Mohon tunggu...
Danny PH Siagian
Danny PH Siagian Mohon Tunggu... Dosen - Menulis, Menulis dan Menulis

Jurnalis dan Dosen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Jasad Tak Lagi Diantar Menjadi Kelaziman

1 Mei 2020   03:37 Diperbarui: 1 Mei 2020   04:12 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto (ist): Prosesi Pemakaman Jasad Terinfeksi Virus Corona


Banyak peradaban yang terjadi akibat wabah pandemi virus Corona (Covid 19) yang sudah banyak merenggut nyawa manusia. Termasuk di berbagai belahan dunia, yang berbeda-beda kebiasaan maupun budayanya.

Dari mulai serentaknya disosialisasikan 'social distancing', 'physical distancing', dan aturan protokoler kesehatan lainnya, seperti: wajib menggunakan masker; membiasakan penggunaan hand sanitizer, berjemur di pagi jelang siang hari, hingga meningkatkan antibodi.

Itu semuanya dilakukan masyarakat, dan menjadi kebiasaan baru dalam keseharian. Bahkan jika tidak menggunakan masker misalnya, akan terlihat aneh ditengah meningkatnya korban virus Corona. Dan ini sudah berlangsung sejak pertengahan Maret hingga akhir April 2020 ini, dengan posisi kasus positif 9.771, meninggal 784, dan sembuh 1.391, sesuai publish Pemerintah per tanggal 29 April 2020, pukul 15.45 WIB.

Namun yang paling menyedihkan, ketika jasad yang dikasihi keluarga, tak bisa lagi diantar hingga ke pemakaman. Semua berakhir di Rumah Sakit, dan hanya bisa menangis meraung-raung dalam kepiluan yang luar biasa. Hanya petugas pengantar mayat dan petugas pemakaman yang ada di pemakaman, sesuai SOP (Standard Operational Procedure) pemakaman Covid 19. Kemudian dikuburkan tanpa acara apapun, sebagaimana lazimnya dalam situasi normal.

Seolah tak bisa tuntas ungkapan hati untuk mengantar jasad orang-orang yang dikasihi, hingga ke liang lahat. Karena biasanya akan melempar seonggok tanah ke liang lahat sebagai ungkapan perpisahan, dan kemudian menabur bunga diatas pusara yang menjadi tanda akhir perpisahan. Itu semua tak lagi bisa dilakukan, karena harus sesuai SOP pemakaman Covid 19, yang biasanya dilakukan sekitar 8 (delapan) orang petugas yang lengkap dengan APD (Alat Perlengkapan Diri).

Yang lebih memilukan lagi, ketika ada masyarakat yang menolak jasad Covid 19, untuk dimakamkan di wilayah pemakaman di tempat asalnya (dibawa dari luar kota tersebut). Luar biasa dampak Corona yang merasuk pada pikiran manusia, hingga menimbulkan reaksi penolakan. Seolah mayat yang akan dikubur didalam bumipun masih dianggap bisa menyebarkan virus Corona. Membuat manusia menjadi takut yang berlebihan.

Inilah yang nampak menjadi kebiasaan belakangan ini. Sejak seseorang yang sudah positif terkena virus Corona mendarat di Rumah Sakit, maka anggota keluarga maupun sanak saudaranya tidak bisa lagi mendekat. Hingga seseorang itu meningal dan dimakamkanpun, anggota keluarga juga tak bisa mendekatdan mengantarnya ke pemakaman.

Hal ini juga menjadi sesuatu yang harus diterima sebagai kelaziman baru, ketika bagi beberapa suku, yang sebelumnya menjalankan ritual adat dalam prosesi kematian seseorang, apalagi yang sudah tua dan keturunannya sudah lengkap berkeluarga (beranak pinak). Apalagi jika keluarga tersebut dari kalangan berada, yang kadangkala menjadikannya mirip seperti sebuah pesta.

Khususnya bagi masyarakat Batak, yang memiliki sebuah tradisi memberikan 'Ulos Saput' (selendang Saput) yang menjadi pertanda ungkapan kasih dan lambang perpisahan dari pihak keluarga terdekat, kepada yang meninggal. Kemudian menjalankan prosesi adat lainnya sebelum jasad dihantar ke pemakaman, bahkan hingga pulang dari pemakaman, masih berkumpul keluarga-keluarga dekat.

Semuanya itu buyar begitu saja. Terasa koq seperti sepele. Hanya ungkapan turut berdukacita yang bisa dilayangkan di WhatssAp kepada keluarga, dengan beribu kata maaf karena tak dapat lagi menghadiri pemakaman. Semuanya harus diterima dengan lapang dada, kendati tak tega juga merasakan apa yang dirasakan keluarga yang berduka.

Ada beberapa langkah sebagaimana termaktub dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 19, Tahun 2020 yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan sebagai berikut:

  • Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
  • Alat Pelindung Diri (APD) lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan.
  • Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
  • Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
  • Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
  • Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.
  • Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit menular.
  • Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
  • Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.
  • Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
  • Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
  • Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun