Mohon tunggu...
david efendi
david efendi Mohon Tunggu... -

Bukan Pesulap dan bukan tukang sihir, tapi tukang kritik yang nyambi jadi tulkang stempel istana maksudnya menyentempel muka temboknya penguasa yang menindas rakyat!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kini Melawan Kapitalisme betul-betul Utopia?

8 Desember 2010   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:55 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By David Efendi Seorang Karl Marx yang menurut para 'pemujanya' dianggap brilian dan menyerupai nabi di Barat Marx dianggap utopis dan pemimpi sejati. Pertarungan pengaruh antara filosof produk timur dan barat terus bergejolak dalam dunia intelektual, begitu juga antara pemikir kapitalisme di Amerika dengan agama socialisme di Eropa atau di Asia. Perdebatan ini sudah memakan miliaran kalori energi yang dilepaskan dari setiap perbuatan pro dan kontra. Setiap waktu setiap saat wacana terus berkobar dalam media-media dan dalam ruang-ruang kelas, di gang sempit dan juga perdebatan antara suami dan istri tentang apakah bayinya akan dibelikan produk dancow atau produk kapitalisme lainnya. Amerika punya nabi bernama Adam Smith, dan Rusia atau China bisa saja sudah menganggap Marx adalah 'nabi' yang baik dan pro-ralyat. Walau demikian kita akan temukan paradok di sana-sini. Amerika yang katanya nenek moyang kapitalisme dalam kebijakannya terlihat sosialisme. Secara diam-diam mencontek ide Marx. Begitu juga China yang komunis dan dekat dengan sosialisme, secara kasat mata menerapkan perekonomian kapitalisme. Bahkan, di China kapitalisme lebih 'gila' dari kakeknya kapitalisme. Jika Amerika krisis tahun 2008, China bersuara lantang akan membeli planet bumi (Baca the economist, Dec 2010). Sementara di Asia tenggara, taruhlah contoh di Indonesia, banyak dapur keluarga sangat miskin mengepul di kampung-kampung tidak sempat lagi berdebat soal nabi Smith atau nabi Marx. Begitu juga dapur orang kaya raya, mengepul atas jasa pembantunya. Tidak peduli apa pembantunya beriman pada Marx atau Adam Smith. Kembali ke perdebatan intelektual. Ada satu istilah baru saya, "jaketnya Marx, Tapi Laptopnya Smith". Apa maksud yang tersirat di sini? Pertama, bisa saja ditafsirkan bahwa Marx dan Smit bisa berdamai dan saling melengkapi tanpa diperselisihkan. Kedua, bisa juga diartikan ini simbul kemunafikan masyarakat di mana mengklaim sosialis dan anti kapitalis tapi menggunakan produk laptop kapitalisme.Marx hanya casingnya saja tapi hatinya kapitalisme sejati. Orang berdebat menghujat kapitalisme tetapi saat berdebat di laptop dia tidak sadar bahwa menggunakan perangkat yang diproduksi dari keirngat buruh bergaji murah di negara miskin yang memproduksi perangkat kompputer dalam perusahaan raksasa multi negara. Lagi fakta yang saya sampaikan; Aktifis sehabis demonstrasi anti kebijakan kapitalis makan di McDonald, minum pepsi, cocacola, dan mandinya pakai sabun jhonsen, seorang aktifis islam sejati yang anti imunisasi karena imunisasi produk yahudi dan diam-diam memakai sepatu dan kaos kaki adidas, memakai produk kecantikan yahudi. Nyaris, paradok di bumi semakin nyata. Di Malaysia dengar-dengar paling sukses memproduksi aksi baikot produk yahudi, tapi saya tidak percaya sebab tetangga saya bekerja di Malaysia mengirim anak-istrinya produk dancow, jhanson, dan semuanya yang disebut produk kapitalisme.

129178838782935895
129178838782935895
Di Indonesia, negara terbesar islam di dunia, tidak pernah serius aksi melawan kapitalisme. Kyai Haji semua menikmati produk kapitalisme bahkan diam-diam mereka tergantung pada produk  'orang kafir' meski mereka tidak suka orang kafir mereka berteman akrab dengan 'tekhnologi kafir'. Semua orang dikafirkan, tapi perilakunya mendukung kejayaan orang kafir. Saya tidak mengerti kehidupan ini rumit sekali. Semua orang merasa benar sendiri, dan akhirnya perang terjadi mulai dari dalam batok kepala sampai ke lapangan pesawat tempur reksasa. Perlawanan terhadap kapitalisme betul-betul lumpuh, orang miskin tidak mampu bergerak lagi karena urusannya lebih berkutat pada soal perut, jika perut lapar akan bangkit melawan tapi mereka masih berfikir, dengan melawan apa ada perubahan sebab selama ini sering melawan tetapi tidak pernah menikmati perubahan. Perlawanan orang lemah tanpa senjata sudah mulai tahun belum ada adidas, pada saat Belanda berkuasa, sampai sekarang mereka putus asa. Jika ada kelompok mengajak melawan kapitalisme, rasanya saya tidak percaya sebab melawan kapitalisme hanya bisa dilakukan dengan cara zuhud terhadap produk kapitalisme dan membuat produk tandingan sosialisme. Sayang, orang tidak lagi percaya pada kabaikan sosialisme dan kumunisme karena sejarahnya diburamkan oleh para diktator. Ohhh tuhanku bukan Smit dan bukan pula Marx, tapi boleh saya katakan jaketku Marx karena buruk rupanya, tapi selimutku Smith, karena empuk sekali. Wakakakaaa Hi, Dec,2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun