Mohon tunggu...
Avian Ferdiyansyah
Avian Ferdiyansyah Mohon Tunggu... -

Apa ya...? Koordinat 6°42′54″LS,108°34′9″BT

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kompasiana, Menarik, Padat Pengetahuan sampai Bersiteru

13 Maret 2010   03:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini di tulisan sahabat – sahabat kompasianer begitu menarik. Ada yang bertulisakan tentang teknologi, info, pengetahuan, pengalaman,cerita dsb. Sampai – sampai sekarang di kompasiana saling berbalas komentar dan berbalas tulisan pun saya temui. Jujur aja setelah saya berkunjung ke Kompasiana dari yang saya gak tahu eh jadi tahu.

Saya Ngeblog di Kompasiana termasuk baru kalo gak salah saya masuk di Kompasiana tanggal 17 febuari 2010, sehingga saya pun masih baru belajar menulis. Meski saya tidak mempunyai bekal apa – apa namun saya melancangkan diri menulis, maklum modal nekad ingin belajar. Setiap kesempatan luang waktuku kuhabisakan membaca Kompasiana, kadang ikut – ikutan komentar walau mungkin gak nyambung kale ya, masih belajar malum.

Namun waktu itu saya belajar nulis dan saya tampilkan lewat blog saya dan saya juga kaget ketika mendapat balasan komentar dari teman saya lewat Blog saya. Bunyinya seperti ini, “terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Saya tergelitik dengan tulisan anda karena ditengah-tengah banyak blog dan berita yang menyudutkan pemerintah atas kasus century cuman ada beberapa blog yang paling tidak mendukung atau berpandangan netral seperti blog anda. Seandainya anda menjadi salah satu member di blog kompasiana (punya kompas) saya yakin tulisan anda ini akan di hujat habis-habisan baik itu dengan kata-kata yang beretika dengan alasan logis atau bahkan tanpa adab dengan sumpah serapah yang tidak karuan. “ ( Upzs, dia gak tahu bahwa saya juga anggota kompasiana )…

Jujur saja saya juga kadang belajar nulis menyikapi Century, pemerintah, politik dsb, lagi – lagi dia gak tahu. Waktu itu saya mengangkat tulisan bersumber dari salah satu media Online. Ini singkat tulisannya, Politik tetaplah politik. Dalam politik tidak mengenal kebenaran yang benar dan kesalahan yang salah. Semuanya perlu 'diperjuangkan' agar yang benar menjadi benar, dan kesalahan bisa 'disiasati' supaya 'dibenarkan. Politik memang ruang abu-abu. Berjuang untuk kemakmuran, kesejahteraan, dan aspirasi rakyat adalah idealisasi naif. Politik itu tong kosong berbunyi nyaring. Hampir seluruh definisi soal ini tak satu pun menyebut moralitas sebagai 'soko guru' pengambil-alihan kekuasaan. "Kalau kita bicara politik, kita bukan sedang omong soal moral. Kita sedang mengambil kekuasaan,"

Saya juga gak tahu, itu benar atau salah, namun hati saya berkata. Itu kemampuan daya pikir saya dan hasil tulisan saya yang semuanya penuh dengan keterbatasan dan kekurangannya. Mungkin ada yang sependapat, mungkin juga ada yang beda. Tapi saya akui, ternyata masih banyak kekurangan dalam diri saya, pikiran saya serta tulisan saya.

Akhirnya, pengalaman belajar saya menulis di Kompasiana dan Blog saya. Saya sedikit menyimpulkan dengan cerita yang di lengkapi dari berbagai artikel –artikel lain untuk dijadikan sumber cerita ini. Ini ceritanya…

Seorang pengusaha muda yang sukses dan kaya raya terpaksa harus menghadapi ajalnya karena kanker kulit yang parah akibat sensitifitas tidak normal terhadap sinar matahari.
Sebelum meninggal, kepada dua anaknya yang masih belia ia berpesan :

“Ayah akan mewarisi seluruh kekayaan dan usaha ini pada kalian berdua. Ayah hanya memberi dua pesan utama agar kalian sukses dan kaya raya seperti ayah tapi bisa menikmatinya lebih lama.”

“Pertama jangan biarkan sinar matahari menyinari kulitmu secara langsung terlalu lama, karena mungkin gen kanker kulit ini menurun pada kalian. Kedua, dalam bisnis, jangan pernah menagih hutang pada pelanggan.”

Setelah memberi pesan tersebut sang ayah meninggal, tanpa sempat memberi penjelasan yang lebih banyak. Kedua anak tersebut berjanji akan memenuhi permintaan ayah mereka. Kedua anak tersebut dibesarkan oleh ibunya. Setelah cukup umur, sang ibu memberi keduanya usaha yang diwariksan ayah mereka.

Sepuluh tahun kemudian, salah satu anak menjadi anak yang sangat kaya raya, sedangkan satu lagi menjadi sangat miskin. Sang ibu akhirnya bertanya, kenapa salah satu menjadi miskin sedangkan yang satu menjadi kaya. Padahal keduanya memegang teguh nasehat ayah mereka.

Anak yang miskin berkata pada ibunya. “Ibu, bagaimana saya tidak miskin. Ayah berpesan agar selalu menghindari matahari. Jadi setiap pagi aku harus pergi pakai kendaraan, sewa mobil, naik taksi, sekalipun sebenarnya jaraknya dekat dan bisa jalan kaki. Tentu saja hidup saya menjadi boros. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang kepada klien. Tentu saja bisnis saya tidak berjalan baik. Setiap kali ada yang menunggak saya tidak bisa menagih sehingga lama kelamaan modal saya habis. Saya jadi bangrut dan miskin!”

Lalu sang ibu menengok ke wajah anak yang kaya raya, menunggu jawaban. Kepada sang ibu anak yang kaya berkata; “Wahai ibu, saya menjadi kaya raya seperti ini karena mengikuti nasehat akhir ayah. Karena ayah meminta saya menghindar dari matahari, maka saya selalu pergi ke kantor sebelum matahari terbit. Kalau dekat saya bisa jalan kaki tanpa perlu takut sinar matahari karena belum terbit. Karena saya selalu datang pagi pegawai jadi ikut disiplin tidak berani terlambat. Sedangkan ketika pulang, saya selalu menunggu matahari terbenam, jadi jam kerja saya selalu di atas rata-rata orang lain. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang pada klien. Karena itu saya menerapkan sistem cash and carry, sehingga arus kas perusahaan saya sangat maju.”

Demikianlah akhirnya sang ibu tahu bagaimana nasehat yang sama bisa menghasilkan penafsiran yang berbeda dan hasilnya jauh berlawanan.

Apa pelajarannya?
Kadang konsep dan penerapan berbeda jauh. Sering kita lihat orang yang memegang kitab suci yang sama tapi berbeda jauh kualitas hidupnya, padahal keduanya sama-sama merasa berpegang teguh pada kitab tersebut. Sering kita lihat pegawai yang bekerja dengan peraturan perusahaan yang sama tapi sikapnya saling berseberangan. Kadang -kadang masalah utama bukan di peraturannya tapi bagaimana kita menerjemahkannya.

Ma’af kalau tulisan dan ceita ini tidak sesuai dengan apa yang terjadi di Kompasiana. Saya tunggu kritikannya..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun