Ketidaktepatan subsidi BBM itu malah menampilkan kinerja BPH Migas yang sepanjang ini tidak optimal dalam melaksanakan pengawasan.Â
Aspek penegakan hukum lewat regulasi wajib lekas diterbitkan buat menertibkan industri pertambangan serta perkebunan supaya tidak memakai solar bersubsidi.
Teknis pembatasan volume BBM juga wajib dicoba hati-hati. Pembatasan kuota per SPBU cuma hendak memunculkan kepanikan di warga.Â
Kepanikan hendak membuat warga mengisi bahan bakar kendaraan mereka dengan kelewatan. Terlebih buat angkutan umum semacam angkutan kota, bis antarkota pula angkutan logistik antarkota.
Pembatasan BBM tipe solar pasti hendak berakibat pada menaiknya ongkos angkutan pula bayaran logistik yang pastinya hendak berakibat langsung terhadap warga.Â
Berbeda bila pembatasan dicoba di daerah-daerah ataupun provinsi yang mempunyai industri pertambangan serta perkebunan. Dimana bahan-bahan yang dihasilkan sebagian besar diekspor.
Pembatasan BBM tipe solar pula wajib dibarengi dengan pengurangan kuota. Terlebih dikala ini solar telah sepenuhnya dibuat di dalam negeri dalam wujud biosolar.Â
Penjatahan kuota BBM subsidi pada SPBU, yang tidak dibarengi dengan pembatasan kuota hendak tingkatkan penyelundupan BBM subsidi,Â
Perihal ini dapat berakibat pada jebolnya kuota BBM bersubsidi BPH Migas wajib bekerja lebih sungguh- sungguh serta lebih keras buat melaksanakan pengawasan.
Karena, Pertamina hendak hadapi kesusahan dalam menghalangi kuota konsumen. Sebab tidak seluruh SPBU yang beroperasi di Indonesia kepunyaan Pertamina.Â
Kemampuan penyelewengan BBM bersubsidi masih hendak terus terdapat bila BPH Migas tidak bekerja dengan sungguh-sungguh dalam melaksanakan pengawasan.