Boss Coffee. Itulah namanya. Sebuah kafe dengan konsep ringan namun nyaman untuk nongkrong dengan teman-teman. Di sinilah salah satu tempat kuliahku selain di UM.
Boss Coffee, kampus keduaku di Malang.
Hari sudah hampir gelap. Maghrib pun telah tiba. Kopiku masih separuh. Boss Coffee akan tetap setia menjadi pelayanku untuk beberapa jam ke depan.
Yaps.. Terkadang aku ngopi di kafe ini sampai pukul setengah malam. Setelah itu kembali ke pondok.
Aku menulis ini saat sedang nonton One Piece. Yah.. Untuk melemaskan pikiran. Biar ndak tegang terus.
Terkait hari ini, ada bebarapa hal yang ingin ku tulis. Pertama, mengenai kuliahku. Tak terasa kini sudah memasuki semester V.
Semoga semester ini dan seterusnya berjalan lancar. Setelah mengalami berbagai kegiatan perkuliahan, keinginanku tentang IPK kini tidak muluk-muluk. Cukup IPK di atas 3, itu sudah sangat ku syukuri.
Sebab, aku sadar bahwa IPK tidak menjamin sedikit pun tentang masa depanku, apa lagi dalam hal hubinganku terhadap Tuhan.
Tidak sedikit pun. Apakah dosen-dosen itu dulu semua memiliki IPK di atas 3,5? Apakah para profesor saat masa mahasiswa dulu tidak pernah mendapat nilai C atau bahkan D? Apakah para petinggi negara ini dulu selalu fokus akademis sehingga lupa urusan sosial dan kebangsaan? Tidak! Mereka mengalami semua itu. Sehingga merekalah yang tahu apa arti "mahasswa".
Kedua, tetap fokus pada misi utama ikut Al Biruni. Aku adalah agen PAC untuk belajar hal lain di luar IPNU. Walau pun tidak ada tugas tertulis dari PAC. Dan itu adalah keputusanku sendiri. Jadi, dibalik komitmenku dalam Al Biruni, ada komitmen lain di PAC. Kurasa kedua komitmen ini tidak berseberangan. Sebab, Al Bituni tidak akan rugi sedikit pun terkait hal ini. Bahkan aku malah ikut berkontribusi untuk keberlangsungan Al Biruni sebagai ketua rayon.
Ketiga, terkait mondoo di Gading. Sungguh aku sangat malu mengakui hal ini, aku tidak benar-benar bersungguh-sungguh menjadi santri, tidak serius untuk mondok! Sungguh naif aku ini. Semoga Romo Yai memaafkan santri ndableg ini. Ilmu keagamaanku kurasa memang masih kurang. Namun, aku berbekal wawasan dari tiga tokoh yang selama ini mendidikku, yaitu Gus Ahmad Baidhowi Ihsan, Gus Muhammad Asfihani Ihsan, dan Cak Nun. Ketiga tokoh inilah yang senantiasa menjadi rujukanku dalam memerkokokan pondasi iman, islam, ihsanku.
Keempat, terkait saudara tertuaku. Banyak hal yang telah ia korbankan untukku dan untuk keluarga kami. Dialah anak paling berbakti pada orang tua kami. Dia juga orang yang paling sayang terhadapku dadn saudara kembarku. Aku banyak beehutang budi padanya. Kini dia sedang bekerja di Surabaya. Mengajar SMP dan les privat. Gajinya tidak sebarapa, tapi dia mau menyisihkannya untukku dan intuk saudara kembarku. Sering dia mengirimku, kadang 150 kadang 200, kadang juga 300rb. Dari dialah aku belajar banyak tentang kehidupan, terutama menjadi perantau yang baik. Semoga mas Zee selalu diberi kesehatan dan dilancarkan urusan duniawi dan ukhrowinya. Hidupnya berkah, dan lancar rizqinya. Amiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H