Jadi dalam hal ini, Cagub Ahok dan Cawagub Heru dalam jargon mereka yang sudah mulai dimunculkan, Jakarta Baru (Basuki-Heru), tidak memiliki basis massa, sebagaimana lazimnya yang dimiliki parpol. Mungkin, untuk mencapai syarat pendaftaran ke KPUD DKI Jakarta, bisa saja yang dikatakan Ahok tercapai.
Namun, bagaimana dengan pertarungan peraihan suara nanti di Pilkada? Apalagi, untuk menjadi pemenang, presentasenya harus diatas 50 persen, atau 50 persen plus 1. Jika diasumsikan dengan jumlah pemilih dalam DPT, maka setidaknya hampir 4 juta suara harus diraih. Bagaimana kalkulasinya meraih angka sebanyak itu, jika tidak punya basis massa?
Tentu, bukan Ahok namanya jika tanpa manuver lanjutan. Nampaknya, dengan strategi ini, Ahok menciptakan ‘bargaining power,’ agar parpol yang tidak memiliki jagoan, atau tidak berkolaborasi dengan parpol lainnya, masuk dalam jeratannya. Ibaratnya, Ahok sedang membuat jaring laba-laba. Dan belum apa-apa, partai Nasdem sudah menyatakan dukungannya, kendati surat dukungan tidak berlaku untuk syarat pendaftaran di KPUD.
Sebab bagamanapun, seorang Ahok sudah membuktikan kinerjanya yang penuh gebrakan dan penuh sensasi. Sebagai petahana, nampaknya Ahok seolah bisa menerawang, bahwa apa yang dilakukannya selama ini untuk kepentingan rakyat Jakarta, dan untuk kemajuan DKI Jakarta, sekaligus menjadi daya pikat dan modalnya untuk menarik simpati rakyat. Apalagi, Ahok memiliki daya jual yang tinggi sebagai seorang figur atau sosok Gubernur.
Dengan demikian, maka akumulasi peningkatan pendukungan bagi pasangan Ahok-Heru, akan sangat mungkin secara perlahan namun pasti, meningkat hingga jelang Pilkada 2017. Mari kita lihat!
Danny PH Siagian
Pemerhati Sosial Politik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H