Happy New Years 2016-,.Sebagian orang pastinya berpandangan kalau suasana Natal diperkotaan akan lebih semarak dan meriah bila dibandingkan di perdesaan. Namun, menikmati Natal di kampung juga tidak kalah serunya. Sangat terasa akan makna dan kesederhanaan. Seperti apa suasana Natal di Pedalaman Borneo?Hari itu Rabu,(30/12/2015), saya mengikuti Pastor Pamungkas Pastor Paroki St.Yohanes Rasul Balai Semandang Keuskupan Ketapang-Kalbar, yang kebetulan akan turne (kunjungan) ke stasi Legong dan Taga. Kedua kampung ini terletak sekitar 8 Km dari jalur utama jalan Trans Kalimantan. Bagi saya kampung Legong sudah tidak asing, setidaknya sudah tiga kali menyambangi tempat ini. Namun momennya beda, dalam suasana Natal belum pernah saya rasakan.
Rombongan yang ikut ada 3 buah motor dan hanya kami berlima dengan pastornya yang pergi. Pastor Pamungkas, Carlina, Ronal dan Selviana mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang sedang KKM serta saya. Biasanya kalau kegiatan ke kampung-kampung lumayan ramai juga yang ikut. Namun, karena ada persiapan kegiatan Natal bersama OMK (Orang Muda Katolik) di Balai Semandang jadinya hanya sedikit saja yang bisa ikut. Perjalanan menuju stasi Legong dapat ditempuh sekitar 40 menit.
Dalam misa kali ini juga dibaptis beberapa orang bayi. Dalam khotbahnya pastor Pamungkas menjelaskan akan makna kelahiran Yesus Kristus ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. “Natal yang identik dengan kelahiran dan kebahagiaan hendaknya dirayakan dengan sukacita dan pendalaman iman akan sang penyelamat dunia begitu,” pesan pastor Pamungkas.
Perayaan misa yang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB berakhir pada pukul 12.00 WIB. Setelah selesai misa kami pun dijamu makan siang di salah satu rumah umat. Selain di jamu makan siang kami juga di jamu minuman khas borneo apalagi kalau bukan minuman Tuak manis. Selain minuman Tuak,kami juga disuguhkan dengan berbagai buah-buahan karena kebetulan bulan desember musimnya buah-buahan, seperti buah rambutan, durian,mentawak dan berbagai buahan lainnya.
Setelah menikmati suguhan berbagai makanan, sekitar pukul 14.00 WIB kami pun pergi menuju kampung berikutnya yakni stasi kampung Taga. Bersama dengan rombongan OMK dan ibu-ibu WK (Wanita Katolik) kami pun meluncur. Wah,sensasi perjalanannya sungguh menantang andrenalin dengan kondisi jalannya yang lumayan licin sehabis hujan, ditambah tanjakkan yang curam. Kami harus berhati-hati, konsentrasi dalam mengendarai sepeda motor di tuntut untuk sigap. Namun, ditengah perjalanan rasanya terpuaskan begitu melihat pemandangan di kiri kanan jalan yang lumayan indah memesona. Sejauh mata tertuju pemandangan dengan hamparan bukit-bukit yang menghijau seolah bisa mengobati rasa lelah. Momen ini tak kami sia-siakan untuk berselfie ria.
Tak terasa kami pun tiba di kampung Taga, jarak dari Legong sekitar 3 Km. Disini umat masih sepi ketika kami datang, setelah menunggu beberapa saat kemudian di rumah ketua umat barulah kemudian banyak yang berdatangan dan mempersiapkan perlengkapan misa. Kami pun sempat jalan-jalan ke rumah warga untuk Natalan,yang dihidangkan bukanlah kue seperti pada umumnya namun segala buah-buahan yang begitu banyak sebagai pengganti kue.
Dengan kesederhanaan umat, mereka pun mengajak kami untuk mendatangi rumahnya. Tentu saja tidak semuanya kami bisa sambangi, maklum karena kondisi waktu yang terbatas. Sekitar pukul 16.00 WIB misa pun dimulai. Lagu Gloria In Exsel sis deo mengiringi pelaksanaan misa. Disini ada satu orang bayi yang dibabtis, Pastor Pamungkas memuji akan kesederhanaan umat sama seperti kesederhanaan Yesus Kristus yang lahir di kandang domba.
Sampai di Legong kami sempat singgah sebentar untuk beristirahat sejenak,sambil mengobrol dengan beberapa umat. Setelah itu kami pun melanjutkan perjalanan pulang di tengah pekatnya kesunyian malam meskipun baru sekitar pukul 19.00 wib malam. Sekitar pukul 20.00 wib, kami tiba di Balai Semandang meskipun dengan suasana yang lumayan capek,namun bisa lega karena bisa berada diantara umat yang jauh dari keramaian hiruk pikuk kota.
Bagi saya inilah pengalaman pertama mengikuti kegiatan kunjungan pastor, maklum sejak SMP dalam setiap perayaan Natal selalu jarang berada di kampung halaman. Serasa ada yang beda kali ini,bisa menikmati indahnya alam dan keluguan serta kesederhanaan umat yang penuh dengan kejujuran mereka. Ini cerita ku Natalan di Kampung. Apa cerita mu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H