MERDEKA MBAHMU!
Muncul foto kenangan 2016 di beranda Facebook saya, seorang "Gresek" atau pencari barang rongsokan dengan gerobak roda dua yang ditarik sepeda motor.
Ada tulisan menarik di bagian belakang gerobaknya, saya tulis apa adanya:
"AER MINUM BELI
CARI MAKAN SUSAH
CARI KERJA SUSAH
KENCING BERAK BAYAR
PAJAKNYA MACAM MACAM
MERDEKA MBAHMU ...."
Saya tidak tahu siapa yang memotret, karena hanya share saja. Tapi lokasinya saya hapal. Itu dibawah jembatan layang Janti, Jogja. Tulisan yang sangat mengusik hati.
Ya, sekarang sudah tujuh puluh lima tahun Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Tapi apakah sudah benar-benar bebas merdeka dari penjajahan dalam bentuk yang lain?
Tentu, pengalaman masing-masing individu akan berbeda. Para koruptor penggarong duit negara tentu merdeka melihat situasi negara saat ini. Biarlah negara kacau, yang penting pundi-pundi mereka tidak kacau.
Para pejabat yang tidak amanah dengan kepentingan rakyat sudah pasti merdeka dan bahagia. Asal kepentingan pribadi, keluarga, golongan atau partainya terpenuhi. Masa bodoh dengan rakyat!
Para oknum aparat nakal sangat senang. Bebas merdeka membela dan melayani manusia-manusia culas. Persetan dengan rasa keadilan! Asal perut sendiri kenyang. Kepentingan rakyat hanyalah omong kosong!
Para pengusaha nakal sudah pasti ikutan merdeka. Mesti dalam siatuasi krisis ekonomi, selalu ada jalan untuk membesarkan bisnis mereka. Kalau tak bisa di dalam negeri, modal bisa dibawa ke luar negeri. Selalu ada peluang dalam kesulitan. Yang penting bisnis sendiri aman. Urusan rakyat itu urusan pemerintah.
Beda lagi kaum yang ngomong "Merdeka Mbahmu!"
Sudah pasti kebalikan dari mereka yang baru saya sebut. Bekerja banting tulang siang dan malam tetap saja tak banyak mengubah nasib mereka secara ekonomi.
Rejeki memang urusan Allah Yang Maha Kuasa. Tapi, mbok ya jangan terlalu. Jangan ugal-ugalan.
Mayoritas wong cilik nrimo dengan kondisi yang dialami. Pikiran mereka sederhana. Jika belum bisa memberi kesehjateraan, setidaknya jangan membebani mereka dengan berbagai kebijakan yang memberatkan.
Jika belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan, janganlah membuka lowongan kerja buat warga negara asing.
Jika belum bisa memberi rasa keadilan, janganlah mempertontonkan ketidakadilan.
Itu sangat menyakitkan!
Masih ada sedikit optimisme dalam hati saya. Meski kata merdeka dalam arti sesungguhnya hanyalah bak fatamorgana. Tak bisa lagi banyak berkata-kata.
Sungguh, kalimat di gerobak tukang rongsok ini seharusnya bisa menampar para pengelola negara.
Merdeka ... Mbahmu!
*****
#TS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H