Mohon tunggu...
Mariam Umm
Mariam Umm Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu 4 anak

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Benarkah Anak Multi Bahasa Lebih Lambat Bicara?

4 Mei 2016   01:08 Diperbarui: 4 Mei 2016   09:31 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

multi bahasa, dokumentasi: ifccatalogue

Ceritanya begini,

Ada email kiriman temen, yang cerita kalau anaknya yang umurnya sebaya dengan bungsu saya, sekitar 4 tahunan sampai sekarang tak juga mau bicara. 

Kebetulan masih anak semata wayang, kedua orangtua bekerja. Ayahnya asli Australia dan Ibu keturunan Libanon. Jadi iyaaa pernikahan campurlah istilahnya. Ayah si anak berkomunikasi dengan bahasa inggris ke anak, sementara ibu berkomunikasi dengan bahasa arab dan inggris. Yang akhirnya menjadi masalah buat anak mereka, ini kata temen saya: 

Anakku lambat bicara, Sis....

Iya, si anak hanya mau mengucapkan sedikit kata, seperti memanggil Ayah,Ibu, Kakek, Nenek, atau nama saudaranya yang dia kenal. Selebihnya tak ada dan si anak juga tak aktif jika diajak ngobrol. 

'Kenapa yaaa, Sisi, anakku kok lambat bicara, udah 4 tahun loh umurnya? apa karena kebanyakan bahasa yang dipake dirumah jadi dia bingung yaaaa?'  tulis temen saya di emailnya. 

Si anak sudah menjalani hearing test, dari dia bayi sampai baru baru ini di usia hampir 4 tahun, semuanya normal, dan Dokter spesialis juga bilang, anak itu tak butuh terapi bicara. 

Jadi gimana, bingung juga sihh, saya mesti jawab apa untuk pertanyaan temen saya itu. 

'Anak anakmu, ada yang lambat bicara gak? 'tanya temen saya lagi.

Lambat bicara? 

Enggak, syukurnya anak saya tak ada yang lambat bicara, tapi ada anak saya 'memilih' tak mau bicara. Dia, Mariam putri pertama saya.

Saat dia lahir, suami saya meminta saya menggunakan Bahasa Indonesia saja, untuk saya berkomunikasi dengan putri saya itu. Alasannya, bahasa inggris saya masih gak pas grammar-nya alias broken english, bahasa Arab ala Libanon, saya cuma tau kata naam dan la,  dari pada nanti si putri bicara broken languange, mending saya komunikasi dengan bahasa indonesia saja. 

"Mariam akan bisa berbahasa inggris dari Ayahnya, Bahasa Arab Libanon dari Neneknya, dan Bahasa Indonesia dari Ibunya," begitu kata suami saya.

Semua normal buat saya, komunikasi saya dengan putri saya yang waktu itu masih usia dua tahunan, lancar lancar aja, layaknya komunikasi dengan anak dua tahun. 

Kosa katanya terbatas, dan memang campur campur, kadang dia menolak dengan menggunakan 3 bahasa : No, Ogah--hehehe ini jiplak ibunya---- atau kadang putri saya  itu juga bilang : La!

Dan komunikasi 3 bahasa ala putri saya berlangsung sampai usianya  dua tahun, sayangnya, lama lama ada yang aneh, seiring usianya yang bertambah, putri saya, tiba tiba  hanya mau mengucapkan Mommy, Daddy ,kadang manggil Nenek atau Bibinya, pokoknya dia hanya mau mengeluarkan kata panggilan untuk yang kebetulan dia kenal saja. 

Tapi saat bertemu dengan orang yang tak dia kenal, putri saya itu tiba tiba mendadak tak mau mengeluarkan sepatah katapun.  Alias meneng kelakep. Diem ajah

Kelakuan putri saya yang tiba-tiba mogok bicara saat ada orang yang kebetulan tak dia kenal, atau tak dekat dengannya, membuat ipar saya heran, dan langsung ambil kesimpulan: Lambat bicara tuh si Mariam, gegara kebanyakan bahasa, jadi bingung sendiri dia. Kesimpulan yang membuat saya khawatir, hingga akhirnya kami putuskan untuk membawa putri kami itu ke Dokter dan Terapis bicara.

Cek dan tes deh, yang kata dokter dan terapis hasilnya normal. Tapi kalau normal, kok dia diem ajah yaaa, pas ketemu orang orang? masalahnya di mana?

Nothing, tak ada masalah. Dia hanya pemalu, dan takut saja.

Oleh ahli terapi bicara, kami dianjurkan untuk menjadi cerewet alias banyak mengajak putri saya itu ngobrol. Tak masalah menggunakan tiga atau lebih bahasa dalam komunikasi, tapi memang lebih baik mengajak ngobrol dengan bahasa yang paling sering dia dengar.  

Kami juga diminta, untuk mengajarkannya mengucapkan kata. Ajari berbicara yaaa...'Bu.

Nah, salah satu kegiatan saya setiap malam, adalah membacakan dia buku cerita, mendongenglah istilahnya, kegiatan ini baik juga untuk merangsang otaknya mengingat kata. 

Apalagi kalau kebetulan buku yang kita baca itu, adalah buku bacaan pertama untuk anak, biasanya saat anak mulai belajar membaca dengan buku bacaan pertama atau first reading book, ada kata yang harus diucapkan dengan keras di depan orang lain, dengan tujuan untuk koreksi jika kata yang diucapkan salah.

Saya menggunakan buku bacaan pertama anak, untuk mendongeng, dan saat saya ketemu kata yang harus saya ucapkan, saya akan minta putri saya ikutan mengucapkan juga, dobel manfaat kan....membantunya mengucapkan kata dan juga mengingat kata.

 

Buku bacaan pertama, dokumentasi pribadi

 

Hasilnya,

Tentu saja, komunikasi putri saya lebih baik, walau sampai dia usia 4 tahunan, dia memang masih malu malu bicara di depan orang banyak, tapi tak membuat saya khawatir, karena saat bersama saya atau bersama ayahnya, putri saya itu cerewetnya melebihi saya, hehehe. 

Dan saat di masuk sekolah, kemampuan bicara dan komunikasinya sangat terbantu oleh acara ngumpul bareng guru dan teman di sekolah.

Jadi anak multi bahasa sebenarnya tak akan mengalami lambat bicara, kecuali anak ada masalah pendengaran atau oleh Dokter dan Ahli  didiagnosa bermasalah. Orang tualah yang  harus aktif 'merangsang' dan membantu anak untuk bisa berbicara.

'Kalau aku dulu, mendadak cerewet dengan anakku, selalu ngajak ngobrol, dan sering juga bacain buku, coba ajah cara itu, mungkin bisa ngebantu' tulis saya dalam balasan email.

--Sisi82--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun