Mohon tunggu...
Ayushi Hernawa
Ayushi Hernawa Mohon Tunggu... -

Hanya ingin berbagi...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(KCV)Secangkir Coklat Hangat untuk Valentin

14 Februari 2012   13:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:39 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secangkir Coklat hangat untuk Valentin

Alfigenk Ansyarullah & Ayushi no. 100

MICHELLO

Awal februari 2012

Poland

Dingin menusuk tulang, baju hangat yang kupakai hanya mampu menolongku sedikit saja dari musim dingin yang beku ini. Dengan langkah terseok-seok menerobos salju yang mulai pekat, kuarahkan pandanganku menuju toko tua diseberang jalan , persediaan makanan di kulkas sudah hampir habis, dan prakiraan cuaca mengabarkan akan ada badai buruk 4 jam kedepan jadi aku harus segera mengisi kulkas penuh dengan makanan.Sudah3 hari aku tinggal di kota ini, ada misi sosial yang sudah sebulan ini aku ikuti.

Aku Michello,mahasiswa jurusanManagerial Economics Master Program semester awal di University of Wroclaw, Polandia. Sebulan terakhir aku mencoba melibatkan diri dengan kegiatan Organisasi Palang Merah Internasional (IFRC) membantu mengatasi meningkatnya korban cuaca ektrim di wilayah Polandia selatan. Terutama untuk para gelandangan dengan memberikan makanan hangat, baju hangat dan jaket.

1329226665112165058
1329226665112165058

Sebenarnya selain itu ada misi khusus yang harus aku selesaikan sekalian, yakni mencari bocah kecil berusia 9 tahun di kota ini. Namanya Valent, dia yatim piatu yang melarikan diri dari panti asuhan. Ayah dan ibunya meninggal karena kecelakaan pesawat terbang dua tahun yang lalu. Sudah seminggu dia melarikan diri dan tak tau di mana keberadaannya sekarang. Dari pihak penti asuhan sudah tak mampu mencari sendiri dan melibatkan beberapa relawan untuk membantunya. Apalagi ditambah cuaca yang sangat ektrem di awal bulan Februari ini. Sungguh keadaan yang tidak diinginkan.

Korban jiwa akibat suhu dingin ekstremyang menerjang Eropa ini terus bertambah. Sejauh ini sudah ratusan orang dilaporkan tewas, banyak gelandangan yang mati membeku di jalanan. Banyak akses ke wilayah desa-desa di Timur Eropa terputus. Masyarakat pun terisolasi. Sementara jalan, jaringan udara dan kereta api juga terputus.

Valent, bocah kecil itu mungkin sekarang sedang meringkuk kedinginan di kolong jembatan atau di bangku taman. Tapi dengan cuaca eksterm saat suhu udara mencapai titik minus 20 derajat Celcius, apa mungkin bocah itu bertahan. Kasihan anak malang itu. Aku harus terus bersemangat mencari anak itu dititik- titik berkumpulnya gelandangan. Semoga saja masih ada harapan untuk anak itu bisa hidup dan mendapat kehidupan lebih baik.

VALENT

Valent merasa sendirian di panti asuhan itu, bukan karena hanya dia seorang diri disana, tapi karena dia begitu merindukana orang tuanya, dia merasa sendirian dengan kerinduannya itu. kepergian orang tuanya begitu tiba-tiba, bahkan tanpa kata dan ciuman perpisahan valent sulit menerima kenyataan ini diusianya yang masih terlalu kecil, “bahkan seorang dewasa pun mengangis” pikir valent, apalagi dirinya yang kecil dan sendiri. Disuatu hari, ketika pergi ke sekolah, dia ingin pergi dari panti asuhan itu, berjalan mengiringi jalan yang dia ingini. Dia hanya membawa sekantong uang koinyang dia tabung setiap hari, cukup untuk dirinya membeli roti satu setiap hari, dia menaiki kereta menuju kota yang dia tak tahu sebelumnya, disebuah jembatan, dia berdiri memandang matahari terbenam diantara putih salju. Setiap hari dia berdiri disana mengharapkan ayah dan ibunya turun dari surga dan mengajaknya ke langit agar mereka bisa berkumpul bersama lagi. Seperti dulu, dimana mereka selalu nonton TV bersama, tertawa,makan pizza dengan keju tua buatan ibunya, pada musim liburan sesekali berlari-larian di tepi sungai Vistula, atau bersepeda di taman kota.

Kebekuan tak mampu mendinginkan hatinya, dingin yang menusuk tulang semakin membuatnya ingin segera melihat ibunya. Wanita berambut pirang yang selalu memeluknya saat malam menjelang atau ayahnya yang selalu mendengarkan cerita-ceritanya.Valent sangat kehilangan, dia merasa sendirian. Tak ada semangat lagi untuk melanjutkan hidupnya, anak kecil ini kehilangan perhatian yang seharusnya dia dapat. Suatu senja yang dihabiskan dijembatan itu, setelah orient sinar mentari senja menghilang, dia berjalan menuju sebuah halte bis, membeli sebungkus hotdog panas dan sebuah cup susu panas di kaki lima untuk perut kosongnya, kemudian menaiki bis yang singgah dengan uang koinnya, tanpa tahu kemana bis itu akan pergi Valent memilih duduk disamping jendela kereta, dengan memeluk erat tas kecilnya, dia tertidur lelah. Beberapa jam kemudian valent terbangun, sopir bis tepat berdiri disampingnya, Kau mau kemana anak kecil?” sopir itu bertanya kepada valent dengan tenang “Aku cuman mau pergi” valent menjawab sambil memandang kearah sopir itu Sopir itu tersenyum, memahami apa yang ada dipikiran valent dengan cepat, seperti banyak orang yang disering ditemuinya dalam pekerjaannya sebagai sopir bus. “Hari sudah malam, turun lah anak kecil, jika kau mau menginap dirumahku, maka istriku akan menyiapkan tempat tidur hangat untukmu, tapi cuman untuk satu malam” “Baiklah” kata valent tanpa berpikir panjang. Sopir itu telah menelfon istrinya untuk menyiapkan secangkir susu hangat dan roti berkuah manis untuk anak valent dan kamar tidur tentunya. Mereka tiba dalam waktu lima belas menit, di apartement sederhana di tingkat empat dipinggiran kota. Istri sopir itu wanita setengah baya yang baik menawarkan denga lembut kepada valent apakah dia ingin mandi air hangat. Dan valent mengiyakan tanpa banyak bertanya. Malam itu Valent bisa tertidur dengan pulas ditemani selimut hangat yang sudah hampir sepuluh hari tidak pernah dia temui. Ada seuntai senyum di garis bibirnya. Sopir itu bernawa Ivan, sebuah nama yang dipakai jutaan lelaki di Eropa timur, berkumis tebal kemerahan berumur empat puluh lima tahun, Ivan dengan perut yang buncit dan kepalanya yang setengah botak, memperlihatkan dia benar-benar keturunan bangsa Slavia tulen. Ivan menjadi sopir bis itu selama dua puluh tahun, mendapatkan pekerjaannya tepat seminggu setelah dia menikahi Inasta, istrinya, yang dia anggap tercantik dan terbaik didunia, mereka mempunyai dua orang anak lelaki yang berumur 19 dan 18 tahun, kedua anaknya itu telah bekerja sebagai seorang pramusaji di restoran terkenal di pusat kota, dan kedua anaknya itu memutuskan tinggal terpisah dengan orang tuanya setahun yang lalu. Valent beberapa hari berada dirumah sopir bis itu, Ivan melayani Valent dengan baik, seperti anaknya sendiri, Ivan dan Inasta sepakat agar tidak banyak bertanya kepada Valent akan apa yang terjadi terhadap Valent, dan menunggu agar Valent membuka mulutnya sendiri. Inasta yang baik hati itu membiarkan Valent sendiri dikamar yang dulu pernah dipakai kedua anak lelakinya, dan memanggil Valent ketika waktu makan telah tiba. Valent, merasa nyaman sendiri dan termenung, dia menikmati matahari tenggelam diujung sungai yang membeku, matahari tak pernah kelihatan dimusim dingin ini, tapi ketika dia beranjak tenggelam maka akan terlihat cahaya orient yang kabur, cahaya kabur itu kadang terlihat indah. Dihari yang ketiga, ketika makan malam, Ivan yang terlihat segar setelah mandi air hangat, mengatakan kepada valent bahwa hari ini pekerjaannya begitu menyenangkan, karena salju yang tidak turun. “Kamu tahu anak kecil, dingin yang membeku seperti ini, hanya pernah aku rasakan beberapa kali seumur hidupku, dan di tahun ini adalah yang paling dingin, dan hari ini pertama kali aku merasa senang bekerja dalam satu bulan ini, tak ada salju yang turun, itu menyenangkan, kamu tahu itu anak kecil” Ivan berbicara panjang sambil tertawa-tawa “Namaku Valent” sahut Valent sambil juga tersenyum memandang Ivan “haa..aku senang kamu menyebut namamu, Valent”..sahut Inasta sambil memegang tangan Ivan suaminya “Aku dan wanita cantik ini, senang bisa berkenalan denganmu Valent” sahut Ivan dengan mata sambil bercanda, dan mereka kembali tertawa. Makan malam diakhiri dengan sebuah cerita dari valent, tentang orang tuanya, dan tentang dimana dia pergi dari panti asuhan, dia ingin pergi dari kesendirian, Valent memasuki kamarnya dengan tersenyum, dia merasa Ivan dan Inasta bisa membuatnya nyaman, dia teringat kedua orangnya tuanya dengan perbincangan makan malam seperti itu. Ketika pagi tiba, setelah sarapan bersama, ivan masuk kekamarnya, dari dalam kamar secara tidak sengaja dia mendengarkan sebuah pembicaraan didapur. Ivan ingin melaporkan Valent kepolisi agar dia bisa dikembalikan ke panti asuhannya dan dapat bersekolah kembali, sedang Inasta berharap agar Valent bisa tinggal dirumah ini dalam beberapa hari lagi untuk menenangkan diri. Pembicaraan itu tidak lah lama, Ivan setuju dengan pendapat Isanta, istrinya. Setidaknya ada seseorang yang menemani istrinya di rumah guman Ivan dengan suaranya yang berdehem. Valent mulai merasa tidak nyaman dengan hal itu, dia tidak mau kembali ke panti asuhan itu, panti asuhan yang membuat kesunyian bagi dirinya sendiri. Setelah ivan pergi bekerja, Valent menuliskan sebuah catatan kecil tanda terima kasih atas kebaikan sumai istri itu, dan berjanji akan mengujungi mereka lagi suatu hari nanti. Dia berjalan sedikit berlari menuju arah taman kota, dia tidak mau kembali ke panti asuhan itu lagi. Dia menginginkan sebuah keluarga seperti dulu. Sebuah keluarga yang mau menerimanya dengan tulus dan mencintainya sampai mati.

EPILOG

14 februari 2012

Pukul 7 malam

13292266132144166384
13292266132144166384

Seperti yang kulakukan beberapa hari ini, setiap malam ku telusuri sudut kota sambil membawa foto Valent. Mencoba bertanya kepada setiap orang yang lewat, siapa tahu ada yang mengetahui keberadaan bocah kecil itu.

“ ada mayat... ada mayat... “ teriak orang-orang disekitar taman kota.

Diantara kerumunan orang-orang itu aku coba menyibaknya sedikit-demi sedikit. Dua orang anak kecil tergeletak lemas karena hipotermia diantara perdu yang penuh dengan salju. Aku mengenali wajah salah satu dari anak itu. Ya... itu Valent. Wajah yang hampir setiap hari aku pandangi melalui sepotong foto.Wajah yang selalu membayang di pelupuk mataku, wajah anak yang haus kasih sayang dan bernasib sangat menyedihakan

“tolong-tolong... bantu saya... panggilkanambulan !” teriakku sambil mencoba mencari denyut nadi anak itu. Belum lima menit ambulan itu datang dan paramedis segera mengangkutnya. Sayang bocah kecil yang ada di sebelahnya Valent sudah tak bernyawa.

“ya..bawa langsung kerumah sakit, dia masih hidup !”

Bergegas aku mengikuti ambulan itu dengan sedikit kepanikan. Kondisi bocah kecil sangat mengenaskan, bibirnya beku. Wajahnya penuh dengan luka, dan kantung matanya sudah mulai menghitam. Entah berapa lama lagi dia bisa bertahan. Tapi dia harus bertahan. Hidupnya masih panjang, dan di depan sana pasti akan ada cahaya mentari yang hangat yang akan membuatnya sadar betapa dia berhak mendapat kebahagiaan.

Pukul 10 malam

Secangkir coklat hangat di tangannya, bocah kecil itu menghirupnya perlahan. Tangannya menggenggam erat cangkir itu,namun pandangan matanya masih kosong.

“hai, Valent..” sapaku hangat.

“hai...”

“aku Mike, senang bertemu denganmu”

Valent hanya diam. Sejenak dia seruput cangkir penuh coklat hangat itu.

“apa kamu mau menangkapku ?” tanyanya lirih tanpa menatap mataku.

“oh tidak, untuk apa ?” jawabku.

“apakah kau yang menyelamatkanku ?”

“Hem.. iya, aku mencarimu...”

“Apakah kau petugas dari panti asuhan ?”

“Bukan, aku hanya relawan”

“Mike, aku ingin ke surga......Kenapa kau tak membiarkan aku mati saja, agar aku bisa segera menemui ayah dan ibuku”Aku tersenyum. Kulihat mata itu, mata coklat itu yang penuh kesakitan. Dia amat membutuhkan seseorang yang benar-benar menyayanginya. Kudekap dia dengan pelukan hangat.

“Mike, hari ini ulang tahunku...”katanya pelan.

“Oya... ?” jawabku seraya memandangi wajahnya. “bukankah hari ini hari valentin ?”

“Ya... benar, aku lahir di hari valentin. Ibuku memberi nama Valent agar hidupku dipenuhi kasih sayang, tidak hanya di hari valentin tapi disepanjang hari di dalam hidupku”

Aku tersenyum.

“tidurlah nak... mungkin besok akan ada mentari hangat untukmu”

“mungkinkah ?”

“selalu ada keajaiban, Valent... bukankah itu janji Tuhan. Tuhan selalu memberi yang terbaik, asal hambaNya tak pernah menyerah dalam menjalani hidupnya “

Setengah jam kemudian Valent tertidur dengan garis senyum di bibirnya, aku beranjak menuju tirai kamar rumah sakit. Dari jendela kamar itu terlihat jelas keramaian di dalam salah satu restaurant mewah seberang jalanrumah sakit. Banyak pasangan berpesta, bercumbu, dan berdansa-dansa. Tidakkah mereka ingat bahwa harivalentin bukan hanya untuk sesama pasangan tapi melainkan membagi kasih sayang kepada sesama. Banyak anak sepertiValent yang harus sendirian di dunia ini atau mempunyai nasib tidak menguntungkan, dan mereka membutuhkan kasih sayang tulus dari kita. Harusnya kita lebih peka dengan keberadaan mereka, bukankah itu sebenarnya makna dari hari kasih sayang yang sejati.

Untuk membaca karya peserta lain klik di  http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/02/14/kcv-inilah-perhelatan-hasil-karya-peserta-event-kolaborasi-cerpen-valentine/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun