Mohon tunggu...
Syarif Dhanurendra
Syarif Dhanurendra Mohon Tunggu... Jurnalis - www.caksyarif.my.id

Pura-pura jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bekerjalah untuk Dunia Seakan Hidup Kekal

20 Juni 2022   16:34 Diperbarui: 20 Juni 2022   16:40 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan Tua Sebelum Kaya memang suatu prinsip yang sangat penting. Apa lagi hal itu untuk menunjang berbagai program pembangunan nasional. Senada dengan itu, ada pula sebuah hadis yang berarti: "Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup kekal. Dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok".

Konsep kaya bisa kita artikan dalam dua hal. Pertama kaya akan harta, maka kita harus bekerja memeras keringat dan pikiran untuk mendapatkan pundi-pundi cuan. Kedua, kaya akan pahala. Jangan sampai ketika kita tua, namun pahala yang kita dapatkan malah sangat jauh dari kata 'sedikit', apa lagi malah minus. Intinya adalah seimbang (balance).

Cita-Cita dan Keinginan untuk Kaya

Foto: freepik.com
Foto: freepik.com

Semenjak kita masih anak-anak dahulu baik di sekolah ataupun di area keluarga, persoalan menimpa cita-cita di masa depan telah kerap diberikan kepada kita. Sebab umur yang masih dini serta keterbatasan kita dalam menguasai konsep dari cita-cita, pasti saja dahulu kita membagikan jawaban seadanya. Asal saja kita membagikan jawaban ini ataupun itu tanpa betul-betul memikirkannya.

"Di kala ditanya hendak jadi apa di masa depan, mayoritas anak kecil hendak menanggapi mau jadi seseorang polisi ataupun seseorang dokter. Namun benarkah itu yang mereka mau buat masa depan mereka?"

Kita belum ketahui apa- apa dikala itu; kita cuma anak kecil. Kita berkata mau jadi dokter ataupun polisi sebab dikala itu kita (serta orang-orang dekat kita) berpikiran kalau dokter serta polisi merupakan profesi yang nampak membanggakan.

Bisa jadi pula kita menanggapi dengan profesi-profesi lain yang kita anggap dapat dibanggakan; entah itu pilot, pejabat wilayah, ataupun apapun sepanjang kita menganggapnya dapat dibanggakan.

Tetapi, benarkah itu yang kita mau selaku cita-cita? Jangankan mendirikan shalat istikharah terlebih dulu, seseorang anak kecil, berpikir panjang saat sebelum melaporkan cita-cita saja tidak pernah.

Kehendak Allah Tentang Cita-Cita Kita

Foto: freepik.com
Foto: freepik.com

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cita-cita bermakna kemauan yang senantiasa terdapat dalam benak. Penafsiran itu jelas jauh lebih luas daripada opsi profesi yang disodorkan kepada kita dikala kita kecil dahulu; entah itu dokter, polisi, ataupun pilot.

Jawaban seseorang anak kecil bisa jadi lebih kerap dikira sangat jujur. Tetapi kadangkala kita kurang ingat kalau anak kecil itu masih polos serta belum mengenali banyak perihal di dunia luar.

Dengan mengenali penafsiran cita-cita, hingga sepatutnya apa yang kita cita- citakan sesungguhnya tidak cuma terbatas pada opsi profesi. Tidak salah pula andai dikala itu kita berkata kalau cita- cita kita merupakan hidup berkecukupan, menempuh usia yang berkah, ataupun mempunyai hati yang tenang.

"Hidup ini tidak memerlukan jawaban opsi ganda. Kemauan yang terdapat dalam benak kita telah tentu tidak dapat dibatasi cuma pada jenis- jenis pekerjaan."

Jadi tidak butuh heran bila jawaban kita menimpa cita-cita senantiasa berganti dari masa ke masa. Pada masa bermain Halaman Anak-anak, kita dapat saja berkata kalau cita-cita kita mau jadi seseorang dokter.

Tetapi, dikala belajar di Sekolah Dasar, benak kita berganti. Kita berkata kalau kita mau jadi seseorang atlet, misalnya. Setelah itu pada di kala anak muda, kita berkata mau jadi seseorang pengusaha.

Perihal tersebut tidak berarti kita tidak konsisten dengan tujuan kita buat masa depan, namun sebab kita memanglah tidak mengenali seluruhnya tentang cita-cita kita. Kita merasa terpaksa membagikan jawaban dikala kita belum percaya ke mana kita ingin bawa arah hidup kita.

Allah Swt. sesungguhnya tidak mewajibkan pekerjaan apa yang harus kita lakukan sepanjang hidup di dunia. Tidak harus pekerjaan yang dapat dibanggakan warga semacam dokter ataupun pejabat wilayah. Jadi orang dagang keliling sampai pemungut sampah juga tidak masalah. Kita berhak buat memilah pekerjaan kita sepanjang tidak berlawanan dengan syariat, berguna buat kebaikan, serta kita jalankan dengan handal. Bekerjalah untuk dunia seakan hidup kekal.

Di halaman NU Online Jatim, diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Aisyah ra. kalau Rasulullah Saw. sempat berkata: "Sesungguhnya Allah mencintai seseorang apabila dia bekerja dan menjalankannya secara profesional".

Hidup di dunia ini merupakan tempat persinggahan yang kita sering kurang ingat ke mana kita hendak kembali. Manusia kerap kali tersesat dalam tempat persinggahan dikala ini. Tidaklah perihal yang salah bila kemauan kita terus berganti sepanjang menghabiskan umur kita.

Kita memanglah lagi dalam masa pencarian. Dalam tiap salat 5 waktu menghadap Allah Swt. kita tetap meminta buat ditunjukkan jalur yang lurus, karena mungkin buat tersesat senantiasa terdapat tiap dikala.

Kehendak serta Watak Natural Manusia

Foto: freepik.com
Foto: freepik.com

Terdapat motif yang jadi landasan kenapa manusia cenderung mempunyai cita-cita yang berbentuk profesi. Salah satunya, misal kita mau jadi dokter sebab asumsi kalau seseorang dokter mempunyai kesejahteraan ekonomi yang baik. Terdapat pula kita berkeinginan jadi seseorang polisi sebab dipatuhi serta dihormati oleh warga. Mudah-mudahan kita bukan tercantum kalangan yang semacam itu.

Bila yang kita harapkan merupakan kesejahteraan ekonomi ataupun kepatuhan serta penghormatan warga, hingga yang sesungguhnya kita ingin tidaklah jadi seseorang dokter maupun polisi. Karena kita dapat memperoleh kesejahteraan ekonomi, misalnya, lewat ikatan dagang. Terlebih derajat di mata sesama makhluk yang dapat didapat dari bermacam berbagai pekerjaan.

Kesejahteraan ekonomi serta penghormatan warga merupakan naluri hewani yang terdapat dalam diri kita. Semacam yang kita tahu, manusia merupakan anggota kekerabatan dari kerajaan besar hewan pula. Selaku kerabat jauh, manusia serta hewan merupakan makhluk ciptaan Allah Swt. yang mempunyai banyak persamaan. Kita bersama bernafas, makan buat bertahan hidup, bergerak berpindah tempat, serta penuhi kebutuhan biologis kita.

"Yang membedakan manusia dengan hewan-hewan lain ialah kemampuan dalam berpikir rasional serta hati yang mempunyai emosi perasaan."

Dalam hidupnya, hewan cuma penuhi kebutuhan biologisnya buat makan, tidur, serta senggama. Merupakan perihal yang memalukan bila sepanjang hidup di dunia kita cuma melaksanakan hal-hal yang sama dengan mereka.

Kita menzalimi diri kita sendiri sebab menempatkan kedudukan kita sebagai manusia di tempat kedudukan hewan yang tidak berakal pikiran dan berhati nurani. Maka sudah seharusnya kita menggunakan akal pikiran dan hati nurani kita untuk kebaikan untuk mewujudkan rasa syukur kita tercipta sebagai manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun