Mohon tunggu...
Zahra Rabbiradlia
Zahra Rabbiradlia Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Passionate mother, freelance translator, author of Metamorfosa Botulisme, and blogger at zahra-rabbiradlia.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bangkit Bersama Merdeka Belajar demi Indonesia Unggul

31 Mei 2023   23:45 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:56 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan kamu sedang ada di meja makan. Di hadapanmu, terhidang satu jenis makanan. Tak peduli suka atau tidak, kamu terpaksa menghabiskannya.

Pada waktu lain di tempat yang sama, terhidang beragam menu makanan lezat. Kamu bebas memilih menu apapun sesuai dengan selera dan kebutuhanmu. Oleh karena sedang diet, kamu memilih salad ayam dengan dressing saus alpukat dibanding burger dengan saus keju.

Ketika dihadapkan pada dua kondisi di atas, mana yang akan kamu pilih?

Kebanyakan dari kita pasti memilih yang kedua karena tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Inilah sifat dasar manusia yang cenderung senang diberi kebebasan. Suka untuk merdeka.

Sifat dasar ini berlaku di semua aspek, termasuk pendidikan. Tidak bisa semua peserta didik dipaksa untuk menikmati 'hidangan' yang sama. Budi yang punya selera tinggi di musik, tidak bisa dipaksakan menikmati hitungan kalkulus yang amat dibencinya. Begitu pula Agus yang suka ilmu eksak, tetapi kurang dalam ilmu sejarah.

Sebagai generasi 90-an, aku ingat sekali bahwa pola pembelajaran saat itu mengharuskan kami banyak menghafal dan membuat rangkuman. Kami tidak dipancing untuk bertanya dan mengetahui lebih dalam tentang why di balik ilmu-ilmu yang dipelajari.

Alhasil, kurikulum konvensional ini membawa Indonesia masih ada di deretan bawah dari segi kualitas pendidikan, baik itu berdasarkan data World Population Review tahun 2021 (Indonesia ada di peringkat ke-54 dari 78 negara), juga skor The Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang menempatkan Indonesia ada di peringkat keenam dari bawah.

Kabar yang menyedihkan, bukan?

Ketertinggalan ini, tak lain karena penerapan kurikulum konvensional yang kaku, teacher centered, dan menjadikan nilai sebagai indikator kecerdasan. Padahal setiap peserta didik punya potensi yang berbeda-beda dan diyakini unggul bila mempelajari ilmu sesuai minatnya.

Maka itu, pemerintah selaku pemangku kebijakan perlu melakukan inovasi demi menyelamatkan bangsa Indonesia dari keterpurukan di bidang pendidikan.

Merdeka Belajar: Transformasi Pendidikan Indonesia

Untung saja, kini pemerintah melalui Kemendikbudristek tengah menuju ke sana. Dengan meluncurkan program Merdeka Belajar sejak tahun 2019, diharapkan semua anak Indonesia bisa mencapai akses pendidikan bermutu, inklusi, dan menyenangkan. Dengan Merdeka Belajar, peserta didik dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat yang punya karakter kuat sesuai Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun