Mohon tunggu...
Ewin
Ewin Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Karyawan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Digitalisasi Koperasi Meningkatkan Kualitas Pelayanan

4 Juni 2022   11:04 Diperbarui: 4 Juni 2022   11:14 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM terus mendorong Koperasi untuk bertransformasi menjadi koperasi generasi baru yang maju dan modern, salah satunya melalui digitalisasi. Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki menyampaikan “Pemerintah juga mendukung inovasi pada koperasi salah satunya melalui digitalisasi, dengan peluncuran IDX COOP (Portal Inovasi Koperasi) pada 2020, 

yang mendokumentasikan berbagai gagasan dan praktik inovasi perkoperasian (sumber: https://nasional.tempo.co).

Digitalisasi bukan lagi sebatas kebutuhan, tetapi sudah menjadi kewajiban bagi semua entitas usaha, termasuk Gerakan Koperasi di Indonesia. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Credit Union (CU) yang merupakan Koperasi dengan usaha utama adalah simpan pinjam dituntut mampu menyediakan layanan transaksi secara digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada anggotanya. 

Penerapan digitalisasi di CU akan memudahkan anggota bertransaksi, mengurangi biaya anggota bertransaksi karena anggota tidak harus datang ke kantor CU, meningkatkan keamanan anggota bertransaksi, memudahkan anggota mengontrol 

simpanannya di CU – hal ini tentu menjadi mitigasi risiko yang langsung dilakukan oleh anggota. Manfaat digitalisasi bagi CU mengurangi biaya operasional – tidak perlu membuat banyak kantor cabang, meningkatkan keamanan transaksi, memudahkan pengawasan karena real time, 

saluran layanan transaksi bervariasi kepada anggota (ATM, mobile CU, transaksi dengan ekosistem finansial lainnya, seperti bank). Koperasi harus “segera” beradaptasi dengan tren teknologi dunia finansial untuk tetap menjadi pelaku utama dalam pasar keuangan.

Anggota sebagai pemilik sekaligus pengguna jasa di CU, tentu mengharapkan pelayanan yang berkualitas. Menurut Kotler (2019) mendefinisikan kualitas pelayanan adalah bentuk penilaian konsumen terhadap tingkat pelayanan yang diterima dengan tingkat pelayanan yang diharapkan. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, 

maka kualitas pelayanan di persepsikan baik dan memuaskan. Menurut Goesth dan Davis (2019) mendefinisikan kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses, lingkungan yang mampu memenuhi dan atau melebihi harapan konsumen.

Mengacu kepada pengertian para ahli tersebut, kualitas pelayanan dalam konteks CU dapat diartikan menjadi penilaian anggota terhadap layanan yang diterima anggota dari Pengurus CU sebagai pembuat kebijakan dan pengelola (manajemen) CU sebagai pelaksana operasional dengan tingkat pelayanan yang diharapkan oleh anggota. 

Tentu, tingkat kepuasaan setiap anggota bisa berbeda dengan anggota lainnya. Anggota mengharapkan CU mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kriteria yang ditentukannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi pengurus dan manajemen CU untuk menetapkan standar pelayanan yang dapat memberikan tingkat kepuasan yang relatif sama bagi anggota. 

Pertanyaannya bagaimana kebijakan yang dibuat Pengurus CU agar produk jasa, manusia, proses dan lingkungan kerja yang mampu memenuhi dan atau melebihi harapan anggota?

CU merupakan lembaga pemberdayaan anggota yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup anggota, baik fisik, moral maupun spiritual melalui pendidikan dan pemberdayaan dan layanan keuangan yang berkualitas. Sebagai entitas yang menyediakan produk jasa, maka produk simpanan dan pinjaman yang dimiliki oleh CU harus mampu menjawab kebutuhan anggotanya. 

Produk simpanan dan pinjaman mampu mengakomodir tujuan keuangan anggota. Tujuan keuangan anggota berbeda-beda. Ada anggota yang menetapkan tujuan keuangannya untuk pendidikan anak, memiliki/merenovasi rumah dan lain sebagainya. 

Dalam mendesain produk simpanan dan pinjaman, CU dituntut mampu mengenali kebutuhan anggota yang didasarkan pada tujuan keuangan anggota. Perlu melakukan survey anggota untuk menggali informasi tentang kebutuhan anggota. Selain produk simpanan dan pinjaman, CU juga perlu memperhatikan kebutuhan anggota terkait produk solidaritas antar anggota, seperti solidaritas duka cita, kebakaran dan lain sebagainya. 

Jika produk jasa yang dimiliki sudah sesuai kebutuhan anggota, maka tantangan berikutnya adalah bagaimana pengurus dan manajemen CU mewujudkan digitalisasi produk jasa agar anggota dapat mengakses produk jasa yang dimiliki dengan mudah, cepat, setiap saat dan dimanapun juga selama terkoneksi dengan internet. 

Jika hal ini dapat dipenuhi oleh CU, maka anggota akan menilai bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh CU sudah sesuai dari segi produk jasa.

CU tidak terbatas hanya mengelola keuangan, tetapi yang terutama adalah mengelola manusia. Untuk mengelola manusia tentu dibutuhkan manusia yang berkualitas baik. Untuk melahirkan manusia yang berkualitas, maka tidak ada cara lain selain melalui pendidikan. CU dimulai dari pendidikan, berkembang melalui pendidikan, dikontrol oleh pendidikan dan tergantung pada pendidikan, demikian motto pendidikan di CU. 

Pendidikan harus dilakukan secara terus menerus, baik untuk pengurus, pengawas, komite, kelompok inti, manajemen  maupun anggota CU. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat memastikan kualitas pelayanan yang baik kepada anggota dan  memastikan keberlanjutan CU. Di era industri 4.0, metode pendidikan di CU mesti mampu mengadopsi perkembangan teknologi. 

Selain secara luring, metode pendidikan dilakukan dengan cara daring serta saluran media sosial yang ada. Pendidikan dan pemberdayaan yang berkualitas akan membuat anggota puas.

Proses perencanaan strategis harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan CU untuk mencapai misi dan visinya. Perencanaan strategis di CU perlu melibatkan perwakilan anggota agar harapan anggota menjadi perhatian dalam menetapkan tujuan strategis dan selanjutnya tertuang dalam program kerja CU. 

Program kerja yang dibuat berfokus pada upaya peningkatan kualitas hidup anggota. Program kerja yang sesuai kebutuhan anggota akan membuat anggota puas terhadap pelayanan CU. Metode perencanaan strategis dan perencanaan bisnis perlu memanfaatkan teknologi informasi yang ada, misalnya dalam menjaring harapan atau ide dari anggota. 

Pemanfaatan sarana teknologi informasi dalam proses perencanaan akan memudahkan dan sekaligus mampu mengurangi biaya.

Dengan implementasi digitalisasi di Koperasi, khususnya CU diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan CU kepada anggota dan mampu menghantarkan anggota menuju hidup yang berkualitas.

Penulis,

Erowin

Mahasiswa Program Studi MM FEB Untan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun