Mohon tunggu...
Zudika Manullang
Zudika Manullang Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mencari tahu, menuangkan, dan membagikannya...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Putra Nababan dan Cita-Citanya

18 April 2013   21:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:59 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita menjadi wartawan

Saat masih SD, tuturnya, ia pernah mengatakan kepada Ibunya bahwa ia ingin menjadi wartawan. Respon sang Ibu rupanya kurang membangkitkan semangatnya. “Gaji wartawan itu sedikit”. Ia malah sama sekali tidak memikirkan soal upah kerja. Ia hanya berniat menjadi wartawan dan harus menjadi wartawan. Pada waktu ia menamatkan sarjananya, ia melamar pekerjaan menjadi seorang wartawan di media cetak: koran.

“Jangan pikir kalau sudah tamat kuliah, bisa langsung jadi produser atau wakil pimred”. Untuk mencapai level tertinggi, ucapnya, kita harus berani memulai dari bawah. Memang benar, pada awal sekali ia hanya berstatus sebagai wartawan koran, lalu menjadi redaktur, hingga akhirnya naik tingkat sebagai wakil pimpinan redaksi koran. Lalu ia kembali mengenang masa penyampaian cita-citanya kepada ibunya. “Setelah bertahun-tahun bekerja menjadi wartawan, saya datang lagi kepada mamak saya dan mengajak dia makan di luar. Ini untuk membuktikan kepada mamak saya dan orang lain bahwa bekerja sebagai wartawan memang tidak menghasilkan uang yang banyak.Tapi bagi saya hingga saat ini, gaji wartawan dapat mencukupi kebutuhan saya”,ucapnya dengan bangga.

Setelah itu, ia berpikir untuk pindah haluan dari wartawan koran menjadi wartawan televisi. Mengapa? Nah, sebelum ia ceritakan lebih lanjut, ia bertanya kepada peserta pelatihan.

“Siapa diantara kalian yang tadi pagi sudah membaca koran?”. Luar biasa. Hanya ada dua buah tangan yang nampak terangkat ke atas. Selanjutnya ia kembali bertanya. “Siapa diantara kalian yang tadi pagi sudah menonton berita?”. Kelihatan puluhan tangan terangkat ke atas mengaku diri sudah menonton berita pada Kamis pagi tadi. Saya juga kaget sih. Dari lima ratusan orang di tempat itu hanya dua orang yang sudah membaca koran pagi hari. Saya jadi malu karena termasuk dalam hitungan orang-orang yang belum membaca koran pagi hari.

“Nah, karena inilah alasannya kenapa saya memilih untuk pindah tempat bekerja. Pada zaman sekarang, kebanyakan orang tidak suka membaca koran lagi. Orang-orang lebih suka duduk diam dengan manis di depan TV, apalagi kalau sambil nge-meal dan menonton TV”. Saya pun ikut mengaminkan perkataannya itu. Ketika sarapan pagi tadi, saya sengaja duduk di depan TV sambil menonton berita. Saya rasa ini lebih baik ketimbang makan sambil duduk diam saja. Kalau makan sambil nonton TV, saya bisa mendapat informasi terbaru hari ini.

Karena itu, dia pun mengabdikan diri bekerja sebagai reporter berita di media televisi. Selama 8,5 tahun ia mengaku bekerja di RCTI. Dimulai menjadi seorang reporter hingga menjadi pembawa berita. Kemudian ia pindah tempat dan kini bekerja di MetroTV dengan jabatan Pimpinan Redaksi. Namun, ada satu hal yang bagi saya perlu mendapat perhatian. Secara pribadi, saya sangat menghargai profesi wartawan. Saya kira ini bukan pekerjaan yang gampang, segampang anggota dewan yang bisa membiarkan kursinya kosong pada saat rapat.

Sejak SD, saya suka sekali memikirkan hal-hal yang berada di “balik layar”. Saya sering bertanya-tanya bagaimananya cara mereka bekerja di bagian produksi berita ini. Pasti banyak pengorbananlah yah? Apalagi MetroTV sebagai salah satu TV Berita yang hampir 24 jam menyajikan berita teraktual. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana para reporter mencari berita seharian hanya untuk dikabarkan kepada khalayak umum. Apakah mereka bekerja dari pagi, siang, sore dan malam demi mencari berita? Itu pikiran polos saya dulu. Semakin bertambah usia, akhirnya saya tahu bahwa reporter tidak bekerja sendirian. Mereka punya tim kerja. Mereka punya manajemen kerja yang apik. Mereka bekerja dengan prinsip dan tanggung jawab.

Tugas wartawan, katanya lagi mengakhiri materi, adalah membantu mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui media massa, wartawan bekerja untuk mengajak masyarakat dan pemerintah berpikir untuk memberikan solusi bagi perbaikan kondisi kehidupan bangsa yang rusak. Media massa harus ikut membuat generasi muda menjadi terdidik. Oleh sebab itu, Putra Nababan yakin dengan media televisi, akan menolong masyarakat untuk sadar dan ikut dalam pencerdasan kehidupan bangsa. “Itu makanya kalian juga harus mau menonton berita”.

***

90 menit bagi pembawa berita tenar itu bercerita bagi saya cukup menarik dan menginspirasi. Siapa sangka cita-cita masa kecilnya dulu bisa terwujud pada masa kini. Perjuangan yang hebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun