pelaku juga memasang kamera pengintai pada beberapa lokasi. Mereka yang berhasil "tertangkap" akan dikurung diruang bawah tanah sebuah rumah pelaku. Dikisahkan sang pelintas adalah sepasang kekasih. Sementara pelakunya adalah keluarga : ibu dan 2 anak laki-laki, sedangkan si bapak tidak banyak terungkap apakah good guy atau bad guy.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada panitia INAFFF yang telah berusaha keras eksis dan mempertahankan pertunjukkan film-film unik ini dengan segala keterbatasannya, mestinya sudah waktunya menggagas INAFFF dikota lain, tidak hanya Jakarta dan Bandung. Hal itu dilatarbelakangi keyakinan banyaknya penikmat film ini, bahkan termasuk kompasianer.  Sementara kepada pengusaha perbioskop-an, mestinya bisa lebih agresif menayangkan film-film non-Hollywood, seperti hasil scrutiny INAFFF ini,  karena disana ada banyak wawasan baru dan segar, baik dari sisi sinematografi maupun  materi cerita, yang tidak ada dalam produksi Hollywood, apalagi film "horor" dalam negeri. O ya... Satu lagi, kepada panitia INAFFF semoga tahun mendatang bisa mendapat sponsor utama selain rokok.

catatan : gambar adalah ilustrasi, diambil dari http://movie.detikhot.com/read/2010/11/15/164110/1494809/620/yuk-uji-nyali-di-inafff-2010?h991103207

"Menyadur, mengutip, menyalin, termasuk copy-paste, materi dan/atau kalimat dalam tulisan ini tanpa menyebut/merujuk sumber/pemiliknya adalah pelanggaran etika, dan pidana hak cipta (copy rights)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun